Chereads / SHAMELESS / Chapter 17 - #17 | BITE THE BULLET V

Chapter 17 - #17 | BITE THE BULLET V

Siang itu, Ryan sedang mengelap meja pelanggan saat Angela melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran. Ryan refleks menyapa dan langsung tertegun, wanita cantik yang ia anggap sebagai kakak sendiri itu selalu saja datang saat jam makan siang di tempat kerjanya. Ia melirik barang yang dibawa di tangan Angela.

Angela tersenyum ceria melihat Ryan, ia sengaja datang saat makan siang untuk melihat perkembangan adik kesayangannya. Tak lupa ia membawakan makan siang untuk Ryan, yang mana bukan Angela yang membuatnya, tapi para pengasuh yang lain.

Menit berikutnya, Angela dan Ryan berada di kursi pelanggan dengan mulai memakan makanan siang mereka. Lagi-lagi Angela menolak untuk meminum cola yang dibawakan oleh Ryan, ia lebih memilih meminum air mineral.

"Kau tidak perlu datang setiap hari begini, Kak." Kata Ryan dengan meletakan botol air mineral di atas meja.

"Para pengasuh sangat memperhatikanmu, akupun juga tidak ingin kau kelaparan di sini." Jawab Angela dengan membukakan kotak makan.

Para pengasuh Silver Oak sangat perhatian kepadanya, mereka bahkan membawakan makanan yang penuh warna, Ryan yang melihatnya saja sudah menahan air liurnya. Begitu ia mendapatkan sendok dari Angela, ia segera melahapnya.

Tidak ada makanan yang enak selain makanan buatan para pengasuh Silver Oak, bahkan makanan cepat saji di restoran ini tidak bisa memuaskan lidah Ryan, ia sangat beruntung memiliki orang-orang yang sebaik dan pengertian seperti pengasuh Silver Oak. Terutama Angela yang selalu menyempatkan waktunya datang mengantarkan makan siang untuknya.

"Ryan, aku ingin membicarakan sesuatu kepadamu." Kata Angela memecah keheningan keduanya.

Ryan mengangkat kepalanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Maafkan aku yang tidak bisa membantumu mencarikan kerja di tempat yang layak dengan gaji yang besar." lanjut Angela.

Ryan menelan makannya.

"Kak, kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya." Ujar Ryan menimpali. "Aku tidak keberatan dengan keadaanku yang sekarang ini. Tidak apa-apa, aku tidak mempermasalahkannya, uang bisa di dapatkan di mana pun, Kak."

Angela teringat dengan kejadian empat bulan yang lalu, saat ia memutuskan untuk membakar kontrak dan foto-fotonya di perapian. Ia kemudian berjalan menemui Ryan. Saat itu Ryan sedang sendirian membersihkan toilet panti asuhan bersama dengan petugas kebersihan yang lain. Angela mendatangi Ryan dan memintanya untuk meluangkan waktu sesaat.

Keduanya kemudian duduk bersama di bangku di bawah pohon Oak besar yang rimbun. Angela dengan berat hati membohongi Ryan yang saat itu sangat berharap bisa bekerja di perusahaan 'S Grup.

"Kakak bilang, kakak tidak bisa mengusahakan aku masuk ke sana, bukan?" kata Ryan mengingatkan Angela. "Seleksi perusahaan itu sangat ketat dan sulit, jadi akan sangat sulit jika kita tidak memiliki koneksi dari orang dalam. Modal sapaan dari presdir tidak cukup untuk membawaku menjadi kandidat karyawan, kak." Ryan memegang tangan Angela yang meremas botol mineralnya. "Aku juga sudah cukup bekerja di sini. Jadi, jangan merasa bersalah ya, kak."

Melihat Ryan yang tersenyum lembut ke arahnya, seketika membuat hati Angela yang awalnya keruh menjadi lebih lega.

"Baiklah. Terima kasih atas pengertianmu." Angela menyambut tangan Ryan dan mengusapnya dengan lembut. "Aku bersyukur memiliki adik sepertimu."

"Hanya aku yang bisa mengerti kondisimu, kak. Hahaha!"

"Iihh pede yaa hahaha!" sahut Angela disertai tawa.

"Ngomong-ngomong. Aku mendapat pesan dari Stefanie pagi ini, ia terlihat sangat senang di sekolahnya yang baru." Ujar Ryan dengan menunjukan histori percakapannya dengan Stefanie. "Dia mengirimiku foto kakak sewaktu masih muda."

