Ini adalah sebuah keajaiban bagi Arvino. Bahkan sebuah hal yang tak terduga. Aiza, Ya Aiza. Wanita itu, astaga.. apakah dia sedang bercanda? Ah tidak-tidak. Seorang Aiza yang pendiam, tidak banyak berbicara dan suka menundukan wajahnya saat diajak berbicara itu tidak mungkin bercanda.
Arvino yakin ia tidak salah dengar. Ya ampun, bolehkah saat ini ia berlonjak kegirangan saking bahagianya bagaikan anak kecil dan berlompat-lompat diatas brankar pasien? Ah tentu saja tidak!
Cukup hanya Allah dan dia yang tahu saat ini. Tapi, itu semua belum tentu.
Untuk memastikannya, Akhirnya Arvino memilih memalingkan wajahnya kesamping. "Gak mungkin. Gak mungkin kamu suka sama saya."
Aiza menggeleng dengan cepat. "Tapi Saya tidak bohong. Saya-"
"Saya apa?" ketus Arvino lagi. "Kamu nerima saya cuma karena kasihan dengan saya kan? Apalagi sekarang saya buta."
Devian menyela. "Vin-"
"Kamu tidak mungkin suka sama saya Aiza!" potong Arvino lebih cepat bahkan mengabaikan Aiza dan Devian yang ingin berbicara. Disisilain, Ayu pun tidak bisa berbuat apapun apalagi ini semua adalah permasalahan cinta antara putranya dan Aiza.
Aiza tergagap. "Sa-saya suka sama bapak. Saya-"
"Kalau kamu suka sama saya mestinya kamu tidak perlu membuat situasi menjadi sulit selama tiga tahun ini. Apakah tunggu saya tidak ada sekalian baru kamu benar-benar sadar dengan perasaanmu?"
"Vino!" Ayu tidak terima dengan ucapan putranya. "Kamu gak boleh bilang gitu. Ucapan itu doa. Aiza sudah mengungkapkan perasaanya sama kamu. Sekarang masalahnya apa?"
Aiza hanya bisa berdiam diri. Arvino benar. Ia salah. Dirinya sudah mempersulit situasi selama tiga tahun ini. Tapi kalau boleh jujur, Aiza tidak bermaksud menerima pria itu hanya karena kasihan. Melainkan karena memang jatuh cinta sedalam-dalamnya sejak pandangan pertama waktu insiden tanpa sengaja menubruk tubuhnya dipagi hari. Hari yang merupakan untuk pertama kalinya ia memasuki bangku perkuliahan.
"Lebih baik kamu pulang saja." ucap Arvino lebih dingin bahkan secara tidak langsung sudah mengusir Aiza.
Ternyata salah. Jika beberapa menit yang lalu Aiza berpikir Arvino akan menerima semua ucapan cintanya, kini kandaslah sudah.
Dengan berat hati dan hatinya yang sudah terluka, Aiza berusaha sabar dan memaksakan senyumannya.
"Kalau begitu. Maaf menganggu bapak. Permisi."
Aiza memilih segera membalikkan tubuh. Tubuhnya melemas karena hatinya yang rapuh. Sebentar lagi, air mata yang sudah membendung dikedua matanya akan mengalir di pipinya. Dan sebelum itu benar-benar terjadi, Aiza segera beranjak dari sana. Ayu dan Devian pun tak bisa berbuat apapun bahkan merasa kasihan dengan posisi gadis sebaik Aiza saat ini.
"Kamu memang sudah menganggu hidup saya selama ini Aiza." suaraย Arvino kembali terdengar.
Aiza mengentikan kembali langkahnya yang sudah di ambang pintu. Bahkan salah satu tangannya sudah memegang kenop pintunya.
"Kamu tau apa yang menggangguku selama ini?" ucap Arvino yang membuat Aiza tidak ingin beranjak dari sana. "Kamu. Iya kamu. Wajah kamu, kecantikan kamu. Kebaikan kamu. Kesabaran kamu. Akhlak kamu. Cara kamu menjaga hati kamu untuk saya. Penampilan kamu yang sangat tertutup dan.. sikap kamu. Semuanya tentang kamu. Terima kasih sudah jatuh cinta dengan saya."
