Chereads / Zara / Chapter 5 - Chapter 5

Chapter 5 - Chapter 5

Di sebuah kamar di atas kasur yang cukup luas, Zara beguling menatap langit-langit atap kamarnya sambil merenung nasib. Ingatan masa lalu yang selalu terekam bebas di otaknya menyisipkan perasaan rindu. Rindu berkumpul bersama mereka, bercerita dan tertawa bersama. Meskipun dirinya masih terbilang kecil namun ada rasa nyaman saat berada di antara orang-orang dewasa. Zara tak bisa menutup kemungkinan, di umurnya yang baru menginjak 18 tahun telah di suguhi pembicaraan bahkan perilaku orang-orang dewasa yang seharusnya belum pantas untuk di ketahuinya. Namun keadaan menuntun dirinya untuk mengerti itu semua.

Tersenyum tipis, mengingat masa lalu yang begitu bahagia. Apalagi ada teman dan orang-orang terdekat yang bisa menjadi tempat untuk berbagi rasa. Meskipun hanya hitungan bulan tidak menutup kemungkinan bila Zara rindu masa itu, masa dimana dirinya berkumpul dengan teman-temannya dahulu.

***

Pagi ini matahari bersinar cerah membangunkan Zara dari tidur panjangnya. Dia duduk di atas ranjang menguap sambil merentangakan kedua tangannya. Di lihatnya jam menunjukkan pukul setengah 8 pagi. "hahh.. masih pagi" gumamnya sambil kembali berguling-guling di atas kasur dan memainkan handphonenya. Sebuah kebiasaan yang belum bisa hilang dari diri Zara sebelum berangkat ke kampus.

"Zara bangun…", teriak Karlina ibunya dari arah dapur.

"iya, iya bu", ucap Zara.

Selang beberapa saat Zara keluar dari kamar mandi. Berbalut dengan handuk berwarna pink yang melilit tubuhnya berjalan menuju pintu kamar dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Dengan baju kemeja putih dan rok berwarna cream Zara duduk di depan cermin. Menata jilbab berwarna senada dengan roknya agar terlihat rapi dan cantik di wajahnya. Di samping itu, alunan musik selalu terdengar indah di telinga Zara setiap pagi sebelum berangkat ke kampus.

Pagi ini, tidak seperti biasanya. Zara harus pergi sendiri menuju kampus tanpa ditemani ayah. Dirinya terpaksa harus di tinggal karena pekerjaan yang menuntut ayah untuk pergi lebih awal. Dan sekarang di ruas jalan raya yang padat, Zara berdiri sendirian menunggu bus yang biasa searah dengan kampusnya. Ada rasa bosan hinggap di diri Zara, setelah setengah jam menunggu bus datang.

"huh.. akhirnya datang juga", gumamnya sambil mengecilkan volume lagu yang di dengarnya dari headset berwarna putih.

/ skip

Dari sudut lapangan Zara duduk di bangku besi. Terlihat dari jauh, lelaki dengan postur tinggi dan gagah berkeliling mengitari setiap mahasiswa baru. Jarak yang begitu jauh membuat matanya sedikit menyipit untuk memperjelas pengelihatannya. Dan mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Meskipun tak terdengar di telinga Zara apa yang sedang lelaki itu bicarakan.

"Eh Zara, liat apa dari tadi diem terus", ucap Rani dengan eskpresi heran menatap ke tempat yang sama seperti Zara liat tadi.

"Noh, liat Risky lagi berjemur kayak ikan asin di tengah lapangan", timpal Amalia dengan cengengesan. "Zara Risky tuh beneran suka loh sama kamu. Emang kamu nggak tertarik juga gitu sama dia?"

"hem.. entahlah mal", ucap Zara dengan bimbang sambil menatap Rani. Diapun masih bingung dengan perasaannya sendiri. Ada rasa senang di hatinya mendengar jika Risky menaruh hati kepadanya. Namun ada pula rasa tidak tenang di hatinya jika mengingat Brian. Lelaki yang telah mengabaikannya begitu lama. Kini keinginannya hanya satu, kembali menjalin pertemanan dengan Brian secara baik-baik. Dari awal dirinya tak pernah berharap untuk kembali menjalin hubugan dengan Brian. Namun keadaan berkata lain, kini dirinya harus terperangkap ke dalam hubungan yang rumit.

"Sudah, sudah nggak usah di pikiran. Zara kamu udah nyerahin formulir pendaftaran ospek fakultas?", tanya Rani.

