"Ah!" Lita memekik saat langkahnya terus melangkah maju ke arah depan tanpa bisa dikendalikannya. Elanda yang berjalan di depan menoleh dan ikut memekik penuh keterkejutan saat melihat Lita berjalan cepat tanpa bisa dihentikan di hadapannya, pada akhirnya gadis itu baru berhenti setelah ia menabrak tubuh Elanda dengan keras.
Untuk sesaat tatapan keduanya kembali bertemu, Lita yang kini berada dalam dekapan Elanda terlihat diam sejenak sebelum detik selanjutnya ia buru-buru membawa tubuhnya untuk kembali beridir dengan kakinya sendiri.
Tak jauh berbeda dengan Lita, Elanda pun terlihat bereaksi serupa. Bedanya, ia tidak membiarkan gadis di dekapannya itu sekarang untuk lepas darinya. Elanda mempertahankan Lita dalam kaitan tangannya.
"Kamu kenapa?" Tanya Elanda saat dengan sigap, setelah menangkap tubuh Lita yang hampir aja terperosok ke arah bawah.
Lita yang baru saja menghembuskan napas tenang karena untungnya ia tidak jadi jatuh ke bawah, menghela napas panjang.
"Maaf, Pak kaki saya kegelincir." Ucap Lita melirik ke arah bagian bawah sepatunya yang membuatnya dalam posisi canggung karena ia sekarang berada dalam pelukan Elanda.
"Astaga, emang licin sih jalanannya." Ungkap Elanda lalu ikut membawa tatapannya ke arah kaki Lita.
"Kaki kamu sakit? Ada yang terkilir enggak?" Tanya Elanda khawatir jika karena tergelincir tadi gadis itu terluka. Lita terdiam sejenak menatap ke sekitar untuk menetralkan panas di area wajah lalu menggelengkan kepala.
"Sepertinya enggak, Pak. Makasih." Ucap Lita dengan canggung. Elanda menghela napas tenang. Namun tatapannya tetap tak berpaling dari Lita, malah dari tatapannya terlihat seolah bahwa ia sedang bertanya pada Lita, bisakah mereka melanjutkan langkah mereka. Lita dapat melihat ketulusan pria itu, yang ingin memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja.
"Kalau begitu kita lanjut, barang-barang kamu? Lho kamu bawa laptop?" Tanya Elanda melirik ke arah tas laptop yang ada di genggaman Lita.
Lita menyengir kuda, "Kan saya bilang saya mau sambil belajar, Pak." Ungkap Lita yang hanya di respon Elanda dengan tarikan napas.
"Ya udahlah, tapi hati-hati soalnya di sini ada makhluk lain--"
"Makhluk lain?!" Pekik Lita penuh keterkejutan.
"Nanti saya ceritain, sekarang kita ke kamar dulu. Kayanya bentar lagi bakal hujan." Ucap Elanda seraya membawa satu tangannya terbuka di udara merasakan bahwa ada percikan air. Atau itu hanya perasaannya saja.
"Serius, Pak?" Pekik Lita juga terkejut lalu ikut membawa tangannya ke atad. Tapi sepertinya ucapan Elanda benar, karena saat Lita mendongak ia menemukan bahwa langit sudah begitu mendung.
"Eh iya," ucap Lita.
"Nah, makannya ayo masuk. Nanti laptop kamu rusak kalau kena air." Ingat Elanda, lalu tanpa bernada basi, gadis itu segera membawa langkahnya untuk mengekori Elanda.
Keduanya kini berada di dalam kamar grand pool suite resort ini. Saat pintu terbuka, aroma rempah pertama kali tercium. Anehnya meskipun ini aroma rempah, tapi bukannya bau jamu-jamuan yang tercium, tapi justru tercium aroma yang menenangkan.
Elanda membawa langkahnya lebih dulu untuk memasuki kamar, dan langsung membawa tubuhnya untuk mencuci kaki di kamar mandi. Sementara Lita hanya bisa celingukan seraya menatap kagum isi kamar yang berbentuk oval, bukannya persegi seperti kamar pada umumnya.
