Sean menghentikan kegiatan menulisnya, manik matanya melirik ke arah pasien lamanya yang sedang berjalan-jalan memperhatikan koleksi antiknya. Sesekali pasien itu memegangi buku-buku yang berjejer rapi pada rak buku besar di ujung ruangan.
"Kau.." suara Sean mengambang sebelum akhirnya melanjutkan, "bilang apa tadi, Angela?"
Angela membalikan badannya sesaat kemudian, lalu tersenyum menanggapi kebingungan Sean, si dokter. Ia tak menanggapinya, langkah kakinya terus membawanya ke jendela besar yang ada di belakang Sean, matanya mengejap pelan ketika melihat langit di luar yang perlahan-lahan menjadi kelabu. Tangannya menyentuh kaca jendela, seketika ia merasakan rasa dingin pada kaca jendela itu, menandakan sebentar lagi akan turun hujan.
"Angela?" panggil Sean dengan menolehkan kepalanya.
"Aku bilang, aku akan melanjutkan ceritaku lagi." Jawab Angela tanpa menoleh ke arah Sean.
Sore itu, setelah ia merasa sehat kembali, Angela memutuskan untuk tidak mengajar anak-anak Silver Oak dan pergi ke rumah si dokter untuk mengambil sesi konsultasi. Angela bukanlah tipe pasien yang suka membuat janji kepada Sean, ia lebih suka datang ke rumah dokter itu tanpa pemberitahuan.
Sean mengejap-ngejapkan matanya, "baiklah."
"Dari mana tadi?" pikir Angela dengan memegang dagunya.
"Dari enam hari setelah kejadian pesta di kediaman Tuan Umut." Jawab Sean santai dengan terus menulis.
"Oh ya betul," Angela mengangguk pelan. "Setelah kejadian di rumah Umut, aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya, dokter. Bahkan aku tidak bisa menghubungi ataupun menemuinya di kantor, bukan karena aku merindukannya, aku ingin menagih janjinya untuk mengembalikan beasiswa Stefanie," Angela mulai bercerita, "aku mulai putus asa dan juga sempat berpikir apakah aku harus melakukan sesuatu lagi untuknya?"
"Kau akan melakukan apa?" tanya Sean.
Angela menggelengkan kepalanya, "aku tidak tahu, dokter," Angela kemudian menatap ke luar jendela, "keadaan itu semakin diperkeruh dengan hilangnya Ryan dari panti asuhan selama dua hari lamanya. Apa kau tau, dokter? Aku merasakan panik yang sama lagi."
"Lagi?"
"Ya." Jawab Angela singkat. "Aku masih ingat kondisi langit sore itu sama seperti hari ini, gelap dan mendung, aku masih ingat bau lembabnya. Saat itu aku keluar dari rumah sakit setelah aku mengunjungi nenek Elena dan aku melihat Maserati kelabu datang masuk ke halaman rumah sakit."
Sean terus menulis dengan mendengarkan Angela.
"Saat aku mengerti siapa pemilik Maserati itu, hatiku berdebar-debar, tanganku gemetar dan berkeringat, ternyata aku dijemput oleh sekretarisnya, dokter." Angela menolehkan ke arah sang dokter, "aku sadar akan satu hal, dia sedang membutuhkanku."
Sean menghentikan kegiatan menulisnya, suara Angela terdengar aneh di telinganya. Ia memutuskan untuk menoleh pelan-pelan ke arah Angela. Ia membelalakan matanya ketika melihat Angela.
*
Enam hari setelah kejadian pesta di kediaman Umut.
Angela turun dari mobil ketika Marcus membukakan pintu untuknya, seketika ia merasakan angin dingin berhembus mengenai kaki jenjangnya. Angela kemudian menutup jaket kulitnya untuk membuat tubuhnya lebih hangat. Ia kemudian berjalan cepat masuk ke rumah Lucas tanpa berpikir panjang, ia tidak mengira udara akan sedingin sore ini.
Hart menyambutnya dengan penuh kehangatan, ia kemudian membawa Angela melewati koridor rumah mewah Lucas, kemudian mereka tiba di depan sebuah pintu berwarna cokelat gelap. Hart mengetuknya perlahan sebelum akhirnya membuka pintu, dan mempersilakan Angela masuk.
Ruangan itu mungkin bisa di sebut sebagai ruang membaca. Angela membuka resleting jaketnya begitu tahu jika ruangan itu di pasang pemanas. Ruangan itu hanya memiliki satu penerangan saja berwarna kuning, itupun hanya digunakan oleh Lucas seorang diri sembari membaca. Pria itu duduk santai di sofa kelabunya, matanya terus terfokus ke arah buku bersampul kuning.
