Suara azan yang menggema menjadi alarm subuh. Berisik terdengar di telinga namun tetap tidak bisa membangunkan gadis manis satu ini.
Zara gadis manis berumur 18 tahun itu, masih terbaring di kasurnya. Mengabaikan panggilan ibadah yang terus menggema dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal dan bantal. Sudah hal biasa jika itu terjadi. Sholat baginya hal yang jarang sekali untuk di jalankan. Padahal itu adalah kewajiban bagi setiap umat yang beragama Islam.
Semalam, setelah rutinitas panjang yang di laluinya. Sesampainya di rumah, dia juga harus mempersiapkan seragam dan barang-barang untuk kegiatan ospek Universitas yang akan berlangsung besok. Seragam hitam putih, kain sarung dan atribut lainnya harus sudah siap segera. Hal itu membuat Zara semakin lelah. Dan tertidur pulas di atas kasurnya yang empuk. Hingga jam menunjukkan pukul jam 6 pagi.
"Zara bangun" ucap lembut ibu sambil berdiri di depan pintu kamar sambil menatap anak bungsunya.
"Hem.. iya bu" ucapnya dengan enggan.
Karlina namanya. Sosok ibu yang mulai renta dengan balutan daster yang menutupi tubuh yang telihat kurus tersebut. Harus rela bangun setiap pagi menyiapkan air hangat. Dan sarapan pagi untuk anaknya. Tak ada rasa bosan terucap dari bibirnya. Meskipun disisi lain dia juga harus berjuang, bekerja menjahit siang dan malam. Baginya pendidikan sang anak adalah hal yang harus diperjuangkan.
Dengan langkah gontai Zara bangun dan mandi. Butuh waktu setengah jam menunggu Zara menyelesaikan rutinitas paginya di kamarnya. Terkadang ibunya heran entah apa yang dilakukan anaknya sampai selama itu di kamar mandi.
Pagi ini adalah hari pertama dirinya memulai ospek. Dan dia pergi dengan balutan kemeja putih, rok hitam dan jilbab yang menutupi rambut hitamnya. Dan tak lupa dia menggunakan soplens bercorak coklat kesukaannya. Meninggalkan kacamata hitam tebal yang biasa membingkai matanya.
Seperti hari biasanya selalu ada seorang laki-laki mulai menua dengan rambut yang sedikit demi sedikit memutih. Menunggu anak bungsunya bersiap untuk mengantar anaknya menuju kampus.
Braham Wijaya. Sosok lelaki hebat yang amat di sayang oleh Zara. Lelaki yang setia mengantarkan dirinya kesana kemari dari SD hingga dirinya duduk di bangku perkuliahan. Tak pernah ada ucapan lelah yang keluar dari bibirnya. Baginya Zara adalah yang terbilang berbeda dari kedua kakaknya yang harus di awasi dan di jaganya terus.
Menurutnya kepolosan dan keluguan Zara membuat Braham berat untuk melepaskan anaknya berpergian sendiri. Meskipun sejak kecil Braham telah mengajarkan untuk hidup mandiri namun tak bisa memukiri bahwa Zara bisa dilepaskan olehnya dengan bebas seperti kedua kakaknya Zara.
"Ibu pergi", teriak Zara dari dalam mobil.
"Iya hati-hati", balas ibu dari arah dapur.
Tak butuh waktu hanya 15 menit untuknya sampai di kampus hijau yang letaknya berada di pusat kota. Di lihatnya dari kaca jendela begitu banyak mahasiswa dengan baju yang sama persis dengan dirinya. Berjalan beriringan menuju lapangan yang telah penuh dengan mahasiswa baru.
/
Perpustakaan pusat. Di bangku besi, tangga gedung dan beberapa pohon yang meneduhkan gedung tersebut. Berkumpul banyak mahasiswa baru dengan balutan baju hitam putih dan kain sarung yang bertengger setia di pundak mereka. Ada sekitar 40 mahasiswa yang duduk manis menunggu giliran untuk bebaris di lapangan.
