Bianca menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskan nya perlahan. Gadis itu kemudian menoleh ke belakang. Lebih tepatnya menyapa Rafa. Sedangkan Rafa hanya terlihat menundukkan kepalanya tidak tertarik dengan keadaan kelas yang mulai ramai.
"Rafa..." panggil Bianca pelan.
Rafa langsung mendongakkan kepalanya melihat sosok yang memanggilnya itu.
"Ada apa?" tanyanya dengan ekspresi datar.
"Apa kamu punya rencana sepulang sekolah nanti? Mau temenin aku beli sepatu nggak?" ucap Bianca dengan senyuman cantiknya.
Rafa terlihat berpikir sejenak. Kemudian maniknya tak sengaja melirik Nadia. Beberapa detik kemudian Rafa tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya.
"Ah, maaf Bianca. Sepertinya, aku udah ada janji dengan seseorang nanti. Kamu bisa ajak teman mu yang lain aja. Maaf ya," sahut Rafa.
Sudah jelas Bianca tampak kecewa dengan penolakan Rafa. Dan untung saja Bianca tidak melihat kalau Rafa sempat melirik kakak tirinya. Jika tidak, mungkin Bianca pasti sudah tau dan menyimpulkan dengan siapa Rafa sudah berjanji.
Bianca mendengus pelan. "Ya sudah, lain kali saja.." pungkas gadis itu dan kembali menghadap depan.
Di seberang sana ada yang memperhatikan Bianca sejak tadi. Matanya tidak beralih memicing tajam kearah Bianca, membuat siswi yang duduk di sampingnya itu menggelengkan kepalanya takjub.
Nadia menyenggol lengan Yeri yang sedari tadi terus memandangi adiknya dengan tatapan lapar.
"Sudahlah hentikan itu... Apa yang kamu lakukan?" tanya Nadia.
"Ck, apa kamu nggak bisa lihat gimana kelakuan adik mu itu? Dia terlihat sangat--"
"Hentikan. Jika kamu mengumpat atau berbicara yang tidak baik tentang Bianca sekali lagi, akan ku pukul kamu..." potong Nadia cepat.
"Memangnya kamu berani?" tantang Yeri.
"Kenapa tidak?" balas Nadia tak mau kalah.
Gadis cantik itu membelalakkan matanya sempurna menatap tajam sahabatnya. Membuat Yeri mendengus tak suka karena Nadia terus membela adiknya.
"Kamu tuh ya, kenapa sih ngeselin banget. Heran aku sama kamu..." dengus Yeri sebal.
Nadia terkekeh melihat ekspresi wajah Yeri yang berubah itu. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya menatap Rafa sekilas, lalu menundukkan kepalanya kembali lagi menatap buku-buku pelajaran di hadapannya.
"Apa kamu benar-benar nggak tertarik sama Rafandra?" tanya Yeri sambil memandang Nadia yang tertunduk.
Pertanyaan Yeri membuat Nadia terdiam. Gadis cantik itu juga tidak mendongakkan kepalanya sedikitpun.
"Jawab dong..." sambung Yeri lagi karena tak ada tanggapan dari Nadia.
"Sudah aku bilang... Aku nggak akan pernah suka sama Rafa. Aku harus pegang ucapan ku sama Bianca bukan?" sahut Nadia tanpa menatap Yeri.
"Jangan memaksa kan hal yang nggak kamu suka, Nadia. Itu akan sangat menyakiti kamu," tutur Yeri lirih.
Nadia menghela nafas. "Terimakasih sudah perduli padaku, Yeri..." lirih Nadia.
Yeri hanya tersenyum palsu sambil mengusap lembut punggung sahabatnya itu. Sementara Nadia masih menundukkan kepalanya enggan menatap Yeri karena pelupuk matanya sudah di genangi oleh butiran bening yang siap untuk menetes membasahi pipi mulusnya.
"Nadia, kamu juga berhak untuk bahagia..." batin Yeri.
****
Pagi telah berganti menjadi sore. Waktu berlalu dengan cepatnya. Seperti biasanya, sepulang sekolah Nadia langsung menuju kedai kopi tempat ia bekerja.
Gadis itu berjalan sambil bersenandung kecil. Kedua tangannya memegang tas yang ia gendong itu. Dari belakang tampak menggemaskan karena sesekali gadis itu melompat-lompat kecil.
Tidak lama kemudian, sebuah motor berhenti di depan Nadia. Gadis itu menghentikan langkahnya dan berdiri mematung.
Itu Rafa, dengan motor sport kebanggaan miliknya.
"Mau ke kedai ya?" tanya Rafa setelah melepas helmnya.
Nadia hanya mengangguk mengiyakan. Gadis cantik itu kebingungan kenapa Rafa menghentikan motornya begitu saja, bahkan hanya untuk menyapanya di jalan.
Dan ternyata, Rafa tidak hanya sekedar menyapa saja.
"Ayo naik, aku antar ..." tawar Rafa.
"Enggak Rafa.. terimakasih," tolak Nadia dengan sopan, ia merasa tidak enak jika harus merepotkan orang yang belum lama ia kenal.
Terlebih lagi, Nadia tau dengan pasti bahwa dirinya tidak di perbolehkan untuk dekat dengan remaja laki-laki yang saat ini ada di hadapannya.
"Aku juga mau ke sana, jadi ayo barengan..." paksa Rafa.
Nadia masih diam .. bimbang antara menerima atau tetap kekeh menolak nya. Gadis itu hanya mematung sambil melihat Rafa yang masih duduk di atas motornya.
