"Kenapa harus bertemu lagi?"
.
.
.
.
.
Sungchan memasuki ruang kelasnya. Memeriksa 'hadiah' yang dikatakan Chenle. Tak ada bingkisan atau kado di atas mejanya. Hanya ada tumpukan buku-buku tugas para siswa di jam pelajaran sebelumnya.
"Awas saja kau Zhong Chenle!" geram Sungchan.
Ia segera mengambil buku-buku tugas yang berada di atas mejanya. Chenle menyuruhnya untuk membawa buku-buku itu ke ruang guru.
Menurut Sungchan, itu hal yang paling menyebalkan. Gedung ruang guru berada di gedung A, sedangkan kelasnya berada di gedung B. Terlebih lagi, kelasnya berada di lantai 3. Walaupun ada lift, tetap saja itu sangat merepotkan.
❆❆❆
Sungchan meletakkan buku-buku tugas di meja Guru Lee. Seperti biasa, beliau sungguh guru yang sangat rapi. Tak ada barang-barang yang diletakkan asal di atas mejanya.
"Terima kasih, Sungchan." ucap Guru Lee sambil membenarkan kacamatanya yang mulai merosot.
"Sama-sama." Sungchan tersenyum.
"Saya permisi dulu."
"Ok. Sekali lagi terima kasih ya."
Sungchan berjalan keluar dari ruang guru.
"Okay, sekarang ke kantin."
Kantin berada di gedung C lantai satu. Sungchan berlari ke kantin. Hanya butuh waktu beberapa menit dia sampai ke kantin.
Saat itu kantin cukup ramai. Banyak siswa yang mengantri makanan. Chenle yang melihat Sungchan dari kejauhan langsung melambaikan tangannya.
Sungchan berlari ke arah lambaian. Ia melihat Liu Yangyang sudah bergabung.
"Akhirnya kau datang. Ini makan siangmu. Aku yang mengambilkan." ucap Yangyang menyodorkan satu paket makanan lengkap di atas meja.
"Nih, jus mangga." kini Jeno juga menyodorkan jus mangga.
"Thank you, bro." Sungchan menepuk bahu Yangyang dan Jeno.
Sungchan segera menyantap makan siangnya. Menu kali ini kare lidah sapi. Itu adalah menu spesial di sekolah. Empat bujang sangat menyukai kare lidah sapi.
"Chenle, kenapa kau menyuruhku menaruh buku-buku?" tanya Sungchan.
"Bukan aku, ketua kelas yang menyuruh. Dia menyampaikannya padaku." jawab Chenle santai.
"Bukankah kau piket hari ini?" tanya Jeno memastikan.
"Ah, benar. Aku lupa." Sungchan menepuk jidatnya.
Harusnya, tadi pagi Sungchan ikut bersih-bersih bersama siswa yang lain. Gara-gara terlambat dan tak melakukan piketnya, dia harus membawa buku-buku tugas ke ruang guru.
"Hey, disini. Gabung sini." ucap Yangyang yang tak tahu berbicara kepada siapa.
Sungchan, Jeno dan Chenle menoleh ke arah yang dituju Yangyang. Siswi berambut pirang panjang sepunggung melihat ke arah mereka.
"Xia Hui?!" Sungchan memekik dalam hatinya.
Xia Hui jalan mendekat. Ia membawa nampan makan siangnya. Semua merasa heran kecuali Yangyang. Pria Jung itu mulai merasa tak nyaman.
"Siapa?" bisik Jeno.
"Xia Hui. Murid pindahan dari China di kelasku, 11-3." balas Yangyang dengan suara normal.
"Kau keterlaluan. Murid baru kau ajak kemari. Perempuan pula." protes Chenle berbisik.
Xia Hui duduk bergabung. Ia menyapa empat bujang yang berada di depannya.
"Kenalkan, mereka teman bobrok ku. Ini Zhong Chenle, Lee Jeno, Jung Sungchan. Kami semua satu klub di U-Dance, kecuali Chenle. Dia dari klub paduan suara." Yangyang memperkenalkan.
Tak mengerti alasannya mengapa Yangyang memperkenalkan para bujang berdasarkan klubnya, bukan kelasnya. Xia Hui tersenyum ramah.
"Halo, aku Xia Hui." ucapnya tersenyum ramah.
