"Duduklah di bangku kosong yang kamu inginkan," perintah Pak Chen yang di tanggapi anggukan kecil oleh Rafa.
Anak baru itu berjalan menuju bangku kosong paling belakang. Sebenarnya ada dua bangku kosong, yang satu bangku paling belakang yang tepatnya belakang Yuna dan yang satu lagi di samping Yeri. Rafa lebih memilih untuk duduk di bangku paling belakang sendiri daripada ia harus duduk dengan Yeri. Ia sendiri tidak tahu kenapa, yang jelas ia lebih suka duduk sendiri.
Saat berjalan menuju bangkunya, Rafa tidak mengalihkan pandangannya dari menatap Nadia. Namun hal ini justru menjadi salah paham bagi Yeri yang memiliki tingkat kepercayaan diri lebih dari rata-rata. Yeri dengan kepercayaan dirinya mengira bahwa Rafa sedang memperhatikan dirinya.
Yeri menyenggol lengan Nadia pelan.
"Apa dia menyukai aku? Kenapa dia duduk di belakang ku?" bisik Yeri.
"Entahlah, mungkin iya..." sahut Nadia sambil menggelengkan kepalanya pelan. Nadia ini sama sekali tidak habis pikir dengan sahabatnya, tapi ia tetap memaklumi hal itu.
Nadia sudah tau dengan pasti bahwa temannya satu ini benar-benar memiliki tingkat kepercayaan diri yang luar biasa. Bagaimana mungkin ada orang yang langsung jatuh cinta di pertemuan pertama nya? Yeri sepertinya terlalu banyak menonton Drama Korea dan sinetron Indonesia. Sehingga dirinya menjadi Korban Drama.
Sementara Yuna mendengus kesal. "Ck, kenapa dia nggak duduk di samping gue aja sih?" cebiknya.
"Karena lo sama sekali nggak menarik," celetuk Bianca.
"Kenapa tuh mulut bisa jahat banget sih?" balas Yuna kesal.
"Mulut gue emang udah dari sono nya kayak gini. Kenapa, Lo nggak suka?" debat Bianca tak mau kalah.
"Gue nggak tau mau ngomong apaan lagi kalau sama lo. Nyebelin banget sumpah," decak Yuna yang sudah benar-benar kesal dengan Bianca.
Remaja berambut panjang itu pun mengalihkan pandangannya tak mau menatap Bianca lagi, kemudian ia beralih menatap Rafa yang saat ini sudah sibuk merapikan beberapa buku-buku pelajarannya di atas bangkunya sendiri.
Bianca yang melihat Yuna memandangi Rafa langsung mengerutkan keningnya heran, sebab Yuna memandangi Rafa dengan tatapan yang jelas seakan-akan mengatakan bahwa Yuna menyukai si Rafa itu.
"Yuna, Lo suka sama dia?" tanya Bianca langsung pada intinya.
Yuna menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia memang sedikit tertarik dengan siswa baru bernama Rafandra itu.
"Nggak usah suka sama dia. Lo ataupun Lia nggak boleh suka sama dia," ucap Bianca dingin.
"Kenapa?" sahut Yuna dan Lia bersamaan.
"Nggak ada alasan, dan pada intinya kalian berdua cuma nggak boleh dekat ataupun suka sama si Rafandra itu," balas Bianca tegas.
"Lagi? Lo peringat in kita buat nggak suka sama cowok, lagi? Lo--"
"Kenapa? Lo nggak terima dan mau protes?!" potong Bianca saat Lia belum menyelesaikan ucapannya.
Lia langsung menciut karena ia memang takut dengan Bianca ketika marah. Menyeramkan baginya, juga bagi Yuna. Dan akhirnya kedua siswi itu menganggukkan kepala secara bersamaan. Lebih baik menuruti perkataan Bianca daripada mereka berdua harus terkena masalah yang rumit.
"Ya udah iya..." putus mereka bersamaan.
Bianca tersenyum menyeringai. "Ra.. Fan... Dra? Hm, menarik.." ucap nya sambil memainkan bolpoin di tangannya, dan menaikkan sebelah alisnya memandangi Rafa yang saat ini justru sedang memandangi Nadia.
Pelajaran di kelas 12 IPA 1 itu berlangsung dengan tenang dan semua penghuni kelas memperhatikan pelajaran dengan seksama, terkecuali Bianca yang sedari tadi hanya memperhatikan segala gerak gerik yang di lakukan oleh Rafa.
Siswi cantik itu tau kalau sedari tadi Rafa selalu sibuk memperhatikan Kakaknya, tetapi hal ini benar-benar membuat Bianca tidak menyukainya. Bukan tanpa alasan, sedari dulu Bianca memang tidak suka jika ada cowok yang mendekati Nadia. Entah apa alasannya, tetapi yang jelas Bianca tidak akan membiarkan siapapun untuk mendekati kakaknya itu.
Nadia sendiri juga sudah tau bagaimana kelakuan adik tirinya itu, di mana ia harus di paksa selalu mengalah dari adiknya. Dan Nadia tidak pernah mempermasalahkan semua itu karena jika ia berdebat atau bertengkar dengan sang adik pasti pada akhirnya dia yang akan di salahkan. Jadi, sebisa mungkin Nadia selalu mengalah dan selalu menghindar dari segala kejadian yang akan membuat dirinya bertengkar dengan sang adik.