Angela kemudian melempar tasnya ke sofa di hadapan Lucas, hal itu berhasil membuat Lucas mengalihkan perhatiannya dari buku bersampul kuning itu.
"Kau sudah datang?" sapa Lucas dengan menutup bukunya.
"Ya, sepersekian menit yang lalu," jawab Angela. "Mengapa aku sulit sekali menghubungimu?"
"Ada apa? Apa kau sudah mulai menyukaiku?" tanya Lucas santai.
"Maksudmu, menyukai orang yang telah melakukan tindakan amoral kepada sekretarisnya sendiri?" sarkas Angela dengan menyibak rambutnya ke belakang. "Aku bersyukur aku telah bertunangan, aku tidak akan tergoda, Lucas. Terima kasih."
Lucas tertawa, ia menyukai sarkas Angela. "Oh, apakah kau cemburu?"
"Jangan bercanda, aku hanya ingin beasiswa Stefanie kembali dan Ryan bekerja di tempat baik." Lirik Angela tajam. Lucas tersenyum mendengar ucapannya.
Angela kemudian menyilangkan kakinya, tanpa sadar mengekspos kaki jenjangnya. Melihat itu, Lucas menarik nafasnya dan meremas pegangan tangan pada kursinya.
"Mengapa kau memanggilku kemari?" tanya Angela.
"Harun Yuksel mengundangku ke acara pesta di rumahnya-"
"Biar kutebak," sahut Angela memotong ucapan Lucas. "kau ingin membawaku sebagai Sofia."
"Harun sendiri yang memintaku."
Angela menghela nafasnya, "kau akan menyuruhku menidurinya lagi."
"Tentu tidak, jika kau ingin silakan saja." Goda Lucas.
"Tidak, terima kasih."
Lucas tertawa pelan, ia kemudian berdiri dan berjalan ke arah rak buku besar di sebelahnya. Ia kemudian mengembalikan buku bersampul kuning itu ke tempatnya, setelah itu ia berdiri cukup lama di sana, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Keheningan kembali menyelimuti keduanya, setelah cukup lama berdiri di rak buku itu, Lucas memutuskan untuk kembali duduk ke kursinya.
"Mengapa kau diam saja, Angela? Apa yang kau risaukan?" tanya Lucas.
"Kau tidak mengembalikan beasiswa Stefanie, Ryan telah pergi dari rumah dua hari yang lalu," Jawab Angela. "Dua hal itu membuatku kebingungan."
Lucas menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, ia kemudian melambaikan tangannya, "kemarilah, Angela."
"Apa?"
"Kemarilah."
Angela kemudian berdiri dan berjalan ke arah Lucas, tangan pria itu menarik tangan Angela dengan lembut, kemudian ia membawa Angela ke pangkuannya. Kini mereka saling berhadapan dengan tubuh yang semakin dekat, Lucas menyelipkan anak rambut ke telinga wanita itu.
"Kau sangat bersikeras membahagiakan orang lain, padahal kau sendiri belum tentu bahagia." Kata Lucas.
"Aku sebentar lagi akan menikah, tentu aku akan bahagia." Jawab Angela ketus.
Lucas kemudian memeluk pinggang Angela, terpukau dengan ketenangan yang dimiliki Angela saat ini. Seolah-olah telah terbiasa dengan segara sentuhnya, mimik wajahnya terus memasang ekspresi datar kepadanya.
"Apa pemanasmu tidak terlalu panas, Lucas?" tanya Angela dengan melihat pemanas yang ada pada ujung ruangan.
"Aku rasa iya, aku juga merasa panas." Jawab Lucas menyetujui ucapan Angela.
Tangannya mulai memainkan rambut panjang Angela, sementara mata merahnya terus beradu pandang. Ia mengecup rambut itu dan sesekali menarik tubuh Angela untuk lebih mendekat kepadanya.
"Beasiswa Stefanie akan kukembalikan besok-"
"Tapi, kau membutuhkan bantuanku." Potong Angela.
Lucas menelan ludahnya, bibir merah muda itu nakal, sekali Angela menjawab ucapannya, bibir itu terbuka dengan sensual dan terlihat menggoda, Lucas ingin sekali menjinakan bibir itu. Ia kemudian menyentuh bibir Angela dengan ibu jarinya.
"Aku sangat membutuhkan bantuanmu, Angela. Bukan sebagai Angela Vernon, tapi sebagai Sofia." Ibu jarinya mengusap bibir Angela perlahan.
"Tuh kan, apa kubilang." Angela memegang tangan Lucas, ia menjauhkan tangan itu dari bibirnya.
"Aku akan membayarmu, Angela, jika kau mau." Ujar Lucas, tangannya kini mengarah ke rambut Angela yang menutupi lehernya. Lucas kemudian memberikan kecupan mesra pada leher itu. "Sebutkan saja nominalnya."
