Chereads / Skandal Pil Biru / Chapter 28 - Sentuhan Asing

Chapter 28 - Sentuhan Asing

"Kamu tahu enggak, menurut survei, cuaca atau hawa yang dingin itu meningkatkan gairah antara laki-laki dan perempuan, kalau mereka sedang satu kamar?" Ungkap Elanda dengan iris yang berada di sudut kanan, seolah ia sedang berpikir.

"Saya ingin membuktikannya, tapi saya enggak bisa buktiin itu sendiri." Ucap Elanda dengan tatapan berkilat-kilat, dan Lita tahu apa makna dari balik tatapan itu.

Lita membolakan netranya mendengar ucapan sang bos, namun belum sempat ia menjawab pertanyaan Elanda, pria itu memegang kedua tangan Lita, dan membawa tubuhnya untuk berputar, menukar posisi mereka, hingga sekarang posisi mereka terbalik di mana  Elanda berada di atas dan mengunkungi Lita, lalu Lita yang berada di bawah dengan hanya mengenakan kimono mandi.

"E-eh, Pak?!" Pekik Lita hendak bereaksi dan menolak apa uang dilakukan bosnya itu. Namun anehnya ia tiba-tiba menjadi tergagap dan tak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"B-bukannya Bapak capek?! Bapak juga barusan tidur, kan?" Pekik Lita yakin bahwa tadi bosnya itu sudah terlelap. Namun Elanda hanya meresponnya dengan senyum.

"Ya, tadi saya capek. Tapi pas saya cium ada aroma sabun, terus sentuhan kulit kamu di tangan saya yang dingin gara-gara air, saya langsung tiba-tiba enggak bisa tidur, rasanya saya ingin ngehangatin kamu biar kamu enggak kedinginan lagi." Ungkap Elanda yang seketika membuat rona panas menyerang wajah Lita.

Lita mengatupkan bibirnya dengan kebingungan apa yang harus ia katakan pada Elanda.

"Emangnya Bapak kedinginan?" Tanya Lita dengan nada pelan seperti cicitan.

Elanda menatap Lita dengan netra tajamnya yang biasanya selalu terlihat sinis dan penuh aura menghakimi. Tapi sore ini, Lita melihat ada yang berbeda dengan sorot netra itu. Lita melihat netra yang biasa tajam itu, kini menjadi sayu. Lita berpikir positif bahwa mungkin netranya yang sayu itu karena perjalanan tadi.

"Bapak keliatan capek, lho." Ungkap Lita lalu entah kenapa, ia membawa tangannya untuk menyentuh pipi pria yang sedang mengunkunginya itu lalu membawa tangannya untuk mengelus alis Elanda yang berbentuk tikungan tajam dan tegas yang menggambarkan jelas bagaimana kepribadian pria itu.

Lita biasanya menjadikan alis ini sebagai bahan gosip dan ledekan untuk menjadi topik pembicaraannya dengan rekan kerjanya di kantor jika sedang kesal dengan sang Boss. Namun kali ini Lita tidak menyangka bahwa ia akan memuji bagaimana alis itu terbentuk dengan begitu indah seperti guratan kuas lukis, dipadukan netra tajam yang membuat Lita ingin melukis kembali netra itu dengan jemarinya.

"Oh, ya? Kalau saya bilang enggak, gimana? Kamu mau buktikan?" Tanya Elanda yang seketika membuat Lita terkekeh.

"Bapak ini apa-apa selalu minta buktikan. Bapak itu kayanya orang yang bener-bener terpaku pada bukti dan fakta." Ungkap Lita menatap iris pria itu yang berwarna cokelat hazel indah.

"Tapi, gimana cara buktikannya?" Tanya Lita yang Sebenarnya juga memberikan lampu hijau secara tidak langsung.

"Challenge accepted." Ungkap Elanda, lalu detik selanjutnya ia menurunkan kepalanya, menjatuhkan kepalanya pada bibir Lita. Lita menyambut pertemuan dua bibir itu, lalu setelah mengawali aksinya dengan sebuah ciuman panas, pria itu kini membawa bibirnya untuk menciumi leher Lita, saat ia sampai di tulang ceruk leher, pria itu meninggalkan kecupan yang lama membuat Lita sedikit terhenyak dengan rasa panas dari bibir Elanda, juga perasaan geli karena leher merupakan salah satu area sensitifnya.

