Chereads / GIVE ME LOVE / Chapter 12 - Perasaan iri hati orang lain

Chapter 12 - Perasaan iri hati orang lain

Keesokan harinya, Nadia bersiap untuk pergi ke sekolah seperti biasanya. Berusaha melupakan kejadian semalam. Ia berharap Bianca sekarang juga sudah merasa lebih baik. Mungkin Bianca terlalu marah padanya karena ia bersama dengan Rafandra.

Seperti biasanya, Nadia menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah sebelum berangkat ke sekolah. Setelah semuanya sudah ia pastikan rapi dengan baik, barulah Nadia berangkat ke sekolah dengan tenang.

Gadis itu berjalan santai menyusuri koridor sekolah. Senyuman manisnya tidak pernah ia lupakan, dan ia juga selalu menyapa siswi lain yang berpapasan dengannya karena Nadia memang terkenal dengan keramahannya.

Saat asyik berjalan dan bersenandung kecil, gadis itu tiba-tiba ter-pelonjat kaget, sebab ada tangan kekar yang tiba-tiba menyender di punggungnya, lalu merangkul punggung sempit itu.

"Rafa?!" pekik Nadia saat tersadar siapa pemilik tangan itu.

Dengan segera, Nadia menepis tangan Rafa. Gadis itu tidak mau menambah masalah lagi dengan Bianca. Tidak lagi untuk saat ini dan seterusnya.

"Kenapa?" tanya Rafa tidak paham. Remaja laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Apanya yang kenapa?" tanya Nadia balik.

"Kenapa melarang ku merangkul mu?" jelas Rafa.

Nadia terdiam sejenak dan berpikir alasan apa yang tepat supaya Rafa tidak sakit hati ataupun salah paham.

"A-aku hanya tidak suka. Aku risih," ucap Nadia tanpa melihat siapa yang mengajaknya berbicara.

"Ck, kamu ini..." decak Rafa.

Tidak menghiraukan Rafa, Nadia berjalan begitu saja meninggalkan remaja itu. Membuat Rafa menggelengkan kepalanya takjub dengan sifat Nadia yang berubah-ubah dalam sekejap. Kemarin Nadia menurut, lalu marah dan dingin. Sekarang seperti itu lagi, hanya saja gadis itu masih berusaha untuk berbicara dengan sopan.

Rafa sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Nadia. Mungkin itu semua karena Rafa hanya mengenal Nadia dari sisi luarnya saja. Sebab tidak ada yang tau bagaimana sisi dalam Nadia yang sebenarnya penuh luka tanpa ada satu orang pun yang mengetahuinya.

"Hei,  Nadia. Tunggu aku!" teriak Rafa memanggil gadis cantik yang sudah berjalan cepat semakin meninggalkan dirinya.

Nadia tidak menghiraukan panggilan Rafa, ia terus berjalan cepat bahkan sampai berlari kecil untuk menghindari siswa baru yang selalu membuntutinya itu. Nadia risih juga takut, ia segera masuk ke dalam kelasnya secepat mungkin.

Gadis cantik itu menghela nafas lega ketika melihat Yeri sahabatnya sudah duduk manis di bangkunya. Setidaknya ada yang akan membantu nya untuk menghindari Rafa pagi ini. Nadia berjalan perlahan menghampiri Yeri dan duduk di bangku kosong samping siswi berpipi chubby itu.

Beberapa saat kemudian, Nadia sadar dengan raut wajah Yeri yang tidak seperti biasanya. Gadis gembul itu terlihat lesu dan tidak bersemangat. Merasa tidak biasa, Nadia tersenyum tipis dan menatap sahabatnya itu dengan lekat. Namun tidak ada pergerakan dari Yeri yang masih diam menyenderkan kepalanya di atas mejanya.

"Kamu kenapa?" Nadia memberanikan diri untuk bertanya Yeri.

Yeri menghela nafas berat dan hanya menggeleng pelan sebagai respon dari pertanyaan Nadia. Merasa tidak puas dan tidak percaya, Nadia bertanya lagi.

"Kamu kenapa? Jawab aku," kini Nadia sedikit memaksa Yeri untuk menjawab.

Yeri mengangkat kepalanya dan menatap Nadia dengan sendu yang mana membuat Nadia terheran-heran karena tidak biasanya Yeri yang galak berubah menjadi seperti gadis lemah.

"Apa aku sangat gemuk ya?" Yeri menatap Nadia dengan tatapan semakin sendu, bahkan bibirnya pun mengerucut.

"T-tidak, tidak gemuk sama sekali. Apa yang kau tanyakan ini?" Nadia menatap Yeri sambil tersenyum, tangannya menggenggam tangan Yeri.

"Aish, jangan mengatakan itu untuk menenangkan aku saja. Jawablah dengan jujur, Nadia," gerutu Yeri.

Nadia menggeleng. "Aku sudah jujur. Kau tidak gemuk, Yeriee..."

"Ck, tapi lelaki menyebalkan itu mengatakan kalau aku gemuk. Bahkan katanya aku menghalangi jalannya ... Huwaaa~~..."

