Chereads / SHAMELESS / Chapter 23 - 23 | BITE THE BULLET (end)

Chapter 23 - 23 | BITE THE BULLET (end)

Meserati itu tiba di depan rumah besar berwarna kelabu dan putih dengan gaya minimalis. Lucas membukakan pintu untuk Angela, ia memberikan tanda kepada wanita berambut merah anggur itu untuk turun, namun sayangnya yang dimaksud masih dalam mode keras kepala. Wanita itu menolak untuk turun.

"Turun atau kugendong," kata Lucas menghela nafasnya, "kau pilih sendiri."

Angela membelalakan matanya, ia sangat tidak suka dengan sifat Lucas yang satu ini. Terlalu menuntut, pria itu tahu jika memiliki kuasa penuh atas dirinya saat ini.

"Aku bisa turun sendiri," jawab Angela dengan menarik jaket dan tasnya.

Marcus kemudian memasukan maserati itu ke dalam garasi, meninggalkan Lucas dan Angela yang berjalan sendiri memasuki pekarangan kecil. Angin malam itu cukup dingin, Angela ingin segera masuk ke dalam rumah, mandi, dan segera tidur, ia tidak ingin berlama-lama dengan Lucas.

Lucas membuka pintu rumahnya, menyalakan semua lampu hingga membuat silau mata Angela. Ruangan itu terbilang sangat sederhana dengan semua kombinasi warna kelabu putih. Seorang wanita paruh baya berlari dari belakang rumah dan memberikan hormat kepada Lucas.

"Ganti bajumu, kita bicara setelah ini." Perintah Lucas kepada Angela dengan melepas pakaiannya. "Berikan dia pakaian yang layak, kaos, kemeja atau apalah itu. Ambil saja dari almariku." Perintahnya kembali kepada pelayan wanita itu.

"Baik, tuan." Jawab wanita itu, "mari nona, saya antarkan."

Angela melipat tangannya di dada, ia berjalan mendekati Lucas, "aku menolak berbicara denganmu," ujarnya, "aku tidak ingin bercinta denganmu." imbuhnya sinis yang kemudian berjalan menyusul pelayan Lucas.

"Heh, padahal sudah frustasi begitu." Gumam Lucas santai dengan menuangkan wiski ke gelas.

Angela menaiki tangga cantik berkelok untuk bisa mencapai kamar Lucas di lantai dua. Begitu ia tiba di lantai dua, ia langsung disambut dengan ruang keluarga yang nyaman dengan televisi dan sofa empuk berwarna merah kelabu, ia kemudian diantar ke sebuah ruangan khusus yang berisi banyak pakaian milik Lucas.

"Ini semua milik Lucas?" tanya Angela kepada pelayan itu.

"Anda bisa memanggil saya Hart, nona-"

"Vernon." Timpal Angela.

"Semua ini memang benar milik tuan Scorgia, nona Vernon," wanita itu kemudian sibuk mencarikan pakaian untuk Angela.

Sementara Angela masih terkagum-kagum dengan interior ruangan itu, seluruh pakaian disetrika dengan sangat rapi, semuanya digantung, hanya ada beberapa pakaian yang tidak penting saja yang dilipat rapi. Mata zamrudnya membulat saat ia melihat sebuah laci kaca yaang berisi penuh dengan dasi.

"Dia benar-benar tidak membutuhkan hadiah dasi nantinya." Gumam Angela.

Tangannya berhenti tepat pada koper kecil yang berisikan banyak arloji dengan merk-merk mahal lainnya. Ia kemudian berjalan mendekati almari yang penuh dengan sepatu-sepatu yang telah di lap hingga mengkilat. Pria ini benar-benar sangat kaya.

Tanganya kembali berhenti ke sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan lambang S aestetik yang diukir pada tutup kotak kayu itu. Ia penasaran, namun saat ia mencoba untuk membukanya, Hart memanggilnya.