Aiza mencengkeram kenop pintu tersebut dengan erat. Hatinya berdebar-debar mendengar semua penuturan Arvino.
"Saya gak butuh dikasihani. Kebutaan yang saya alami sudah menjadi takdir dan ujian buat hidup saya. Saya cuma butuh kamu menjadi pelengkap hidup saya dengan segala kekurangan yang saya miliki. Dan..." Arvino menarik sudut bibirnya. Dengan senyuman tulus itupun membuat Ayu dan Devian sudah paham apa yang akan di katakan selanjutnya untuk Aiza.
"Aku juga mencintaimu Aiza."
"Vino.." kedua mata Ayu berkaca-kaca. Ia sudah tidak bisa membendung perasaan haru dan bahagia ketika putranya itu akhirnya menemukan tambatan hatinya. "Kalau kamu cinta sama Aiza kenapa kamu tadi nolak dia nak?"
"Vino gak nolak."
"Terus kenapa tadi kamu suruh Aiza pulang?"
"Supaya dia bisa istrirahat sebelum akad nikah berlangsung tiga hari lagi. Itu aja. Gak ada maksud menolaknya. Yang ada dia yang nolak vino selama ini."
Sebulir air mata menetes di pipi Aiza. Ia pikir air mata yang sejak tadi ia tahan adalah air mata kesedihan setelah Arvino menolaknya bahkan menyuruhnya pulang.
"Aku ingin menikah denganmu Aiza. Tiga hari lagi. Tidak perduli jika ini terlalu cepat."
Ayu membulatkan kedua matanya tak percaya disela-sela rasa bahagianya. Begitupun dengan Devian yang sejak tadi memperhatikan mereka tanpa angkat bicara.
"Nak, kamu gak salah? Ini terlalu cepat loh. Kamu belum sembuh dan bagaimana dengan pihak keluarga kita dan keluarga Aiza? Surat-surat kelengkapan untuk mengurus pernikahan kalian dan lainnya? Ya ampun kenapa mendadak sekali sih?"
Arvino hanya menghedikan bahu. "Emangnya masalah? Vino mau tiga hari lagi menikah dengan Aiza diruangan ini dengan cara sederhana meskipun ini terlalu cepat. Yang penting ada Pak penghulu, beberapa orang keluarga kita dan Aiza dan wali nikah Aiza. Proses mengurus surat nikah itu tidak lama bun maka dari itu aku memintanya tiga hari lagi. Lagian aku cuma buta dan selebihnya kondisi tubuh Vino hanya sisa masa pemulihan saja."
Rasanya ayu ingin menepuk jidatnya sendiri karena ucapan Arvino yang sangat mendadak. "Iya-iya bunda paham. Tapi-"
"Vino tidak mau calon istri Vino itu berubah pikiran lagi. Dia itu plin plan Bun. Hari ini begini, besok begitu, nanti besok dan besoknya lagi berubah." ucap Arvino secara santai dan membuat Aiza tak bisa berkutik karena itu memang benar.
"Yasudah. Kalau gitu bunda mau pulang dulu. Mau bicarakan hal ini sama Ayah dan sesama keluarga Aiza. Sekalian bunda juga mau ajak Aiza perawatan tubuh, kecantikan dan body spa."
Aiza panik. Ini sangat-sangat mendadak baginya. "Em. Bun, tidak usah terlalu repot-repot. Saya-"
Ayu tak menghiraukan Aiza dan malah melenggang pergi menuju pintu sambil mengamit lengan Aiza sebagai tanda bahwa dirinya akan segera beranjak dari ruangan tersebut untuk memulai merencanakannya segara urusan pernikahan putranya.