"Kau mau gabung di klub kami?" tawar Yangyang.
"Yangyang!" kali ini Sungchan protes berbisik.
"Kenapa? Lagian juga kita membutuhkan member." ucap Yangyang santai.
Tak bisa membayangkan lagi jika Sungchan harus satu klub dengan gadis aneh. Saat itu ia benar-benar ingin memukul kepala Yangyang.
"Kau bisa dance?" tanya Jeno. Sungchan langsung menatap Jeno tak percaya.
"Lumayan. Tapi, aku lebih suka bernyanyi." balas Xia Hui.
"Kau lebih cocok masuk di klub paduan suara bersama Chenle. Kau bisa bernyanyi terus menerus seperti dia. Suaranya bagus, lho." Sungchan menyambar agar Xia Hui tak ikut bergabung.
"Dan nyaring tapi tetap enak didengar. Cukup melengking juga saat ia tertawa." tiba-tiba Jeno menambahkan.
"Nomorku ada emotikon lumba-lumba di kontak Sungchan." Chenle ikut menambahkan.
"Dan Chenle tak menyangkalnya." kali ini Yangyang juga ikut menambahkan.
Xia Hui tertawa lirih. Ia menutupi mulutnya dengan tangan kirinya.
"Kenapa?" tanya Sungchan.
"Kalian lucu. Saling sambung kalimat." Xia Hui masih dengan tawanya.
Mata Xia Hui sesekali melirik ke arah Chenle. Masih dengan tawa kecilnya, ia tertangkap oleh tatapan Sungchan. Menyadari itu, Xia Hui tersenyum. Sungchan mulai bergidik.
❆❆❆
06.30 P.M.
Sungchan berjalan pulang menuju rumahnya. Sekolah hari ini cukup melelahkan baginya. Terlebih, ia bertemu dengan gadis aneh yang rela menunggunya selama lima belas menit di depan toilet siswa laki-laki.
"Sungchan." panggil seseorang.
Sungchan menoleh ke arah sumber suara. Jung Jaehyun — kakak kandung Sungchan yang memanggilnya.
"Hyeong (kakak: diucapkan oleh pria yang lebih muda untuk pria yang lebih tua)." balas Sungchan.
"Sudah pulang?" tanya Jaehyun.
"Iya."
"Kakak habis dari mana?" tanya Sungchan.
"Mini market. Ibu meminta ku membeli kecap asin." balas Jaehyun.
"Masak apa malam ini?"
"Entahlah. Saeron membantu ibu memasak." ucap Jaehyun.
"Kim Saeron?"
"Iya. Dia akan makan malam bersama kita. Orang tuanya akan pulang larut malam lagi." ucap Jaehyun.
Saeron adalah tetangga, teman masa kecil sekaligus siswi tercerdas di 11-2 — kelas Sungchan. Orang tua Saeron memiliki bisnis yang terkadang mengharuskan mereka keluar kota, bahkan ke luar negeri. Jika orang tuanya sedang tak ada di rumah, gadis bersurai cokelat itu akan tinggal sementara di kediaman Jung.
Lima menit berlalu, Jaehyun membuka pintu depan rumah. Sungchan melepaskan sepatu dan meletakkannya di rak dekat pintu.
"Ma, aku pulang. Aku langsung ke atas ya. Mau mandi." ucap Sungchan sedikit berteriak.
"Kalau sudah, langsung turun ya. Kita makan malam bersama." balas Mama yang sedang berada di dapur.
"Oke."
Sungchan menaiki tangga dekat pintu. Ia berjalan menuju kamarnya. Tasnya ia lempar ke atas kasur. Seragamnya ia lepas dan langsung menuju kamar mandi.
Lima belas menit berlalu. Sungchan keluar dari kamar mandi mengenakan kaos dalam putih dan celana kolor hitam. Rambutnya sedikit agak basah.
Sungchan menuruni tangga. Saat hendak sampai di anak tangga paling bawah, bel rumahnya berbunyi. Ia segera membuka pintu rumah.
"Siapa ya?"
Saat membuka pintu, Sungchan mendapati tiga bujang. Tampilan mereka berantakan sekali, kecuali Jeno yang lebih parah. Ada beberapa memar di wajahnya. Chenle dan Yangyang memapahnya.
"Kalian kenapa?" Sungchan terkejut.
To be continue~