Dalam foto itu terlihat Stefanie dengan seragam SMA Ascadia sedang membuka buku album lama, gadis itu menemukan foto Angela ketika ia masih bersekolah dulu.

Ada kelegaan di hati Angela begitu melihat keceriaan di wajah Stefanie. Setelah semua yang berlalu, gadis itu kini telah berubah menjadi lebih baik. Meskipun baru beberapa hari pindah di SMA Ascadia, Stefanie bisa langsung menggaet beberapa teman seumurannya. Apalagi Stefanie telah mendapatkan beasiswa dari 'S Group.

Meskipun sebenarnya Angela tidak menyukainya, nampaknya ia harus berterima kasih secara langsung kepada pria itu. Tidak ada salahnya memberikan apresiasi pada Lucas yang telah menepati janjinya.

Angela mengejapkan matanya saat ponselnya berdering, ia merogoh isi tasnya, ternyata itu adalah bunyi alarm yang sengaja Angela atur untuk mengingatkannya meminum obatnya.

"Ryan, aku ke toilet dulu, ya." Pamit Angela dengan membawa tas dan botol air mineralnya.

Angela berjalan cepat ke arah toilet umum di ujung ruangan. Setelah masuk ke dalam toilet wanita, ia kemudian mengeluarkan plastik yang berisi obat. Saat Angela sedang meneguk obatnya, tiba-tiba saja seorang pria berambut gelap masuk ke dalam toilet wanita.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

Angela tersedak karena terkejut.

Pria itu kemudian mengunci pintu toilet dari dalam, lalu berdiri bersandar ke dinding dengan menyilangkan tangannya ke dada. Ia menatap Angela dengan tatapan dingin. Matanya terus menyorot tajam setengah mesum (menurut pandangan Angela sendiri).

"Aahhh kukira aku hampir mati." Kata Angela dengan memukul-mukul dadanya.

Pria itu menahan tawanya melihat tingkah Angela.

"Kau siapa? Bukankah sudah ada penanda di depan pintu ini? Apa kau tidak lihat?"

Pria itu mengangkat alis dan pundaknya. Reaksi yang menyebalkan.

"Aku sedang berjalan-jalan dan kemudian aku tersesat di sini. Apa kau bisa memberitahuku di mana aku sekarang?" tanya pria asing itu dengan nada yang menggoda.

Angela memutar matanya. "Ini toilet wanita, di depan pintu sudah tertulis dengan jelas. Sepertinya kau sedang dalam kondisi darurat membaca, tuan. Sekarang pergi dari sini."

"Oh, ini toilet wanita? Apakah ada orang di dalam sini?" tanya pria itu lagi. Ia menoleh ke sekeliling toilet.

Tidak mungkin pria itu tidak tahu. Sudah pasti dia sedang pura-pura!

"Kau bisa lihat bilik-biliknya sedang kosong. Sekarang pergi dari sini atau-"

"Atau apa?" tanya pria itu memotong ucapan Angela.

Angela mengernyitkan dahinya, "pergi dari sini atau aku akan berteriak."

Pria itu tertawa. "Untuk apa kau mengusirku jika aku memang berniat untuk kemari?"

"Dasar mesum!" Hardik Angela.

Angela yang malas dengan kondisi ini, kemudian mengambil plastik obat dan tasnya. Ia lalu berjalan ke arah pintu keluar di samping pria itu. Tapi, seketika pria itu menarik tangan Angela untuk menghentikan langkah kakinya. Pria itu kemudian menggendong tubuh kecil Angela dan mendudukannya ke atas wastafel.

"Kya!" Angela memekik karena terkejut, refleks ia memegang pundak pria itu.

Pria itu kemudian meletakan kedua tangannya di samping pinggul Angela. Sementara Angela yang setengah ketakutan hanya bisa memiringkan badannya dan melindungi dirinya dengan kedua tangannya.

"Apa maumu?" tanya Angela, suaranya terdengar sangat tenang tanpa menunjukan rasa panik maupun ketakutan.

Pria itu menatap Angela dalam dengan eye smile miliknya.

Angela mengejap-ngejapkan matanya, mata merah semerah batu ruby itu sepertinya pernah dia lihat sebelumnya. Hampir mirip seperti mata Lucas, namun warnanya terlalu muda, hidung yang mancung itu juga mirip dengan Lucas. Pria ini mirip seperi Lucas versi rambut hitam dengan warna mata yang lebih muda dan ramah.