"Sudah tadi. Kenapa kamu belum ya?", ucap Zara.

"Iya nih belum. Temenin ya Zara gue takut nih kalo sendirian", ucap Rani.

"ya udah cepetan ya. Gue tungguin disini", ucap Amal.

Di sepanjang koridor kampus penuh dengan mahasiswa yang mencari tahu tentang seluk beluk ruangan di fakultas ini. Sambil bejalan Zara melihat kiri kanan terdengar ocehan mahasiswa lain yang bergosip. Zara di kejutkan dengan teriakan melengking dari salah satu mahasiswa di koridor tersebut.

"Woy.. Zara!!, ucap Hana teman Zara semasa MA dulu dengan antusias.

"wahh.. adek", ucap Zara dengan sumringah.

"Apa kabar, kamu kuliah disini juga ya?" tanya Hana.

"Alhamdulillah baik. Iya nih baru masuk", ucap Zara sambil tersenyum senang bertemu kembali dengan teman lamanya setelah hampir satu tahun menghilang. "Eh Han gue duluan ya, mau ke atas nih masukin formulir, dahh", ucap Zara sambil melangkah meninggalkan Hana menuju ke ruangan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) tempat berkumpulnya para kakak tingkat yang mengurusi kegiatan ospek Fakultas. Beberapa langkah tak jauh dari pintu ruangan sudah banyak mahasiswa baru yang berbaris memegang map berwarna kuning, hijau, dan merah sesuai dengan jurusan masing-masing.

Di dalam ruangan itu Zara mengisi absensi kehadiran dan mendengarkan beberapa instruksi yang di berikan oleh kakak tingkatnya itu. Disana Zara di minta untuk membawa beberapa perlengkapan ospek seperti pita, buku, dan lain sebagainya. Selang beberapa menit akhirnya selesai juga. Zara akhirnya bisa keluar dari ruangan itu. Dan kembali ke tempat awal mereka berkumpul bersama Amal.

Matahari telah mencapai puncaknya dan suara azan pun telah berkumandang. Terlihat beberapa mahasiswa berlalu lalang keluar masuk masjid menunaikan kewajiban untuk sholat Zuhur.

"Ayo udah adzan sholat gih", ucap Amal sambil menyuruh para lelaki yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Fadhil duluan ke masjid, gue masih ngurusin kegiatan BTA nih", ucap Bayu sambil berlari kembali ke ruangannya.

Kampus Zara terbilang kampus islami yang taat akan agama. Entah kenapa dari sekian banyak kampus di kotanya. Hanya kampus inilah yang menjadi pilihan utama setelah dirinya lulus dari Madrasah dulu. Dia berpikir jika kampus ini, dia bisa bertemu dengan teman-teman yang bisa membawa jauh lebih baik. Namun nasi telah menjadi bubur. Pertemuan pertamanya dengan Brain berhasil menjungkir balikan kehidupannya. Zara terlampau jauh dari dunianya sendiri. Tak pernah ada yang tahu. Di balik senyum ceria di wajahnya, menyimpang kegelisahan. Dirinya terlalu menutup rapat kehidupannya. Seperti saat ini meski ramai terdengar celotehan orang di sekitarnya. Namun Zara merasa sendiri.

***

Di bawah pohon yang rindang, Risky duduk bersama teman-temannya. Mengobrol banyak hal termasuk tentang berbagai macam kegiatan yang dilalui mereka siang ini. Terlihat wajah lelah dari ketiga teman laki-laki tersebut. Termasuk Risky, dia harus menahan rasa lelah di tubuhnya setelah kegiatan yang dilaluinya selama 6 hari belakangan ini. Sambil meranggankan kedua tangannya berharap bisa mengurangi rasa sakit di tubuhnya. Di atas bangku besi yang sudah berkarat. Mata Risky menangkap sosok perempuan manis yang menyita pikirannya beberapa hari ini sedang berjalan ke arahnya. Terlihat senyuman di sunggingkan dari bibirnya.

"Manisnya", gumam Risky secara pelan namun masih terdengar di telinga Zara. Zara menoleh ke arah Risky dan tersenyum menunduk sambil menyembunyikan semburat merah yang ada di kedua pipinya. Entah kenapa dirinya senang bila berada di dekat Risky. Namun dirinya terlalu gengsi menunjukkan kertertarikannya kepada Risky.

Namun semua keharmonisan yang tumbuh di antara Risky dan Zara harus musnah. Setelah terdengar suara Brian yang berjalan menuju kea rah Zara.

***