Seketika Nadia panik, Yeri tiba-tiba merengek seperti bayi. Dengan cepat Nadia membekap mulut gadis gembul itu, sebab anak-anak yang lain sudah melempar tatapan tak suka dengan suara mengganggu Yeri.

"Sssttt... Apa kamu tidak malu? Di kelas banyak anak-anak yang lain," ucap Nadia berusaha menenangkan sahabatnya itu (lagi).

"Huem, mulai sekarang, aku tidak akan makan. Aku ingin kurus," sahut Yeri sambil sedikit terisak dan mengusap ingusnya yang sedikit keluar.

"Jangan menyiksa dirimu. Katakan padaku siapa laki-laki yang mengatai dirimu. Akan ku habisi dia," Nadia berkacak pinggang, berakting seolah-olah ingin mengajak baku hantam.

Yeri mendengus kasar. "Aku tidak mengenal nya. Aku hanya bertemu di toserba kemarin malam," jujurnya.

"Sudahlah, jangan seperti ini, kau itu sudah cantik apa adanya. Yang terpenting kan kau sehat, jangan insecure. Mengerti?" tutur Nadia membuat Yeri mengangguk-anggukkan kepalanya seakan menurut.

Nadia tersenyum lega ketika sahabatnya itu sudah tenang. Ya, cukup beruntung jika Yeri tidak melanjutkan aksi merengek manjanya. Terlebih lagi Nadia sudah cukup pusing karena harus menghindari Rafa yang bahkan saat ini masih memandangi dirinya dari bangkunya.

"Beruntung nya jika aku jadi dirimu,"

Perkataan Yeri membuat Nadia mengerutkan keningnya. Nadia tidak paham dengan apa yang baru saja di katakan oleh sahabatnya itu.

"Apa alasan mu bilang seperti itu?" tanya Nadia.

"Kamu cantik, wajahmu sempurna dan juga tubuh mu indah. Semua orang menyukai mu. Bagaimana pun juga, kau beruntung bukan?" jawab Yeri sambil menundukkan wajahnya.

"T-tapi, aku tidak pernah mendapatkan cinta seperti apa yang selama ini orang lain dapatkan, Yer," lirih Nadia.

Yeri seketika mendongakkan kepalanya. Gadis itu tau apa yang di maksud oleh Nadia, sebab selama ini hanya ia yang mendengar segala keluh kesah dari gadis cantik sahabatnya itu. Yeri merasa sangat bersalah karena secara tak langsung ia berpikir sedang membandingkan dirinya sendiri dengan Nadia.

"Maaf Nadia. A-aku sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggungmu tentang itu. Maaf," ucap Yeri panik.

Nadia tersenyum teduh dan menggeleng. Nadia sebenarnya juga tau kalau sahabatnya itu tidak mungkin memiliki pemikiran seperti itu. Nadia paham bahwa yang di inginkan oleh Yeri hanya fisiknya, namun itu benar-benar bertolak belakang dengan keinginan Nadia yang selama ini hanya menginginkan cinta dan kasih sayang tulus dari semua orang di dekatnya. 

"Ah, jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku mengerti maksud mu," sahutnya sambil menepuk-nepuk punggung Yeri lembut.

Yeri tersenyum canggung. "odohnya aku mengatakan ini!" batinnya.

Sementara Nadia mulai sibuk mengeluarkan buku-buku dari tas sekolahnya. Menata buku pelajaran itu rapi di atas meja nya. Kemudian, ia melamun dan kembali bersedih. Semua orang mengira hanya karena memiliki fisik sempurna membuat dirinya bahagia dan mendapatkan apa saja yang ia inginkan. Namun pada kenyataannya itu adalah kesalahan yang besar.

Nadia tidak pernah mendapatkan apa yang dia inginkan dengan mudah. Harus ada usaha yang lebih untuk segalanya yang ia inginkan. Belum lagi jika Bianca atau Mama tirinya yang menghalangi keinginannya.

Sejak dulu, Bianca ingin menyerah pada keadaan karena ia merasa tidak sanggup untuk menjalaninya. Namun karena dukungan dari Yeri dan karena ia juga menunggu janji dari Bunda nya membuat ia harus berpura-pura tegar untuk waktu yang lama.

Kebahagiaan yang selama ini Nadia inginkan hanya menjadi sebuah angan-angan belaka bagi gadis berusia 17 tahun tersebut. Cukup beruntung baginya memiliki sahabat seperti Yeri yang mau menerima dirinya dengan baik tanpa memandang apapun dari sisi baik buruk dirinya.

Jika bukan karena Yeri, mungkin Nadia sudah menjadi korban bully anak-anak yang lain sebab tidak ada yang mau berteman dengannya secara tulus karena kebanyakan dari mereka hanya menaruh perasaan iri pada Nadia.

Sungguh menjadi sebuah keprihatinan tersendiri bagi gadis cantik itu.

"Jika kalian iri pada fisikku, apa aku juga boleh iri pada kebahagiaan kalian? Jika aku boleh memilih, aku hanya ingin di hargai karena apa adanya diriku. Aku tidak ingin di hargai karena fisik atau belas kasihan. Sungguh, ini membuatku semakin merasa tidak berguna sudah di lahirkan di dunia ini!" batin Nadia. Kemudian ia tersenyum kecut.

..