Elanda mendongak sebentar untuk melihat ekspresi Lita, memastikan bahwa perlakuannya tidak ada yang membuat Lita tidak nyaman. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Elanda melanjutkan aksinya dengan menciumi dada Lita. Ciuman itu terus bergerak turun dengan lurus seolah Elanda sedang membuat jalanan dengan pola ciuman.

Lita terkikik geli saat Elanda sampai di perut dan menggoda pusarnya dengan Lidah. Elanda kini membawa satu tangannya untuk menyentuh potongan dada Lita, ia menggunakan dua jari--telunjuk dan jari tengah, membuat seolah jari-jarinya sedang berjalan-jalan di sana. Lalu detik selanjutnya ia menelusupkan jemari itu ke dalam handuk kimono Lita Yang masih menutupi masing-masing sisi kanan dan kiri bukit kembarnya.

Lita melenguh saat merasakan tangan Elanda menggoda pucuk gunung kembarnya. Sementara tangannya bergerilya menekan dan menggoda pucuk bukit kembar Lita. Lita harus kembali memekik saat merasakan ada benda hangat namun sedikit kasar hingga memberi efek geli di area bawah perutnya. Lita melipat kakinya dengan resah, merasakan setiap pembuluh darah di dalam tubuhnya memompa dengan begitu cepat karena gairah.

Lita mendongakkan sedikit kepalanya dan ia menemukan bahwa Elanda sedang tersenyum samar, dan meminta izin untuk menyentuh area di antara kakinya.

"J-jangan, Pak!" Ucap Lita, tahu maksud dari tatapan sang bos.

"Kenapa?"

"I-itu kotor." Ucap Lita tersipu, namun juga pada saat bersamaan ia sedang menahan suara nakal yang sedang ia tahan.

"Kamu tahu slogan berani kotor itu baik?" Tanya Elanda lalu detik selanjutnya ia membawa mulutnya untuk melahap area kewanitaan Lita membuat Lita sontak merapatkan kakinya.

"Pak!" Pekik Lita seraya merapatkan kakinya rapat. Namun merapatkan kaki justru menjepit kepala Elanda di antara kakinya.

"E-eh Pak!"

Lita kini membawa tubuhnya duduk dan membawa kepala Elanda dengan kedua tangannya.

"Pak? Bapak baik-baik saja?! Bapak enggak sesak atau enggak gepeng, kan, kepalanya?!" Pekik Lita, namun Elanda hanya menatapnya dengan ekspresi datar, dan mengusap area bibirnya dengan telapak tangan. Dalam hati sedikit menggerutu karena permainan yang baru saja dimulainya dikacaukan oleh Lita.

"Pak?" Lita kembali memanggil Elanda. Tapi sepertinya Elanda kehilangan minatnya karena Elanda membawa tangannya untuk kembali mengikat tali kimono baju Lita dengan rapat, kini tubuhnya yang semula terekspos sudah tertutup kembali dengan handuk kimono.

"Pak?" Lita kembali memanggil, namun Elanda tidak menyahut dan malah melangkah ke arah meja di mana ada air mineral, kopi dan mesin Dolce Gusto Capsule. Lalu pria itu menenggak sebotol air mineral yang tersaji di sana.

Lita menggigit bibirnya bingung karena Elanda sedari tadi tidak menyahuti panggilannya. Apakah Elanda marah karena perlakuan Lita tadi? Tapi Lita tidak bermaksud untuk membuat Elanda merasa demikian karena sebenarnya ia hanya merasa asing dan aneh jika area privasinya mendapat sentuhan lidah. Sebelumnya tidak pernah ada yang melakukan hal seperti itu. Karena itu ia merasa asing.

Lita menghela napas lalu hendak membawa telapak kakinya di atas lantai untuk menghampiri Elanda. Namun langkahnya terhenti saat ia melihat telepon genggam yang berdering keras di atas nakas. Lita menoleh, dan ia mendapati bahwa nama dan foto sosok yang begitu amat ia benci terpampang di sana.

Posisi Elanda yang sedang berdiri tidak jauh dari nakas ranjang di mana telepon Lita berdering, membuat pria itu bisa melihat siapa yang hendak melakukan video call dengan Lita. Di sana tertulis nama 'My love' dan Elanda jelas tahu, siapa sosok dibalik nama my love itu.

"Pacar kamu, kayanya video call. Mungkin dia kangen. Kenapa enggak di angkat?"