"Sudah jangan nolak. Tiga hari lagi kamu mau di halalin sama putra bunda. Waktunya sangat sedikit. Setelah ini kamu diam dirumah aja ya. Jangan jalan-jalan lagi atau keluar kerumah yang sekiranya tidak penting. Eh tapi kamu masih ada urusan penting yang kamu urus? Bunda bisa temenin kamu kok."
Aiza menggeleng cepat. Bahkan tidak menyangka jika bunda Arvino itu sampai rela menemaninya karena sudah terlalu antusias.
"Tidak ada Bun. Saya, tidak ada kesibukan."
Ayu tersenyum. "Yasudah kalau gak ada. Sekarang kamu tinggal turutin semua perkataan bunda tadi ya. Diem dirumah. Jangan jalan. Nanti sore bunda akan hubungin mbak-mbak yang sudah biasa jadi langganan bunda buat pijet lulur tradisional dan spa untuk datang kerumah kamu ya. Kamu gak usah pikirin biayanya. Semua sudah bunda atur. Kamu tinggal duduk manis aja dirumah." perintah Ayu dengan panjang kali lebar.
Aiza hanya menurut dan mengangguk patuh dengan sedikit canggung.
"Dan kamu itu mau nikah. Tubuh kamu harus tetap segar dan wangi kalau sudah deket sama Arvino. Kamu mengerti?"
Ntah harus kata apa lagi yang bisa di ungkapkan oleh Aiza saat ini. Antara bahagia dan terharu serta rasa syukur semuanya menjadi satu.
Disislain, Devian melipat kedua tangannya didada dan menatap Arvino dengan sinis.
"Kamu itu ngeselin ya!" ucap Devian yang kini berdiri di samping Arvino yang terbaring sambil menutup sebagian wajahnya dengan lengannya.
"Kenapa lagi? "Kamu juga gitu. Sudah tiga tahun berlalu tapi gak nikah sama Adila."" sindir Arvino.
"Bukan itu! Kamu itu ya, sudah sakit ngeselin pula."
"Kenapa sih? Salahku dimana?"
"Cih, masih gak mau ngaku. Kamu itu aneh. Kalau mau lamar ya langsung lamar lah. Gak usah pakai ribet apalagi sempat bikin calon istri kamu itu sedih. Aku yakin Tante Ayu sempat mikir kamu itu sudah gila. Giliran Aiza ngungkapin perasaanya, kamu malah nolak. Sudah gitu pakai acara suruh cepat lagi. Tiga hari Vin. Tiga hari... Astaga!!"
"Terus kenapa? Terlalu cepat? Ah terserah lah. Tiga tahun aku menunggu dan tidak masalah jika menikah dalam waktu tiga hari kedepan."
"Kenapa sih pakai buru-buru gitu? Aiza sudah mengungkapkan perasaannya. Aku yakin dia akan sabar menunggu kamu sampai kondisi kamu benar-benar pulih dan menerima bantuan donor mata."
"Malas ah. Sudah gak tahan mau halalin Aiza. Terus deketin dia. Meluk dia dan pegang dia."
"Apanya yang dipegang?" tanya Devian yang sok pura-pura polos.
Meskipun arvino menutup sebagian wajahnya menggunakan lengannya. Tapi Devian tidak menyangka jika saat ini Arvino memasang raut wajah smirknya. "Banyak yang dipegang. Gak tangan aja. Kalau sudah halal mah bebas."
Hening sejenak dan akhirnya Devian dan Arvino pun terbahak bersama. Sebuah obrolan yang sebenarnya tidak penting namun ada rasa syukur tak terkira jika dalam penantian yang panjang, ada usaha yang akan di raih. Sebuah pernikahan yang akan ia lakukan bersama seorang wanita yang ia cintai. Siapa lagi kalau bukan Aiza.
๐ค๐ค๐ค๐ค
Dasar para pria kalau sudah Ngobrol-ngobrol kearah sana ๐๐๐๐
Alhamdulillah akhirnya mereka mau nikah. Siapa yang seneng. Wkwkw
Author mah malah bahagia ๐
Terima kasih sudah baca ya๐ค