"Saya rasa saya menemukan kemeja yang cocok untuk anda, semoga tidak terlalu besar," kata Hart.

Angela menerima kemeja itu dan mencoba untuk mencocokannya ke tubuhnya, ia berdiri di depan cermin untuk memastikannya.

"Lumayan," gumam Angela.

"Jika begitu, biarkan saya membantu anda untuk membawakan barang-barang anda, nona Vernon." Ujar Hart dengan membawakan tas dan jaket Angela.

"Sebelum itu aku ingin mandi dulu." Pinta Angela saat mereka berjalan keluar dari tempat itu. Hart membawa Angela masuk ke dalam kamar besar yang penuh dengan peralatan berwarna kelabu.

"Tentu saja, apakah anda ingin berendam air hangat? Saya akan segera siapkan-"

"Tidak, tidak perlu." Sahut Angela memotong ucapan Hart. "Aku ingin mandi biasa saja."

Hart kemudian menggantungkan kemeja itu di sebelah ranjang besar nan empuk di hadapan Angela, wanita itu kemudian menyalakan aromaterapi di dalam kamar mandi, setelah itu ia menyiapkan handuk dan juga sandal rumah berwarna putih berbulu.

"Panggil saya jika anda menginginkan sesuatu, Nona." Kata Hart dengan membuka pintu.

"Apakah tuan Scorgia akan tidur di tempat ini juga?" tanya Angela.

"Saya tidak tahu, Nona. Tapi kami memiliki tiga kamar kosong, jika anda tidak ingin beristirahat di sini, saya bisa mencarikan anda kamar yang lainnya."

"Tidak apa, aku akan tidur di sini saja, selamat malam, Hart."

"Selamat malam, Nona Vernon." Jawab Hart dengan menutup pintu kamar.

Tanpa berbasa-basi, Angela kemudian duduk di ranjang, ia kemudian melepas sepatunya yang entah sejak kapan sangat licin. Angela menoleh ke sekitar kamar itu, diambilnya handuk yang disiapkan oleh Hart untuk mengelap kakinya.

Setelah itu Angela berjalan pelan ke arah kamar mandi, di lepasnya gaun itu dan kemuidan ia memutuskan untuk mendinginkan tubuhnya dengan air dingin dari shower. Ia memutuskan untuk mencuci rambut dan tubuhnya, sebelum akhirnya ia tidur. Ia harus segera tidur, sebelum Lucas iseng masuk ke dalam kamarnya dan mengganggunya.

Angela menyelimuti tubuh dan rambutnya dengan handuk. Kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan bersenandung. Ia sengaja bersenandung bukan karena hatinya sedang santai ataupun senang, itu untuk mengalihkan perhatiannya atas efek obat yang diberikan Umut kepadanya.

"Moodmu sudah bagus?" tanya Lucas yang tiba-tiba membuat Angela terkejut.

Pria itu duduk di kursi dekat jendela dengan membawa gelas bir di tangannya, ia menyesapi minumannya dengan menatap gerak gerik Angela.

"Ya, sepersekian detik yang lalu." Jawab Angela tenang. Ia berjalan menuju ke gantungan baju letak kemejanya di gantung. "Bisakah kau keluar? Aku ingin mengganti bajuku."

"Ini kamarku."

"Baiklah aku akan pindah ke kamar lain." Kata Angela dengan mengambil kemeja itu, ia kemudian berjalan mendekati pintu kamar.

"Kamar yang lain juga kamarku." Kata Lucas yang sukses menghentikan langkah kaki Angela.

Angela mengangguk pelan, ia tidak ingin memprovokasi mentalnya sendiri dan harus bersikap tenang. "Baiklah, aku rasa kamar mandi adalah tempat yang pas-"

"Ganti saja di sini." Potong Lucas.

Angela menghela nafasnya, "tidak dengan kau di sini."

"Mengapa kau bertindak sok polos begitu, Angela? Kita berdua bukan orang asing."

