Chereads / Past to Present / Chapter 9 - 08. Berjuang

Chapter 9 - 08. Berjuang

"Tak ada salahnya untuk berjuang. Aku sudah lama menyukaimu."

.

.

.

.

.

Di ruang klub dance, Chenle membereskan alat tulis yang telah ia keluarkan sebelumnya. Ia masih dengan kebimbangannya. Namun, pria Zhong itu sengaja menutupinya dari para hyeong dan teman-temannya. Ia tak mau orang menyelanya lagi. Cukup Renjun saja.

"Yo, whassup men." Lee Haechan memasuki ruang klub dengan gaya khasnya, heboh dan selalu over-acting. Tapi justru itu yang menjadi daya tariknya.

"Yoo, Lee Haecwhaan." sambut Mark Lee yang juga dengan hebohnya.

Mereka berdua sangat akrab. Jika satu ruangan bersama dengan mereka, suasana ruangan sudah seperti pasar — ributnya minta ampun.

"Aku terpilih lomba paduan suara lho ke Bangkok. Chenle juga." ucap Haechan bahagia.

Sungchan langsung menatap pria bermarga Zhong itu. Dari pandangannya cukup terkejut dengan apa yang telah diutarakan Haechan. Terselip rasa bangga di dalamnya.

"Kau? Kenapa tak bilang?" ucap Sungchan senang dan langsung merangkul Chenle.

Chenle hanya tersenyum canggung.

"Wah, Haechan memang serba bisa. Selalu ranking 1, jago dance, pinter nyanyi pula." Xiao Jun memuji.

Semua yang ada di ruangan bersorak. Memberikan selamat dan pujian pada Chenle dan Haechan. Terlihat dengan jelas bahwa Haechan sangat bahagia. Tapi tidak dengan Chenle. Dibalik tawa palsunya, ia berusaha menutupi kebimbangannya.

"Aku duluan, ya. Mama kirim LINE aku suruh pulang lebih awal." ucap Chenle berbohong. Ia berakting seolah-olah Mamanya benar-benar mengirimkan pesan LINE.

"Oh, okay. Hati-hati yaa."

❆❆❆

Di halaman depan sekolah, Chenle melihat Rosè berlari. Terlihat sekali bahwa gadis pirang itu sedang terburu-buru.

"Ros—"

Chenle penasaran mengapa gadis pujaan hatinya berlari seperti itu. Ia mencoba menyusul Rosè diam-diam.

Ini sudah cukup jauh dari sekolah. Rosè memasuki sebuah kedai coklat. Tak terlalu ramai dan bangunannya juga klasik.

Chenle melihat dari luar jendela yang lebar. Rosè memasuki ruangan yang terdapat plang bertuliskan 'STAFF ONLY'.

Pria berambut hitam itu terus mengamati situasi di dalam. Tak lama, Rosè kembali dari ruangan dimana ia masuk sebelumnya. Kemeja—kaos coklat dan celemek hitam ia kenakan. Ia juga memakai make up yang cukup tipis, tapi masih bisa terlihat.

"Rosè kerja part-time? Dia gila, kah? Jika sekolah tau, dia akan ditendang." batin Chenle.

Satu hal lagi. SIHS melarang keras siswa siswi nya melakukan kerja part-time. Siapapun dia, akan dikeluarkan jika terbukti melakukannya.

Chenle masih terus memandangi Rosè dari jarak jauh. Ia melihat siswi berambut pirang dengan celemek hitam itu sedang sibuk menyiapkan pesanan pelanggan.

Karena merasa tak nyaman terus memantau, Chenle memutuskan untuk memasuki kedai. Ia berjalan menuju kasir dan memesan satu coklat panas.

Chenle duduk di meja paling ujung. Tak lama, coklatnya datang. Rosè yang membawakan coklat milik Chenle terkejut saat mendapati bahwa pelanggannya adalah adik kelasnya. Lebih tepatnya, pria yang menyukainya.

"Hai." Chenle menyapa. Senyumnya terukir di wajahnya.

"K-kau?" Rosè terbata karena terkejut.

"Kau kerja disini? Sejak kapan?"

"Bukan urusanmu." Rosè berpaling menjauh dari Chenle. Siswa berambut hitam itu tak menghalangi Rosè.

Walaupun dia menyukainya, tapi Chenle masih tahu batasan untuk mengganggunya. Yang ada dipikiran Chenle saat itu adalah "Kenapa Rosè kerja part-time, sedangkan orang tuanya adalah pemilik saham terbesar di dunia perindustrian Australia?"

...

Waktu jam kerja Rosè telah usai. Chenle menunggu di depan kedai. Hari itu sudah cukup sore.