"Betul." Kata pria itu.

Angela membelalakan matanya, pria itu tidak nyambung dengan pertanyaannya. "Apa maksudmu?"

"Kau sedang berpikir jika aku mirip dengan seseorang yang kau kenal dan aku membenarkannya." Jawab pria itu dengan penuh senyuman. "Aku kemari untuk menemuimu, Angela Vernon."

Angela terkejut. "Kau tahu namaku?"

"Siapa yang tidak tahu dirimu? Bahkan aku yang tidak pernah tinggal di kota ini saja tahu siapa dirimu sebenarnya." Jawab pria itu.

Angela memukul dada pria itu.

"Apa maksudmu? Sungguh, mengapa orang-orang yang kutemui di tahun ini seolah-olah paham dengan apa yang telah kulalui selama ini?!" Angela meniup poninya tanda kesal. "Jangan mengada-ngada, kita tidak pernah bertemu sebelumnya! Aku bukanlah artis ataupun pablik figur yang bisa dikenal oleh banyak orang!"

"Hahaha, oke baiklah, aku mengerti sekarang." Pria itu tertawa. "Tidak kusangka kau semenarik ini, Angela." Lanjutnya kemudian dengan nada rendahnya.

Angela bergidik mendengarkannya.

"Kau terlalu dekat, tuan." Kata Angela dengan mendorong tubuh pria itu.

"Panggil aku Daniele." Kata pria itu lagi.

Angela menghela nafasnya.

"Baiklah. Tuan Daniele, kau terlalu dekat. Bisakah kau mundur sekitar tiga, ah bukan, lima langkah ke belakang?" pinta Angela dengan nada halus.

Alih-alih membebaskan Angela, Daniele malah semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh wanita itu. Kini tubuh Angela terhimpit cermin dengan tubuh Daniele.

"Aku sengaja menemuimu untuk memperingatimu, Angela." Bisik Daniele serak dan berat di telinga Angela.

Empunya telinga hanya bisa menutup matanya dengan mendorong tubuh Daniele.

Daniele melanjutkan. "Aku mengenal presdir 'S Grup lebih dari yang orang lain tahu. Permainan baru saja dimulai, jadi persiapkan dirimu. Untuk bisa bertahan hidup, kau harus menjadi lebih gila darinya. Hanya kau yang bisa membuatnya terhibur, jadi-" ucapannya mengambang. "percuma saja sembunyi."

"Apa?!"

Daniele mundur perlahan-lahan. Ia tersenyum dengan mengangkat kedua tangannya. "Siaran langsung, nona. Jadi tidak ada pengulangan, ya, persiapkan dirimu menjadi tidak tahu malu lagi. Tidak perlu susah-susah membangun imej seorang lady jika kau memiliki jiwa wanita murahan terpendam."

"Aku wanita baik-baik, jangan samakan dengan wanita murahan yang bisa kau jajakan!"

Daniele meletakan telunjuknya ke ujung bibir, membuat Angela ikut terdiam. Pria itu kemudian menunjuk langit-langit, keduanya melirik ke arah di atas.

"Aku bisa mendengar suara gaduh di balik dinding ini." Kata Daniele.

Angela mendengus kesal, ia kemudian turun dari wastafel dan membetulkan pakaian.

"Aku hanya bisa mendengar suaramu, sekarang biarkan aku pergi." Ujar Angela dengan berjalan ke arah pintu keluar dan meninggalkan pria itu di toilet wanita.

Benar-benar menyebalkan, bagaimana bisa aku menghabiskan waktu berhargaku bersama dengan pria aneh itu. – pikir Angela setengah sebal.

Ia membuka pintu dan menuju ke meja tempat Ryan. Namun, sayangnya ia tidak menemukan Ryan duduk di sana. Angela mencoba mencari-cari keberadaan Ryan. Dilihatnya Ryan yang sedang berdiri di bawah pohon, sepertinya ia sedang mendapatkan telepon dari seseorang.

Angela memutuskan untuk duduk di kursinya dan menikmati air mineral yang ia bawa. Cukup lama sebelum akhirnya Ryan berlari ke arahnya dengan wajah yang setengah panik.

"Kak, ne-nek." Kata Ryan terbata.

Angela berdiri dan segera berjalan ke arah Ryan. "Ada apa, Ryan? Ada apa dengan nenek?"

"Nenek ada di rumah sakit."

"Apa?!"

-Bersambung ke Chapter #17-