Di bagian ranjang, terdapat kasus king size dengan seprai putih. Di bagian kiri terdapat meja dengan persediaan kopi, teh, dan sebuah alat pembuat kopi Dolce Gusto Cappsule yang membuat Lita mengangkat alis karena biasanya hotel biasa hanya menyediakan teko pemanas air. Menoleh sampingnya ada jendela panjang sampai lantai tertutup gorden cokelat. Lita melangkah ke arah jendela dan mendapati bahwa pemandangan private pool yang berukuran empat meter kali lima meter. Tidak terlalu besar, tapi sangat cukup untuk sebuah pasangan.
Lita nyaris meloncat dari tempatnya berpijak, saat ia merasakan ada panas yang menyentuh kulit lehernya, Lita segera menoleh dan ia mendapati Elanda sedang menatapnya dengan tatapan tanpa polos tanpa dosa padahal sudah mengejutkan Lita.
"Liat, apa?"
"Astaga, Pak. Saya kaget. Hampir saya jantungan." Keluh Lita yang membuat Elanda terkekeh.
"Habis kamu serius banget sampai enggak dengar saya nyamperin kamu." Elanda beralasan. Namun Lita menatapnya dengan tatapan menghakimi.
"Lagian Bapak kenapa tiba-tiba cium leher saya? Kan Bapak bisa panggil nama, atau nepuk pundak. Kenapa malah cium leher?" Gerutu Lita
Elanda terkekeh, "Cium? Ya soalnya saya penasaran sama aroma tubuh kamu--"
"Mesum!" Hentak Lita hendak memukul lengan bos nya itu, namun Elanda menahannya.
"Iya saya mau cium aroma tubuh kamu, bau asem atau enggak, kan kamu enggak mandi." Goda Elanda yang sukses membuat wajah Lita merona panas saat itu juga.
Gadis itu terlihat mengerungkan alisnya, "Bilang aja Bapak modus.".
"Lho kenapa harus modus? Kan kamu sama saya sekarang sudah terikat hubungan? Enggak perlu modus-modus lagi, kan?" Tanya Elanda lalu ia menarik handuk dan memutarkan handuk itu di leher Lita.
"Cuci kaki dulu, kalau mau mandi juga enggak papa, tapi kalau capek enggak usah. Istirahat aja." Ungkap Elanda yang kali ini berjalan menuju ranjang dan melepas kemeja kerjanya dengan begitu santai seolah ia lupa bahwa Lita ada di sana. Lita sontak memalingkan kepala, namun ekornya tidak kuasa untuk tidak mencuri pandang pada otot perut Elanda yang terpampang jelas.
"Ya ampun, Pak! Jangan buka baju sembarangan!" Protes Lita lalu ia seraya menutup mata ia berjalan ke arah kamar mandi, dan memutuskan untuk mandi saja karena ia merasa bahwa tubuhnya lengket.
***
Saat Lita keluar dari kamar mandi, ia menemukan bahwa Elanda sudah terbaring di atas ranjang dengan handuk kimono hotel yang berwarna putih. Lita menoleh ke arah mesin pendingin ruangan yang menyala dan begidik karena ia merasa kedinginginan. Air di sini saja sudang dingin, cuaca juga amat sungguh dingin, dan ditambah dihidupkan?
Lita segera membawa langkahnya untuk mencari remot AC, namun ia tidak menemukannya dan baru menemukan bahwa remot itu ada tepat di bawah pundak Elanda yang tertidur.
Dengan langkah yang ia usahakan begitu ringan, Lita membawa tubuhnya untuk mengunjungi tubuh Elanda dan menarik remot AC itu dengan hati-hati. Namun detik selanjutnya Lita terbelalak saat ia merasakan ada tangan yang menarik tali handuk kimononya dari arah bawah membuat tubuh bagian depannya terekspos sempurna parahnya, dua bukit kembarnya pun sedang tidak menggunakan penyanggah, karena ingat, Bahwa ia baru selesai mandi?
Lita sontak membawa tatapannya ke arah bawah dan ia menemukan sang pelaku yang menarik tali kimononya tersenyum nakal.
"Kamu tahu enggak, menurut survei, cuaca atau hawa yang dingin itu meningkatkan gairah antara laki-laki dan perempuan, kalau mereka sedang satu kamar?" Ungkap Elanda dengan iris yang berada di sudut kanan, seolah ia sedang berpikir.
"Saya ingin membuktikannya, tapi saya enggak bisa buktiin itu sendiri." Ucap Elanda dengan tatapan berkilat-kilat, dan Lita tahu apa makna dari balik tatapan itu.