Chereads / SHAMELESS / Chapter 18 - #18 | BITE THE BULLET VI

Chapter 18 - #18 | BITE THE BULLET VI

Angela berjalan masuk ke dalam rumah sakit, mata hijaunya terus menangkap wajah panik Ryan yang mencoba berjalan tenang di hadapannya. Seolah-olah terkena slow motion, Angela berjalan melintasi lorong-lorong putih itu.

Tangannya memegang erat ponsel, keringatnya mulai menetes, bibirnya bergetar seraya mencoba untuk menahan kekhawatiran dalam dirinya. Berita mengenai nenek Elena yang terkena serangan jantung dan terjatuh di kamar mandi cukup mengagetkan, apalagi kondisinya terlalu parah sehingga harus di rawat di rumah sakit.

Ryan berjalan cepat dan memeluk para pengasuh yang sedang menunggu di luar kamar nenek Elena. Angela juga ikut memeluk para pengasuh yang mulai menangis khawatir, diusapnya punggung wanita-wanita itu.

"Nenek langsung drop saat mendapat berita penghentian dana dari 'S Group ke Silver Oak. Dan saat ini ia sedang beristirahat, kak." Kata Tina, seorang pengasuh khusus untuk nenek Elena.

"Apakah ada keluarga Elena Taylor?" tanya seorang dokter berambut pirang yang muncul dari dalam kamar nenek Elena.

Angela mengajukan dirinya lebih dulu sebelum Ryan. "Saya, Angela Vernon, cucunya." Jawabnya.

"Boleh kita bicara sebentar?" tanya dokter yang kemudian mengantarkan Angela pergi dari tempat itu.

*

Ryan duduk di kursi dengan wajah setengah frustasi, ia memegangi kepalanya dan sesekali mengacak-acak rambutnya. Sudah sepuluh menit lamanya Angela meninggalkan mereka. Apa yang sebenarnya terjadi kepada neneknya? Apakah karena dirinya yang terlalu bekerja keras sehingga ia kurang memperhatikan kesehatan neneknya?

"Kak Ryan." Panggil Stefanie dari kejauhan dengan berlari.

Ryan berdiri dan menghampiri Stefanie, mereka saling berpelukan.

"Apa kau membolos hari ini?" tanya Ryan kebingungan begitu ia melihat Stefanie yang masih memakai seragam.

"Aku mendapat izin untuk datang kemari, bagaimana kondisi nenek?" Stefanie tidak bisa menyembunyikan air matanya. Diusapnya pipinya yang basah berkali-kali.

"Nenek sudah ditangani dengan baik, sekarang kak Angela sedang bersama dengan dokter." Terang Ryan sembari mengusap air mata di pipi Stefanie.

"Angela!"

"Angela!"

Ryan dan Stefanie menoleh ke arah Angela yang berjalan menghampiri mereka. Wajah Angela terlihat kusut, alih-alih membeberkan kondisi nenek Elena, Angela malah berjalan menuju ke pintu kamar dan mencoba mengintip ke dalam ruangan melalui kaca pintu.

Nenek Elena terbaring lemas, kata dokter, nafasnya masih lemah sehingga harus menggunakan alat bantu bernafas dengan tabung oksigen besar di sebelah ranjangnya. Kepalanya yang terbentur lantai kamar mandi, membuat luka yang cukup serius sehingga harus diperban. Nenek Elena memang sudah cukup tua dengan kondisi jantung yang telah lemah. Angela melirik alat pendeteksi aktivitas jantung yang ada di sebelah ranjang.

Nenek baik-baik saja, aktifitas jantungnya masih normal. Syukurlah. – Angela menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Kedua matanya memanas, sepertinya ia akan menangis, tapi tidak di sini! Tidak di hadapan adiknya, Ryan!

Ryan yang melihat Angela gemetaran, segera menepuk pundaknya.

Angela mengigit bibirnya, ia harus menahan emosinya. Ditutupnya matanya perlahan dan ia gigit bawah bibirnya menahan air mata yang akan keluar. Setelah itu, ia membalikan badannya, ia melemparkan senyuman lega kepada Ryan. Keduanya kemudian saling berpelukan.

"Nenek baik-baik saja, Ryan. Nenek baik-baik saja." Bisik Angela ke telinga Ryan dengan lembut.

Ryan membelalakan matanya. Ia kemudian menyambut pelukan Angela. "Ya, kak. Syukurlah."