Rosè mendapati Chenle di depan kedai. Ia mendekati pria asal China itu dengan tatapan heran.

"Kau, menungguku?" tanya Rosè ragu. Chenle hanya mengangguk.

"Kenapa?"

"Tak apa. Aku hanya ingin melihatmu." Chenle tersenyum hangat.

"Jangan katakan pada siapapun." Rosè memandang Chenle seperti sedang mengancamnya.

"Ada satu syarat." Chenle tersenyum jahil.

"Apa?"

"Katakan alasannya kenapa kau kerja part-time."

Rosè seperti tak percaya hanya itu syaratnya. Dia memicingkan mata tajam pada Chenle. Tapi, Rosè cukup bersyukur jika memang hanya itu syaratnya.

"Mmm....uang jajanku kurang." Ekspresi wajah Rosè seperti sedang berpikir.

"Tapi...megnapa kau terus memanggilku secara informal? Kau lebih muda dariku." lanjut Rosè cepat.

"Aku menyukaimu, Rosè. Ini bukan pertama kalinya aku menggunakan bahasa informal denganmu. Lagian juga, kita bukan orang Korea." jelas Chenle.

"Masih menyukaiku?"

"Ya. Aku akan berjuang. Kau akan menyukai ku juga. Aku jamin itu." Chenle sungguh percaya diri.

Rosè yang mendengar omongan Chenle langsung pergi. Sudah cukup bosan ia mendengar kata-kata itu. Satu tahun yang lalu pria Zhong itu juga mengatakan kalimat yang sama.

"Sampai jumpa besok di sekolah, Rosè." teriak Chenle yang mulai menghilanh dari pandangan.

❆❆❆

♪LINE♪

Ponsel Sungchan berbunyi. Ia yang sedang makan malam bersama keluarganya mencoba membuka ponselnya.

"Sungchan." Nyonya Ahn menegur dengan senyuman.

"Letakkan dulu ponselmu." Tuan Jung 一 Papa Sungchan juga tersenyum.

"Eh iya, lupa. Maaf ya." Sungchan tersenyum canggung. Sungchan segera mematikan ponselnya. Ia kembali menyantap makan malamnya.

Selepasnya, ia duduk di sofa ruang tengah bersama kakaknya 一 Jaehyun. Sungchan membuka ponselnya, mengecek pesan masuk di LINE miliknya yang sebelumnya ia terima saat makan malam.

Xia Hui❄️

Sungchan.|

Sungchan

Ya?|

Xia Hui❄️

Tak apa. Hari ini aku senang, dapat teman baru lagi.|

Sungchan

Oh ya? Aku senang kau bisa menjalin pertemanan lagi dengan orang lain. Siapa dia?|

Xia Hui❄️

Kim Saeron, sekelas denganmu. Dia sangat imut.|

Sungchan

Hey, dia tetangga juga teman masa kecilku. Datanglah ke rumahnya kapan-kapan.|

Xia Hui❄️

Memang tak apa-apa?|

Sungchan

Dia anak yang baik. Walaupun cukup galak, dia sangat peduli dengan sekitarnya.|

Xia Hui❄️

Baiklah.|

Jaehyun yang melihat adiknya terus menerus tersenyum pada ponselnya hanya mengernyitkan keningnya. Ia yang sedang menyeruput jus persik kesukaannya langsung berhenti.

"Kau sehat? Apa kau juga sakit sepertiku?" Mata Jaehyun mulai memicing.

Jaehyun, dia sebetulnya tidak memiliki penyakit yang aneh. Dia hanya sering terdiam cukup lama di keadaan tertentu 一 bisa juga di situasi random. Orang tua mereka cukup khawatir dengan kondisi Jaehyun yang seperti itu, jadi Nyonya Ahn memutuskan untuk membawanya ke dokter.

"Ah, hyeong. Jangan ganggu. Aku sedang bahagia." Sungchan kembali tersenyum pada ponselnya.

"Sepertinya kau memang sakit." Jaehyun mulai bangkit dan berjalan ke kamarnya sendiri.

Sungchan masih asyik dengan ponselnya. Bahkan ia tak peduli jika kakaknya akan masuk ke kamar.

"Chan-ah. Besok saat kau mau berangkat sekolah, bangunkan aku. Aku tak ada kuliah besok. Aku akan konsultasi ke dokter." Jaehyun sedikit menaikkan nada suaranya berharap sang adik dapat mendengarnya dengan baik.

"Ya. Tenang saja." Sungchan masih menatap ponselnya tanpa menoleh pada kakaknya itu. Senyumnya terus terukir di wajahnya.

To be continue~