***
Bel istirahat sudah berbunyi. Di mana bunyi itu serasa bagai panggilan ke alam surga bagi seluruh murid di SMA Pelita Bangsa. Satu persatu murid di dalam masing-masing kelas, hingga tidak terkecuali dengan kelas 12 IPA-1 itu keluar menuju kantin sekolah. Ini adalah jam untuk makan siang.
Dan di kelas 12 IPA-1 itu hanya tinggal beberapa orang saja. Nadia, Yeri, Bianca, Rafa dan dua siswa lainnya.
"Kamu mau makan di kelas lagi? Bawal bekal lagi ya?" tanya Yeri yang baru selesai memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tasnya.
Nadia mengangguk dan mengeluarkan bekal nya. "Kamu nggak ke kantin?" tanya Nadia balik.
"Nggak, aku lagi males jalan ke kantin. Lagian, aku juga lagi niat buat diet. Kalau mau nyicil bekal kamu aja, boleh nggak?" oceh Yeri panjang lebar.
Nadia tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Sahabatnya itu langsung tersenyum lebar menampilkan deretan gigi rapinya. Sementara tanpa mereka sadari, sejak tadi Bianca memandang Nadia dan Yeri dengan tatapan tak suka. Padahal Nadia tidak pernah mengganggu Bianca sama sekali, bahkan Nadia tidak pernah ingin terlibat apapun dengan Bianca.
Hingga tidak lama kemudian, Rafa beranjak dari tempat duduknya. Sontak saja membuat Bianca langsung mengarahkan pandangannya pada Rafa dan ia juga ikut berdiri dari duduknya.
"Maaf, aku ganggu kalian nggak?" suara Rafa berhasil mengalihkan perhatian Nadia dan Yeri yang sibuk menikmati makan siang mereka.
"Eh, enggak. Ada apa?" sahut Yeri dengan ramah, sementara Nadia hanya cuek dan terus memasukkan makanan ke dalam mulut kecilnya.
"Boleh kasih tau ke mana arah kantin?" tanya Rafa dengan ragu, dan sedikit melirik Nadia yang sama sekali tidak peduli padanya.
"Aaa... Kantin?" tanya Yeri balik sambil mengunyah makanannya.
Rafa mengangguk.
"Ke sa--"
"Bareng aku aja yuk!" Bianca menyela Yeri yang baru saja ingin memberitahu Rafa.
Rafa langsung mengalihkan pandangannya melihat Bianca, kemudian tersenyum ramah. "Kamu juga mau ke kantin?" tanyanya pada Bianca.
Bianca mengangguk cepat dan tersenyum lebar. Sepertinya Bianca memang memiliki niat yang sama seperti apa yang dulu ia lakukan pada Nadia, ia akan menjauhkan semua orang yang ingin dekat dengan kakak tirinya itu.
"Baiklah, ayo!" final Rafa pada akhirnya.
Mereka berdua pun keluar dari kelas meninggalkan Yeri dan Nadia. Yeri di buat melongo melihat Bianca yang begitu lancang memotong pembicaraannya. Meski Yeri tau kalau Bianca itu siswi yang -sedikit- bandel dan menyebalkan, tapi apakah ia tidak memiliki akal yang bisa ia gunakan untuk berpikir bahwa menyela pembicaraan orang itu tidak baik?
Yeri benar-benar kesal dengan saudara tiri sahabatnya itu.
"Ck, bocah kurang ajar itu!" geram Yeri kesal sambil membanting sendok di tangannya.
Nadia menyunggingkan senyum. "Kenapa? Harusnya kamu udah tau gimana sifat adikku kan?" sahut Nadia tidak perduli, dan terus memasukkan makanan ke dalam mulut kecilnya.
"Eh, kenapa sih dia bisa punya sifat kayak gitu sama orang lain? Aku tau kalau kamu sama dia itu cuma saudara tiri, tapi kalian kan tetap satu papa dan satu darah. Kenapa sih dia gak bisa tiru sifat baik kamu sedikit aja... Sedikit!" decak Yeri yang masih belum terima dengan sikap Bianca padanya.
"Nggak di ajarin sopan santun apa gimana sih tuh anak!" lanjut Yeri yang masih ingin memaki Bianca.
"Jangan ngomong kayak gitu, Yer. Aku nggak suka kalau kamu jelek-jelekin adik aku," lirih Nadia.
"Lagi? Kamu belain dia lagi? Apa kamu nggak sadar, semakin kamu ngalah dari dia, kamu itu semakin terlihat nggak berguna!" geram Yeri.
Entah kenapa tiba-tiba Yeri begitu kesal pada Nadia. Apa dia marah karena Bianca memotong pembicaraannya dengan Rafa? atau memang Yeri yang marah karena dia sudah tak tahan dengan Nadia yang selalu mengalah dari adiknya itu.
"Yeri..." lirih Nadia dengan sangat pelan.
Nadia tau jika Yeri itu sedang marah pada adiknya, tetapi ia juga tidak boleh jika sampai memaki Bianca seperti itu. Nadia benar-benar tidak suka jika ada yang membuat marah adiknya, ataupun menyakiti perasaan adik tirinya itu.
"Udahlah, aku minta maaf sama kamu. Aku terlanjur kesal sama kelakuan adek kamu, tapi nggak seharusnya aku marah sama kamu kayak gini. Aku minta sekali lagi, dan aku nggak bermaksud," ucap Yeri memelas. Memang terkadang Yeri ini jika sedang marah sekali lupa diri.
Nadia tersenyum tipis karena Yeri memang tidak bermaksud untuk menyakiti perasaannya. "Aku mengerti," sahutnya.
..