"Kata dokter, nenek harus banyak-banyak istirahat dulu di sini sampai keadaannya pulih." Lanjut Angela. "Tidak apa-apa, jangan khawatir ya, dokter di sini sangat ahli dibidangnya."

Mendengar hal itu, seluruh pengasuh seketika merasakan kelegaan. Ada yang duduk dengan memegangi dadanya, ada yang kemudian menangis lega, ada juga yang memegangi kalungnya dan mengucap syukur kepada Tuhan.

Angela membukakan tangan kanannya kepada Stefanie, ia kemudian melambaikan tangannya. Stefanie berlari kecil ke arah keduanya, dan mereka bertiga berpelukan.

"Yang tenang ya.. cup cup cup.." ujar Angela dengan mengusap punggung keduanya. Ia mengecup pipi kedua adiknya dengan lembut.

*

Lucas menyesapi kopinya sembari menatap langit dari balik kaca ruang kantornya. Dadanya berdebar-debar saat ia membaca laporan yang diberikan oleh Daniele, ia terus membacanya untuk kedua kalinya. Ia mencoba untuk tersenyum dan mengendalikan adrenalinnya yang mulai mengalir deras, sayangnya senyuman itu malah terlihat seperti seringaian mengerikan.

"Hahahahaha." Tawanya saat melihat tangan kanannya gemetaran memegang cangkir kopinya. Ia mengusap wajahnya pelan.

Tiba-tiba saja Marcus datang masuk ke dalam kantornya. Lucas meliriknya dari pantulan kaca jendela, pria itu memberikan salam kepalanya.

"Tuan Scorgia, sesuai dengan perintah anda." Kata Marcus melaporkan. "Pendanaan untuk panti asuhan Silver Oak telah diberhentikan, kemudian beasiswa untuk siswa atas nama Stefanie Putman juga ditarik, kami juga telah memblacklist semua jenis aliran dana dan sosial untuk panti asuhan Silver Oak."

Lucas terdiam.

"Lalu, Nona Vernon hari ini bertemu dengan tuan muda Daniele." Lanjut Marcus.

"Apa?" Lucas membalikan badannya.

"Nona Vernon hari ini bertemu dengan tuan muda Daniele, mereka terlihat berdua di restoran cepat saji di tengah kota, Tuan." Ulang Marcus sedikit ketakutan, ia bisa merasakan hawa mengerikan dari atasannya.

"Daniele?" gumam Lucas dengan berkaca pinggang. "Apa yang sedang dilakukan oleh bocah itu?"

"Kami tidak bisa memastikannya, Tuan. Karena tuan muda Daniele dan Nona Vernon berada di ruangan tertutup, di toilet wanita." Imbuh Marcus.

Lucas menghela nafasnya, ia mengangguk memahami situasinya.

"Terima kasih, Marcus." Jawab Lucas dengan berjalan menuju ke meja kerjanya seraya mengambil ponsel yang ada di atas meja. Ia mengibaskan tangannya menyuruh Marcus pergi dari ruangan.

Ponselnya berdering saat ia sedang mencari nomor kontak Daniele. Lucas mengangkat teleponnya.

"Hai, Kak!" sapa Daniele dari seberang sana.

"Halo, Daniele." Jawab Lucas dingin.

"Kau pasti sudah mendengar mengenai pertemuanku dengan Angela, yaah itu benar." Jawab Daniele santai.

Lucas meremas ponselnya. "Lalu?"

"Aku tidak akan mencampuri urusan kalian, aku serahkan dendam keluarga kita kepadamu. Kau adalah kepala keluarga dan kau lebih berkuasa dari pada aku." Jawab Daniele penuh dengan keceriaan. "Sore ini aku kembali ke rumah. Jika kau membutuhkan tangan kotor untuk mengurus wanita itu, kau masih memiliki aku. Selamat bersenang-senang!"

Tuut tuut tuut.

Sambungan telepon terputus, meninggalkan Lucas yang hanya bisa terdiam di kursi kerjanya.

*

"Sesuai dengan ucapanku tadi, pendanaan ke Silver Oak telah diberhentikan, Kak." Beber Tina.

Saat ini Angela dan Tina sedang berada di kantin rumah sakit, keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing memegang minuman. Angela berniat untuk membicarakan tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada nenek sehingga membuat nenek terjatuh di kamar mandi.

Begitu Angela mendengarkan apa yang diucapkan Tina, mata zamrudnya membulat besar.

"Apa?" Angela mengejap-ngejapkan matanya, ia masih tidak percaya.