"Kelamaan, ya..." Rafa turun dari motornya, lalu menarik tangan Nadia mendekati motornya.
Mereka berdua berdiri saling berhadapan di samping motor. Nadia masih tidak ada niatan untuk naik dan berangkat ke kedai bersama dengan Rafa. Nadia benar-benar tidak mau mengambil resiko.
"Maaf, Rafa. Aku tidak bisa, kita berangkat sendiri-sendiri saja. Aku tidak mau merepotkan kamu," ucap Nadia sambil tersenyum tipis.
Gadis itu menarik pergelangan tangannya yang masih di genggam oleh Rafa, lalu beranjak pergi meninggalkan remaja laki-laki itu. Baru melangkahkan kakinya beberapa langkah saja, tiba-tiba Rafa kembali bersuara.
"Naik. Aku maksa, atau kalau nggak aku bakalan tinggalin motor aku di sini?" kini nada bicara Rafa berubah menjadi begitu tegas.
Gadis itu pun berbalik badan sambil membelalakkan matanya sempurna. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang di pikirkan oleh Rafa. Meninggalkan motornya begitu saja? Lalu dia akan jalan bersama berdua dengan dirinya?
Jangan konyol, orang-orang pasti akan berpikir aneh tentang mereka berdua. Nadia menghela nafas pasrah, kemudian berjalan perlahan mendekati Rafa lagi.
"Untuk pertama dan terakhir, setelah itu aku minta padamu untuk tidak mengikuti aku lagi. Bagaimana?" tanya Nadia pada Rafa.
Rafa tersebut cengengesan, "aku bisa saja bilang iya, tapi aku tidak bisa berjanji," jawabnya.
Nadia memutar kedua bola matanya malas, ia sudah tau hal ini pasti akan terjadi. Dengan terpaksa ia menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia setuju untuk pergi ke kedai bersama.
Raka langsung naik ke atas motornya, di susul juga dengan Nadia yang juga menaiki motornya. Rafa tersenyum sangat senang. Meski sebenarnya ia sangat ingin tertawa melihat bagaimana ekspresi wajah Nadia yang pasrah-pasrah saja ketika ia memaksa gadis itu untuk pergi bersama.
"Pegangan. Nanti jatoh," ucap Rafa sambil memakai helm nya.
Ini adalah pertama kalinya Nadia di bonceng seorang cowok. Sebelumnya ia sama sekali tidak pernah berboncengan dengan siapapun kecuali Yeri. Nadia pergi kemana saja hanya bersama Yeri, gadis itu tidak pernah jalan-jalan atau pun berkencan dengan seseorang.
Nadia gugup, ia memegang tas sekolah Rafa dengan erat. Dapat Rafa lihat wajah Nadia dari kaca spionnya.
*Ckitttt.....
Dengan sengaja Rafa mengerem mendadak, membuat Nadia reflek memeluk pinggang Rafa dengan erat.
Rafa terkekeh kecil melihat raut wajah Nadia yang terkejut bukan main. Matanya terpejam, dan keningnya mengerut refleks.
"Rafa!!" decak Nadia sambil melepaskan pelukannya spontan.
"Hahaha maaf, lampu hijau nya mendadak berubah jadi merah..." sahut Rafa masih terkekeh.
Nadia merengut lucu, bibirnya manyun seperti bebek kecil. Benar-benar menggemaskan.
"Menggemaskan sekali," batin Rafa.
Ah tidak. Semakin Rafa memperhatikan Nadia, detak jantungnya semakin tidak karuan. Kenapa Rafa sangat menyukai wajah menggemaskan itu. Apa Rafa jatuh hati pada Nadia?
Setelah sekitar 7 menit perjalanan, mereka sampai di kedai. Sebenarnya tidak jauh, hanya saja Rafa yang sengaja memelankan laju motornya. Ya, supaya bisa sedikit berlama-lama dengan Nadia.
"Aku ganti seragam dulu. Kamu bisa duduk dulu, nanti aku buatkan pesanan mu," ucap Nadia pada Rafa yang berdiri di sampingnya itu.
Rafa hanya mengangguk, dan Nadia berlalu untuk mengganti pakaiannya.
Setelah Nadia pergi, Rafa duduk menunggu Nadia. Maniknya melihat sekeliling kedai kecil, namun begitu elegan itu.
Selang beberapa menit, Nadia sudah selesai berganti pakaian. Kini gadis itu sedang sibuk di stand-nya untuk menyiapkan pesanan Rafa. Seperti sebelumnya, yaitu kopi Americano.
Manik Rafa tidak lepas dari gadis cantik yang sedang sibuk itu. Menatap Nadia dengan tatapan lembut, kemudian tersenyum tanpa sebab.
"Ah, aku bisa gila jika terus seperti ini..." Decak nya kesal pada dirinya sendiri.
Nadia merasa ada yang salah pada dirinya. Seharusnya ia tidak boleh seperti ini karena sudah berjanji pada adiknya untuk tidak dekat dengan Rafandra, tapi ia melanggarnya. Nadia bahkan harus menuruti keinginan Rafa dengan harapan remaja laki-laki itu sudah tidak akan mengganggunya lagi.
Gadis cantik itu hanya tidak ingin adik tirinya salah paham dan menempatkan dirinya lagi di dalam masalah. Sudah cukup kesedihan Nadia akan keluarganya sendiri, ia tidak ingin menambah kesedihannya karena harus patah hati untuk kesekian kalinya.
..