Tapi tetap saja, mengganti baju di depan pria? Angela bahkan belum pernah melakukan hal itu meskipun bersama dengan Noel. Apakah Lucas sudah gila?

Tenangkan dirimu, Angela. – pikir Angela sembari menghela nafasnya.

"Aku rasa aku tidak memiliki pilihan lain." Gumam Angela dengan melepas handuknya, dilihatinya Lucas yang masih duduk di kursi.

Pria itu duduk dengan tenang sembari menyesapi minumannya, mata merahnya mengintimidasi Angela, meneliti setiap inchi tubuh Angela tanpa berkedip, bahkan saat Angela berjalan untuk memakai kemejanya dan mengeringkan rambutnya dengan handuk, Lucas masih saja terus menatap Angela.

"Berhenti," jawab Lucas saat Angela hendak mengancingkan kemejanya.

"Apa?"

Lucas kemudian berdiri dan lalu berjalan mendekati Angela, tangan besarnya masuk ke dalam kemeja Angela perlahan dan seketika itu ia menarik kemeja itu turun.

"Lucas, apa- aduh."

Sebuah memar kecil muncul di pundak bagian kiri Angela, wanita itu mengaduh pelan saat ia menyentuhnya. Lucas kemudian melirik ke belakang telinga kiri Angela, sebuah luka memerah bekas gigitan muncul diantara rambut gelap itu.

"Apakah dia memukulmu dan mengigitmu di sini?" tanya Lucas.

"D-dia memang benar memukulku. Aku tidak ingat dia mengigitku," kata Angela setengah kebingungan. Dadanya terus berdebar, apakah efek obatnya masih ada?

Tangan besar itu kemudian turun ke pinggang Angela, mengusap pelan bagian sensitif itu dengan menatap mata Angela dalam, "dimana dia keluar?" tanyanya.

"Huh?" Angela bingung, ia tidak mengerti maksud pertanyaan Lucas.

"Di dalam atau di luar?" tanyanya lagi.

Angela mengejapkan matanya, butuh waktu beberapa detik Angela baru bisa memahaminya.

"Di luar," jawab Angela mengejapkan matanya, ia tidak percaya akan menjawab pertanyaan Lucas, "di punggung dan perutku." Selengkap itu.

"Tidak heran kau menggila seperti tadi," gumam Lucas dengan mengusap luka dan memar Angela.

"Apa yang sedang kau rencanakan, Lucas?"

"Aku sedang menimbang-nimbang, apakah aku harus membunuhnya atau tidak."

"Heh, kau bukanlah mafia, Lucas. Jangan bertindak penuh kuasa seperti itu."

"Bagaimana jika aku memang benar mafia?"

Angela menoleh ke arah Lucas, di tatapnya mata merah itu. Ia kemudian tertawa dan menggelengkan kepalanya, "tidak, kau hanyalah presdir bodoh yang sedang terobsesi dengan tubuhku."

"Manis," komentar Lucas sekilas, ia mengangkat kepala Angela, mencium bibirnya perlahan. Cukup lama tanpa membuat pergerakan sedikitpun.

Dada Angela kembali berdebar-debar, tubuhnya kembali memanas, Lucas tidak melakukan apapun selain menciumnya. Angela gemas, sepersekian jam yang lalu ia takut akan bercinta lagi dengan Lucas, namun, entah mengapa ia harus menjilat kembali ludahnya. Tidak bisa menolak pesona si iblis, Angela yakin menginginkannya sekarang.

Angela melingkarkan kedua tangannya ke leher jenjang itu, meremas rambut perak itu perlahan, memohon agar Lucas melakukan hal lebih selain mengaitkan bibir mereka. Tapi tanpa disangka, pria itu malah melepas ciumannya, hal itu sukses membuatnya kebingungan. Lucas menurunkan tangan Angela dari lehernya.