"Beasiswa Stefanie, Lucas. Kembalikan beasiswanya dulu." Angela menutup matanya, ia menahan kecupan panas pada lehernya.
"Katakan ya jika kau bersedia membantuku, Angela." Suara Lucas terdengar prau, pria itu kemudian membuka jaket Angela, membuangnya ke bawah dan kemudian melanjutkan kegiatannya. Mengecup leher perhalan-lahan, sembari mengusap-usap paha Angela.
Sialnya, Angela menutup matanya, terlena dengan perlakuan Lucas, desahan kecil meluncur begitu saja dari mulutnya. Ia tidak berpikiran untuk menolak perlakuan Lucas kepadanya.
"A-apa yang harus dilakukan oleh Sofia?" tanya Angela mencoba menguatkan dirinya kembali.
"Katakan ya dulu." Lanjut Lucas, kini tangannya masuk ke dalam roknya, meraba-raba bagian bawah Angela berlahan. Angela menarik nafasnya saat ia merasakan jari besar itu masuk ke dalam celana dalamnya.
"Lucas, tunggu.. kita bicara dulu.." Angela mencoba mendorong tubuh Lucas. Tapi terlambat, ia merasakan jari itu masuk ke lubang vaginanya. "Lucas!"
Lucas mengangkat kepalanya, "apa?"
"Apa yang kau lakukan?" tanya Angela. "Berhenti bergerak di sana.."
"Apa yang sedang kulakukan?" tanya Lucas, matanya mengamati ekspresi Angela dari dekat, ia puas melihat wanita itu kebingungan seperti ini, "aku memasukan satu, ah tidak, sekarang dua jariku ke dalam vaginamu," terang Lucas setengah berbisik di telinga Angela, "dan dua jariku sedang bermain-main di dalam sana, keluar masuk seperti ini."
Angela menegang, ia berusaha menahan gairah yang bergejolak, tubuhnya sudah terlalu panas dan lemas, namun otaknya menyuruhnya untuk terus berpikiran logis. Ditatapnya mata merah yang terus menelanjangi dirinya, ia tidak ingin kalah darinya, itu yang dia pikirkan saat ini.
"Lalu dua jariku berputar seperti ini," lanjut Lucas dengan membuat gerakan yang sama seperti yang ia ucapkan. "Ada apa? Apa kau suka yang seperti ini?" tanyanya kembali dengan mempercepat gerakan tangannya.
"Kau licik.." ucap Angela setengah mendesah.
Lucas mengangkat dagu Angela dengan tangan satunya, "jangan ditahan, Angela. Kau sudah sebanjir ini." Ia mencari-cari wajah Angela yang tertutup oleh rambut panjangnya, "lihat aku, Angela."
Angela menyisir rambutnya ke belakang, kepalanya setengah menengadah, membuat leher dan dadanya terekspos, dress sederhana dengan potongan dada rendahnya membuat Lucas semakin bergairah.
"Biarkan aku menciumnya, Angela, seperti ini," kata Lucas dengan menciumi dada Angela.
Sedangkan Angela, ia masih kebingungan dengan sensasinya, tidak ada perlawanan, tubuhnya tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Ia mengerang saat merasakan sakit pada dadanya, Lucas menggigit permukaan kulitnya hingga meremang, meninggalkan warna kemerahan di sana.
"Astaga, Angela, jangan kau tahan, sayang." Goda Lucas di telinga Angela.
Angela meremas rambut Lucas dan memeluknya tanpa sadar, Lucas tahu bagaimana bermain dengan vaginanya, pria itu tahu bagaimana membuat Angela menelan kembali segala penolakannya.
Dalam hatinya, ia mengutuk semua tubuhnya yang terus mengikuti alur permainan Lucas, ia juga mengutuk mulutnya yang tidak pernah berhenti mendesah dan mengerang keenakan. Angela adalah wanita yang akan segera menikah, namun, ia masih bermain-main dengan pria lain saat ini. Jika, Lucas merekam kegiatan malam ini lagi, dan jika ia memberontak lalu Lucas mengirimkan videonya kepada Noel, entah apa yang harus ia lakukan lagi.
"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Lucas lagi. Angela mencoba untuk berbicara, namun Lucas malah memasukan satu jarinya lagi. "Fokus kepadaku, Angela, fokuslah kepadaku."
Angela meremas pakaian Lucas, sepertinya ia akan mencapai batasnya.
"Y-ya.. ahh.." ucap Angela kemudian.
"Ya untuk apa?"
"A-aku akan membantumu."
Lucas menyeringai puas, ia kemudian menghentikan gerakan tangannya seketika, membuat Angela terkejut. Lucas mencium bibir Angela sekali lagi, masih dengan ciuman liar dan penuh gairah. Ia menepuk-nepuk mulut vagina Angela dan kemudian memasukan paksa tiga jarinya ke mulut Angela.