Senyum manis merekah di wajah mahasiswi perempuan. Menanti waktu yang di tunggu-tunggu mereka dua hari belakang ini. Sama seperti yang lain, begitu pula dengan Zara meskipun harus menunggu 1 tahun untuk kuliah. Akhirnya dia juga bisa merasakan ospek seperti teman-temannya di SMA dulu. Meskipun ada rasa iri di hati Zara melihat temannya bisa kuliah di tempat favorit sesuai keinginan mereka dengan mudah.
Flashback on
"Zara, aku lulus" teriak Mira dari luar rumah dengan gembira. Dia datang untuk memberitahu bahwa dia lulus di Universitas dengan jalur beasiswa. Ada rasa bangga dan senang tercetak di raut wajahnya.
Mira adalah teman masa kecil Zara. Sejak dari kecil mereka sudah berteman. Tak ada pikiran buruk di benak Zara tentang Mira. Kepolosan yang terlihat pada Mira membuatnya hanya melihat sisi baiknya saja. 16 tahun baginya itu cukup untuk mengenal Mira. Namun ternyata semua itu salah.
Disisi lain berbeda dengan Zara. Dia harus menelan pil pahitnya sendiri mendengar berita tersebut. Dulu ketika ingin mendaftar kuliah, dia berjuang membantu temannya untuk bisa mendaftarkan jalur beasiswa sama seperti dirinya. Tetapi tidak dengan Mira, dia melakukan segala cara agar tidak kalah dengan Zara. Secara diam-diam dia mengurus berkas bebasiswa sendiri tanpa memberitahu Zara. Dan akhirnya dia bisa mendapatkan beasiswa yang di rekomendasi dari sekolah.
"Memang harus di kejar terus itu guru biar dapet beasiswa"ucap Mira dengan santai.
Hanya tetesan air mata yang mewakili jawaban atas ucapan Mira. Sakit yang terasa di hati Zara terlalu menusuk. Tak ada kata yang bisa terucap secara lisan. Hanya ungkapan batinya yang memendam sakit.
"Aku ada di sekitar kamu tetapi kenapa baru sekarang kamu berucap, seolah-olah peduli" batinnya berucap sambil membenam wajahnya di bawah bantal.
Flashback off
"Ayo adik-adik giliran kita untuk bebaris" teriak kakak tingkat bernama Andi. Membuyarkan lamunan Zara yang mellow.
Dengan cepat mereka semua berbaris. Membagi barisan menjadi dua barisan. Yang kanan untuk cowok dan kiri untuk cewek. Meski matahari telah mencapai puncaknya. Namun teman-teman yang lainnya masih tetap setia di tempat mendengarkan ocehan kakak tingkat yang keluar keras dari toa.
"Panas banget, pindah kebelakang yuk" ucap Zara kepada ketiga temannya sambil membasuh dahinya yang mulai bermunculan bintik-bintik air.
"Ayo" balas Amalia dengan semangat.
Kemarin setelah di kumpulkan bersama dalam satu kelompok. Zara berkenalan dengan tiga perempuan bernama Rani, Amalia, dan Aulia. Ketiga temannya itu merupakan lulusan dari pesantren. Namun hanya Aulia yang berbeda tempat dengan Amal dan Rani. Dua hari waktu yang digunakan untuk mengenal karakter mereka. Dan terlihat jika Amal dan Rani termasuk anak yang kocak dan seru jika di ajak berteman. Sedangkan Aulia hanya ikutan saja jika di ajak.
Dilihat Zara dari belakang teman-teman yang lain masih setia berdiri di bawah terik matahari. Berbeda dengan dirinya dan teman-temannya. Mereka memilih duduk dan berteduh di bawah pohon. Sambil menunggu instruksi dari kakak tingkatnya untuk masuk ke dalam Aula dia dan temannya justru ngobrol dengan kakak tingkat dan beberapa mahasiswa laki-laki yang ikut nongkrong di belakang.
Sebelumnya terpikir di dalam benak Zara jika dia harus berpanas-panasan. Berbaris mengerjakan hal yang di minta oleh kakak tingkat seperti cerita kakaknya semasa ospek dulu. Namun semua itu salah. Alhamdulillah kampus yang dipilihnya memiliki Aula yang cukup besar. Aula yang di dalamnya terdapat dua lantai. Dan cukup juga untuk menampung ratusan bahkan ribuan mahasiwa.