Setelah itu, mengeluarkan sebuah kalung dari saku kejemanya, kalung berwarna perak dengan gantungan berupa cincin pertunangan Angela, pria itu kemudian mengalungkan cincin itu ke leher Angela. Setelah itu, ia mengecup pipinya – yang Angela salah artikan sebagai tanda berciuman lagi.

"Aku kembali bekerja," kata Lucas dengan mengusap kepala Angela pelan, pria itu kemudian berjalan keluar kamar, "aku sudah memindahkan dananya ke rekening Silver Oak. Kau bisa istirahat sekarang." Lanjutnya yang kemudian menutup pintu kamar itu.

Angela terduduk di ranjangnya dengan kebingungan. Apa itu tadi? Mengapa Angela merasa kecewa?

Ia berdecak kesal, "padahal aku rela menjilat ludahku sendiri untuk bisa melakukannya lagi." Gumamnya dengan mengigit kuku jempolnya. Perubahan mood Lucas benar-benar tidak bisa diprediksi olehnya.

*

Pagi itu, Hart masuk ke dalam kamar Angela perlahan, ia meletakan nampan yang berisi teh hangat dan juga sarapan, setelah itu ia membuka tirai jendela. Cahaya matahari pagi itu menyeruak masuk, membuat Angela seketika terbangun karena silau.

"Selamat pagi, nona Vernon," sapa Hart dengan lembut.

Angela mengucek wajahnya dan perlahan-lahan duduk bersandar bantal, "selamat pagi, Hart." Ia masih berusaha menutupi matanya yang masih terasa silau. "Jam berapa sekarang?"

"Pukul delapan pagi, nona." Jawab Hart dengan mengambil handuk-handuk basah bekas Angela semalam. "Tuan Scorgia ada meeting pagi ini, jadi saya mempersiapkan sarapan anda di meja. Beliau juga berpesan kepada saya, jam kerja anda fleksibel, jadi jika anda ingin berangkat kerja, saya sudah menyiapkan pakaian untuk anda. Tuan juga telah mengutus seseorang untuk mengantarkan anda bekerja."

Angela mengernyitkan dahinya, "meeting? Sepagi ini?"

Hart mengangguk pelan, ia kemudian meninggalkan Angela sendiri di kamar.

Diliriknya nampan yang ada di meja seberang ranjangnya, Angela kemudian berjalan malas dan duduk di kursi. Ia memutuskan untuk menyesapi teh sebelum mencicipi roti bakar wangi itu. Rasa tehnya sangat enak, tidak terlalu manis dan pahit, Angela rasa ia telah jatuh cinta dengan teh buatan Hart.

Menit berikutnya, Angela telah siap dengan pakaiannya yang rapi. Tak lupa ia menggulung rambutnya dengan tusuk konde. Setelah itu ia memakai sepatunya. Angela berdiri di depan cermin, memandangi dirinya, ia tersenyum begitu melihat dirinya, Lucas tidak pernah salah memilihkan baju untuknya.

"Ini sih terlalu rapi untukku yang seorang pengasuh," kata Angela setengah tertawa.

Angela turun ke lantai satu, berpamitan kepada Hart dan kemudian berangkat ke Silver Oak. Sebelum itu, ia meminta untuk diantarkan ke bank terlebih dahulu, ia ingin mengecek dana yang disebutkan oleh Lucas kemarin malam.

Mata hijaunya membulat ketika ia melihat mutasi masuk ke rekeningnya, total dana yang diberikan oleh Lucas senilai tiga kali lipat dari sebelumnya. Ia masih tidak percaya, pria itu benar-benar menepati janjinya, mengembalikan cincinnya dan juga dana Silver Oak.

Ponselnya berdering saat ia melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil, sebuah pesan telah masuk ke ponselnya.

Dari : Iblis Putih : Apa kau sudah mengeceknya?

Untuk : Iblis Putih : Sudah kucek, apa kau gila? Jumlah ini telalu banyak untuk panti asuhan kecil seperti kami.

