Chereads / Zara / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

Di jalanan yang sepi, berjalan beberapa orang lelaki melintasi jalanan secara bersamaan. Terdengar obrolan dari para laki-laki tersebut mengisi kekosongan yang sunyi. Dari pinggir jalan telihat dari mata Zara, Brian terdiam menatap dalam ke arahnya. Tetapi tatapan itu di acuhkan oleh Zara. Dirinya terlalu egois untuk membalas ataupun tersenyum kepada Brian. meskipun sebenarnya dalam hatinya tumbuh perasaan cemas. Namun dari semua teman yang ada di sekitar tidak ada yang mengerti dengan perubahan raut wajah Zara, kecuali Risky.

"Dia siapa Zara?", ucap Risky yang ikut melihat ke lelaki yang dari tadi melihat Zara dari kejauhan.

"Brian, dia kekasihku", ucap Zara yang terus menatap punggung Brian yang terus menjauh dan menghilang.

Kehadiran Brian menimbulkan kecanggungan di antara Risky dan Zara. Tak ada sepatah kata yang bisa Zara ucapkan setelah kepergian Brian tadi. Risky terlalu bingung untuk memulai obrolan lagi bersama Zara. Ada perasaan tidak enak yang timbul di hati Risky karena telah mengganggu pacar orang.

***

Matahari mulai menghilang, digantikan senja yang perlahan-lahan mulai datang. Sore ini bersama dengan Rani, Amal, Rizal, Bayu, dan Fadhil. Zara pergi meninggalkan kampus untuk melepas penat bersama teman-temannya. Disini di pusat kota Zara duduk bersama teman-temannya, menikmati keindahan jembatan dan luasnya sungai yang membentang. Terlihat dari jauh berdiri kokoh sebuah jembatan berwarna merah di tengah-tengah sungai. Dari bawah jembatan bermunculan perahu yang berlalu lalang melintasi jembatan. Terdengar deburan ombak yang menghempas dinding. Dan semua itu tak lepas dari retina mata Zara. sebuah keindahan yang Tuhan ciptakan untuk kebutuhan hidup umatnya.

Drett.. Terasa genggaman tangan menyentuh kedua bahu Zara. Zara menoleh ke belakang, mencari tahu siapa yang menyentuh bahunya dari belakang. Dan itu Fadhil, lelaki berkulit putih, hidung mancung, dan tinggi. Tersenyum kearah Zara sambil ikut menikmati hembusan angin sore yang sejuk.

"mang beli mang!!", teriak Rizal lantang memanggil penjual es krim yang melintas di sekitar sungai.

"Ada yang mau es krim nggak, gue traktir nih", ucap Rizal sambil melihat-lihat isi boks yang ada di atas sepeda yang digunakan si penjual untuk berjualan es.

"Gue mau dong, gue mau dong", ucap teman-teman Zara sambil menyunggingkan senyuman karena mendapat makanan gratis.

"Nih Zar punya kamu", ucap Rizal sambil mengulurkan tangannya ke Zara memberikan es krim yang sudah di belinya.

Semua orang makan dengan khikmat, termasuk juga Zara. Satu buah roti dan satu skrup es krim, cukup menggiurkan di mata Zara. Walaupun es krim makanan kesukaan Zara, namun dia masih memilih-milih es yang dia beli. Biasanya es krim yang di beli memiliki merek ternama dan terkenal. Namun karena ini pemberian teman barunya dia harus rela membiarkan tenggorokannya sakit lagi karena sembarangan memakan es krim.

"Eh.. sudah sore nih pulang yuk, rumahku jauh", ucap Zara dengan khawatir karena waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dan sebelumnya diapun tidak meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk pergi jalan-jalan bersama teman-temannya.

"Zara kamu pulang di antar sama Bayu ya, kalian kan searah. Bayu tolong ya anterin Zara", ucap Amal sambil menyatukan kedua tangannya di depan dada.

"Oke siap. Zara kita pulang!!", ucap Bayu sambil menyalakan motornya.

"Oke Bay. Guys gue duluan ya", ucap Zara sambil menaiki di bagian penumpang di belakang Bayu. Dan melambaikan tangan meninggalkan teman-temannya yang juga bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing.

Selama di perjalanan tidak terlalu banyak obrolan yang terjadi antara Bayu dan Zara. Zara yang pendiam tidak terbiasa untuk memulai obrolan. Dan begitupun dengan Bayu meskipun dia tipe anak yang asik dan pintar bergaul. Namun dirinya tidak terlalu dekat dan sedikit menjaga jarak dengan lawan jenis.

***

"Zara pulang bu", ucap Zara dari luar sambil memasuki rumah. Di lihatnya dari semua sudut ruangan sunyi. Tak ada suara berisik yang menggema seperti dahulu. Keceriaan yang dulunya terasa begitu hangat. Kini telah menghilang. Terkadang Zara merindukan kehangatan, sentuhan kasih sayang. Namun semua itu sulit untuk di dapat.

Keadaan kini telah berubah, setelah kesibukan yang terus menerus menuntut. Membuatnya semakin menjauh dari keluarga. Terlebih setelah kedua kakaknya yang berkerja di luar kota. Keadaan rumah semakin sepi. Di tambah kesibukan kedua orang tuanya yang membuat Zara enggan untuk pulang ke rumah. Tak ada kebahagiaan yang bisa di dapatnya dalam rumah. Pertengkaran dan masalah yang bermunculan terus menerus membuatnya lelah dan bosan. Ingin rasanya berteriak meminta pertolongan. Namun tak ada yang bisa mendengar ataupun menolongnya.

Dan kini hanya di atas sejadah. Zara menangis mengaduh kepada langit, atas banyak hal yang ditemuinya. Ia ingin sekali menerima semua ini, namun sulit. Batinya begitu terguncang, tak ada kesiapan untuknya menghadapi berbagai macam masalah yang bermunculan di dalam keluarganya.

Kehidupan Zara tiba-tiba berputar 360 derajat. Tak ada ketenangan ataupun kebahagiaan yang bisa di rasakan olehnya. Keributan dan keributan yang terus terdengar, membuatnya ingin terus berlari. Menghilang dari bumi dan tak ingin kembali.

***