"Tiba-tiba saja pagi ini, nenek mendapatkan pesan misterius dari pria yang bernama Marcus Herman. Beliau kemudian menelepon nenek Elena secara pribadi dan menerangkan bahwa kita tidak akan mendapatkan pendanaan dari 'S Group lagi." Terang Tina mencoba tegar.

Angela memegang tangan Tina dengan lembut. "Lalu?"

"Lalu, nenek hanya bisa diam dan pasrah. Ia ingin memberitahumu namun kakak tidak ada di ruangan." Lanjut Tina. "Nenek bilang ingin membasuh dirinya sebelum ke bank untuk mengecek rekening kita. Kejadiannya sangat cepat, saat aku sedang mencarikan pakaian, aku mendengar suara nenek yang berteriak. Begitu kubuka pintunya, nenek sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan bersimbah darah. Aku panik sekali, kak. Hiks hiks hiks."

Angela mengusap kepala Tina yang tertunduk, ia kemudian merogoh tasnya untuk mengambil sapu tangan berwarna merah, ia berikan kepada Tina.

Keheningan menyelimuti keduanya, Angela hanya bisa mengusap kepala Tina yang terus menangis. Saat Angela sedang mencoba untuk menenangkan Tina, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia mengambil ponselnya.

"Wali kelas Stefanie?" Angela bingung, mengapa guru itu meneleponnya disaat seperti ini? Apakah kedatangan Stefanie di sini kerena dia membolos dari kelasnya?

Angela pamit kepada Tina untuk mengangkat telepon itu, ia kemudian berjalan ke arah taman rumah sakit.

"Halo, Ibu Vernon wali dari Stefanie Putman?" ujar pria itu dari seberang sana.

"Ya, betul." Jawab Angela menggaruk leher bagian belakangnya.

"Begini, Ibu Vernon. Kami hendak memberitahukan, bahwa semester ini sekolah kami akan mengadakan pariwisata untuk anak kelas tiga sebelum semester akhir berlangsung. Sebenarnya acaranya masih dua bulan lagi, jadi kami harap siswa Stefanie bisa mengikutinya bersama dengan anak-anak yang lain."

"Ya ya, itu bagus. Adikku tidak pernah berpergian kemanapun, aku akan menyetujuinya, Pak."

"Bagus kalau begitu, oleh karena itu kami telah mengirimkan rincian pendanaan ke email ibu, kami harap kami bisa mendapatkan cicilannya besok."

Angela tertegun. "Bukankan segala bentuk pembayaran untuk adikku telah ditanggung oleh beasiswa, pak?"

"Oh ya, kami juga hendak menginformasikan, beasiswa siswa Stefanie Putman juga baru saja dicabut oleh perusahaan 'S Group pagi ini, jadi kami tidak bisa memungutnya dari sana."

"Apa?"

"Itulah mengapa saya mencoba untuk menghubungi ibu mengenai hal ini."

"Beasiswa adikku dicabut? Atas dasar apa?!"

"Untuk masalah itu bisa ibu bicarakan langsung ke bagian Tata Usaha sekolah kami, Bu."

Angela mendadak panik, ia masih tidak bisa menelan ucapan dari guru itu. Tanpa berpikir panjang, ia memutus sambungan teleponnya.

Ia kemudian terduduk lesu di bangku taman rumah sakit. Cukup lama melamun di sana, akhirnya ia memutuskan untuk membawa tasnya dan pergi dari tempat itu.

Satu jam kemudian, Angela tiba di pintu masuk kantor pusat 'S Group tempat Lucas bekerja. Ia berjalan dengan cepat mengabaikan panggilan para resepsionis dan petugas keamanan gedung di lantai satu.

Dengan cepat Angela berjalan ke arah lift, masuk ke dalam, dan kemudian menekan tombol. Setelah tiba di lantai paling atas, Angela seketika itu disambut dengan dua orang wanita yang merupakan sekretaris Lucas di kantor, Angela tidak memedulikannya dan tetap masuk ke dalam ruangan.

Di dalam ruangan itu terdapat Marcus dan juga Lucas yang sedang sibuk menandatangani laporan-laporan.

Brak!

Kedua pria itu terkejut melihat kedatangan Angela yang tiba-tiba.

"Lucas!" panggil Angela penuh amarah.

Lucas menoleh ke arah Angela. "Angela."

Mereka berdua saling bertatapan.

-Bersambung ke Chapter #18-