"Rasakan sendiri, itu adalah cairan milikmu, Angela." Bisik Lucas. Angela meremas tangan Lucas, jemarinya terus mengobrak-abrik mulutnya.
Setelah cukup lama, Lucas kemudian menarik tangannya, di lihatnya Angela yang setengah dalam kondisi pasrah. Pakaian yang sudah berantakan, rambut yang tidak beraturan, nafas yang memburu, bibir yang sensual, serta kondisinya yang sudah super basah.
Rasanya Lucas ingin melanjutkan lagi kegiatan mereka, bahkan ia berpikir celananya telah berubah menjadi super sempit dan ketat seperti saat ini. Sayangnya, ia tidak bisa membuang rasa egoisnya, ia ingin Angela menjadi miliknya, oleh karena itu, ia sengaja tidak melanjutkannya.
"Marcus akan mengantarmu pulang," kata Lucas dengan menurunkan Angela ke sofa di sebelahnya.
"Apa?" Angela terkejut mendengarnya.
"Aku akan memberitahumu apa yang akan kau kerjakan besok untukku, Angela. Sekarang sudah malam, istirahatlah." Lanjut Lucas, di belainya pipi Angela, "aku tidak ingin Sofia terlihat kelelahan untuk besok." Ia mengecup bibir Angela.
Angela tidak ingin melepasnya, di peluknya kepala Lucas, berharap pria itu akan terus menciumnya dan kembali melanjutkan kegiatan mereka. Namun, sayangnya, Lucas melepas kedua tangan Angela, menurunkannya hingga ke atas pahanya. Pria itu mengecup pipi kanannya perlahan.
"Selamat malam, manis," sapanya. Lucas kemudian keluar dari ruang belajar, meninggalkan Angela sendirian.
Angela masih terduduk diam setengah tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Lucas kepadanya. Pria itu sengaja membuat Angela menyutujui permintaannya dengan menyerangnya secara seksual, bahkan setelah ia menyetujuinya, Lucas tidak melanjutkannya. Padahal, Angela sudah berada di ujung tanduk selama beberapa detik yang lalu.
"Mengapa begini?" gumam Angela resah saat melihat kakinya yang gemetaran.
Ia mengusap wajahnya, ada rasa tidak terima dari dalam hatinya. Angela menginginkan yang lebih, bukan hanya sekedar bermain-main dengan gairah seksualnya seperti ini. Sialnya lagi, Lucas telah melakukannya untuk yang kedua kalinya. Malam ini yang paling parah menurutnya.
Dengan kesal, Angela membetulkan pakaian dan rambutnya, ia lalu mengambil jaket dan tasnya. Ia berjalan cepat keluar dari rumah Lucas, untungnya Marcus telah siap dan membukakan pintu mobil untuknya. Angela menghentikan langkahnya, ia lalu menoleh ke arah jendela kamar Lucas. Kamar itu gelap, namun, ia masih bisa melihat bayangan Lucas yang berdiri menatapnya. Angela membuang mukanya, ia kemudian masuk ke dalam mobil.
Selama perjalanan, Angela masih merasakan gejolak gairahnya meninggi. Kakinya gemetaran, rasanya hampir sama saat ia masih dalam pengaruh obat beberapa hari yang lalu. Secara tidak sengaja, Angela mendapati Marcus yang meliriknya dari kaca spion tengah mobil.
Ada pikiran nakal yang muncul dari dalam pikiran Angela, ia kemudian membuka kedua kakinya, menunjukan seberapa basahnya, ia bahkan membuka setengah dadanya menunjukan bekas gigitan Lucas. Semuanya ia tunjukan kepada Marcus secara cuma-cuma.
"Apakah aku terlihat sangat menyedihkan?" tanya Angela dengan santai.
Marcus tidak menanggapinya, pria itu membuang mukanya dan kembali fokus menyetir.
"Oke baiklah, kau adalah anak buah Lucas yang paling setia, untuk apa aku berbicara kepadamu," kata Angela lagi.
Satu jam kemudian, mereka tiba di depan gerbang apartemen Noel, Angela menolak bantuan Marcus untuk membukakan pintu mobil. Wanita itu keluar dari mobil dengan setengah menggerutu, ia bahkan membanting pintu mobil itu. Setelah itu, ia berjalan masuk ke area apartemen dengan cepat, meninggalkan Marcus yang terus mengamatinya dari dalam mobil.
Marcus kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Lucas, "Tuan Scorgia, Nona Vernon telah kembali ke apartemennya."
"Bagus, jemput dia besok di pukul sepuluh pagi," jawab Lucas dari seberang sana.
"Baik, tuan Scorgia."
-Bersambung ke Chapter 25-