Kegembiraan muncul di wajah Zara. Karena dia tak harus duduk berdesakan seperti beberapa kelompok ospek yang lain di lantai bawah. Terlihat dari atas desak-mendesak menjadi objek pertama yang tertangkap di retina mata Zara.
"Nih dengerin, aku punya lagu bikinan sendiri. Bagus nggak? tanya Rama laki-laki dengan postur badan yang tinggi dan berkulit hitam tersebut. Sambil menyodorkan headset kea rah Zara.
"Lumayan" ucap Zara singkat. Sambil meresapi alunan musik yang mengalun di telinganya.
Selain ketiga teman perempuannya tadi. Dia juga mengenal beberapa pria. Mereka adalah Bayu dan Fadhil. Kedua lelaki yang taat agama dan rajin beribadah. Menurut Zara mereka teman yang asik dan baik, jika di ajak untuk berteman.
Tawa canda selalu tercipta di wajah manis Zara. Dia senang karena hari ini kegiatan tidak terlalu berat untuknya. Dia hanya menyimak mendengarkan beberapa hal yang baginya tidak terlalu penting untuk di jalani. Hingga waktu menjelang sore.
/
Skip. Di kamar dengan ranjang kecil dan lemari kayu yang telah usang mengisi ruangan yang terbilang tidak terlalu luas itu. Zara berguling di atas kasur sambil menatap langit-langit atap sambil termenung memikirkan tugas magangnya yang menumpuk.
Ting.. suara notifikasi masuk dari ponselnya. Namun Zara mengabaikan suara itu dan tidak peduli. Tetapi berulang kali suara itu berbunyi, membuat dia jengah dan membuka pesan tersebut.
"hai"
"hello"
"p"
Zara terdiam menatap benda pipih yang berada di tangannya. Dengan kening yang berkerut, ia menatap heran ke layar ponselnya. Di lihatnya beberapa kontak baru masuk di handphonenya.
"Ihhh.. ini siapa sih?" ucapnya sambil bertanya-tanya sendiri. Karena notifikasi pesan yang banjir di ponselnya membuatnya sedikit kesal, ponselnya mulai eror. Di tambah grup ospek yang mulai ramai dengan ucapan salam kenal.
Namun setelah dibacanya satu persatu pesan. Ada perasaan menggeliti melihat percakapan konyol mereka yang saling menebar pesona agar terlihat menarik. Namun hanya senyuman yang terukir di wajah Zara. Baginya kekonyolan mereka hanyalah obat sesaat untuk menghempas sedikit rasa lelah di tubuhnya beberapa hari ini.
Di scroll layar ponselnya. Mencari chat seseorang yang telah di tunggunya beberapa hari ini. Orang yang beberapa bulan terakhir menemani hari-harinya. Namun tak ada satupun pesan yang menampilkan nama lelaki itu di layar ponsel Zara.
Brian, lelaki dengan bibir tipis, hidung mancung, dan bekulit hitam itu. Lelaki pertama yang dulunya pernah menjadi pacar pertama Zara ketika SMA. Entah di mulai dari mana pendekatan yang terjadi antara Zara dan Brian. setelah 5 tahun lamanya putus dan tidak pernah berkomunikasi lagi. Brian kembali mencari Zara dan menjalin hubungan kembali.
Ada rasa tak nyaman yang dirasakan Zara ketika bertemu kembali dengan Brian. Namun semua perasaan itu di tepis oleh Zara. Dia hanya murni berteman tanpa harus melibatkan perasaan namun lambat laun. Hati yang beberapa tahun lamanya kosong kembali terisi dengan sosok Brian. Dan mulai terbiasa dengan keberadaannya kembali.
"Hem.. tidak ada" gumam Zara lirih sambil menatap ponselnya dengan resah.
Disisi lain. Di sebuah kossan sederhana di sekitar kampus. Risky lelaki yang menatap Zara dari jauh di awal pertemuan mahasiswa baru. Sedang berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Bergosip tentang Zara sambil ditemani dengan makanan ringan dan minuman soda yang berserakan di lantai. Ada rasa tertarik yang di rasakan olehnya ketika pertama kali melihat Zara. Begitu pula dengan teman-temannya yang lain. Tanpa tahu bahwa Zara telah memiliki kekasih.
***