Dari : Iblis Putih : Anggap saja sisanya adalah hasil kerja kerasmu semalam, aku harus berterima kasih kepadamu.

Untuk : Iblis Putih : Aku bukan pelacur! Dasar orang kaya gila!

Dari : Iblis Putih : Sama-sama, Angela.

Angela memasukan ponselnya ke dalam tas dengan kesal, mulutnya tidak berhenti meracau. Ia masih kesal, secara tidak langsung, Lucas menganggapnya sebagai pelacur.

"Moodku hancur," geram Angela dengan meniup poninya.

*

6 hari kemudian.

Sore itu, setelah mengajar anak-anak, Angela memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar ke kota, membeli bunga dan buah-buahan, kemudian berakhir di rumah sakit. Ia mengetuk pintu kamar nenek Elena perlahan, sayangnya wanita tua itu masih tertidur, info dari Tina pagi ini, nenek Elena telah siuman, tapi beliau harus banyak beristirahat.

Karena tidak bisa berbincang lama dengan nenek Elena, Angela memutuskan untuk mengganti bunga saja. Setelah itu ia keluar dan berpamitan kepada Tina. Angela memutuskan untuk memesan taksi online karena sore itu tetiba hujan turun deras, diambilnya ponsel miliknya dari dalam tas. Ponsel itu telah lama mati sejak kemarin sore.

Ia terkejut, ada lima panggilan tidak terjawab dan sepuluh pesan masuk dari Noel sejak kemarin malam. Angela menepuk jidatnya, ia tidak memberi kabar kepada Noel, sudah pasti pria itu khawatir dengannya. Angela memutuskan untuk menelepon Noel.

"Halo, Noel."

"Ya Tuhan, Angela. Mengapa aku sulit sekali menghubungimu? Apa kau tidak apa-apa?" tanya Noel dari seberang sana.

Angela menyisir poninya ke belakang, "maafkan aku, Noel. Aku belum mencharge ponselku semalam, aku juga sangat sibuk akhir-akhir ini. Maaf jika membuatmu khawatir."

"Syukurlah kalau begitu, apa kau sudah makan sore ini?" tanya Noel.

"Ya, aku sudah makan." Jawab Angela.

"Aku ingin memberitahumu, kemarin aku mendapat kabar dari butik tempat kita memesan baju, mereka bilang baju kita sudah selesai dijahit. Apa kau tidak ingin melihatnya ke sana?" tanya Noel lagi.

Angela mengangguk pelan, "ya, aku akan melihatnya setelah ini."

Mata zamrudnya membulat saat ia melihat plat nomor mobil yang ia kenal masuk ke dalam halaman rumah sakit. Dadanya berdebar-debar saat mengetahui mobil itu bermerk Maserati kelabu. Mobil itu berjalan menghampirinya, ia tertegun saat ia melihat Marcus keluar dari mobil itu. Diliriknya kursi bagian penumpang, tidak ada siapapun, Marcus terlihat membukakan pintu untuk Angela.

"Angela? Angela? Apa kau baik-baik saja?" tanya Noel yang masih menyambung.

"Y-ya aku baik-baik saja."

"Mengapa kau diam saja? Apa disana terjadi sesuatu?"

Angela menggelengkan kepalanya, "tidak, tidak apa-apa, Noel. Aku baik-baik saja, ngomong-ngomong, aku akan menguhubungimu lagi nanti."

Angela memutus sambungan teleponnya. Diliriknya Marcus yang terus berdiri dengan memegang pintu mobil, sepertinya pria itu ingin Angela segera masuk ke dalam mobilnya. Perlahan-lahan Angela masuk ke dalam mobil itu. Marcus terlihat menutup pintu mobil dan kemudian mobil itu melaju meninggalkan rumah sakit.

"Tuan Scorgia ingin menemui anda malam ini di rumahnya," jawab Marcus tegas.

-Bersambung ke Chapter #24-