"Pacar kamu, kayanya video call. Mungkin dia kangen. Kenapa enggak di angkat?" Tanya Elanda lalu membawa langkahnya ke arah pintu keluar dari kamar menuju kolam renang yang sedang diciprati air hujan.
Lita terlihat diam sejenak seraya menatap telepon genggamnya yang terus-terusan bergetar tak henti-hentinya. Di dalam hatinya ia merasakan perasaan jijik dan benci pada orang di balik kontak nama my love itu, tapi jika ia tidak mengangkat panggilan dari Harry si brengsek yang mengkhianatinya itu, orang itu tak akan henti-hentinya meneleponnya sampai Lita mengangkat panggilan itu. Tapi masalahnya.
Jika bisa memilih, Lita tentu akan memilih untuk mengabaikan panggilan itu, tapi ia tidak bisa melakukan pilihan itu karena jika ia mengabaikan panggilan dari Harry, Harry akan mencurigainya.
Lita memang membencinya dan ingin berpisah dari pria bajingan itu. Tapi bagaimana bisa Lita melepaskannya begitu saja? Ia tentu harus memberinya pelajaran terlebih dahulu. Dan sampai saat itu tiba, Lita akan terus membiarkan pria itu menjadi kekasihnya. Sampai ia ia menemukan cara yang tepat untuk balas dendam.
Lita menghela napas, dengan cepat ia membawa langkahnya pada tumpukan bajunya dan mengenakan pakaian itu segera. Haruskah ia mengangkat panggilan itu?
Di sisi lain, Elanda yang melepaskan handuk kimononya dan memilih untuk membenamkan diri di dalam kolam renang. Dengan harapan bahwa dengan menenggelamkan diri, dinginnya air, bisa mendinginkan kepalanya.
Kini dalam hati dan otaknya ia merasakan perasaan kesal dan juga kecewa. Tidak, ia bukan merasa kesal karena tadi Lita menghimpit kepalanya dengan dua kaki karena gadis itu menolak perlakuan yang ia berikan. Tapi Elanda mengerti dan ia tidak memaksa. Ia justru merasa kesal kepada dirinya sendiri karena ia tidak bisa menguasai tubuhnya di depan Lita. Melihat gadis itu dalam jarak yang begitu dekat, memanggil seluruh anggota tubuhnya untuk merengkuh gadis itu dalam pelukannya.
Padahal ia sudah bertekad untuk membiarkan gadis itu berlibur dan menenangkan pikirannya di sini atas semua yang terjadi padanya.
Tapi saat melihat gadis itu berada di atasnya, dengan aroma yang aroma sabun hotel yang menggoda, Elanda malah kehilangan kontrol dirinya. Awalnya ia hanya berniat menggoda, namun saat ia melihat tatapan Lita, semua niatnya menguap hilang bagai asap. Aroma, sentuhan kulit , dan tatapan gadis itu terasa memanggilnya.
Elanda membenamkan kepalanya ke dalam air, berseluncur di dalam air berenang dengan gaya bebas. Namun ia lupa bahwa ia sedang berada di dalam kolam yang termasuk kecil. Jelas saja, kepalanya menabrak dinding kolam renang saat ia khusyuk menikmati luncurannya.
Kini perasaan kesal yang ia pikir bisa ia redam, berubah menjadi kekesalan yang semakin menjadi. Ia memejamkan netranya berpikir kegelapan akan menelan pikiran-pikiran yang mengganggunya, namun usahanya justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Elanda merasa begitu kesal saat melihat nama yang tertera pada panggilan di video call tadi.
'My Love'
Nama yang begitu romantis dan penuh cinta. Pria itu mendapatkan cinta yang tulus dari Lita. Dan Lita memberikan segala yang ia miliki, bahkan sampai memberikan tabungannya. Sedalam itu Lita mencintainya. Tapi ia dikhianati.
Ia tahu bahwa Lita lah yang menjadi korban dan seharusnya menjadi orang yang paling kesal. Namun kenapa, sekarang justru ia lah yang menjadi sangat kesal? Rasanya ia ingin menonjok wajah pria itu, Elanda bahkan berpikir konyol untuk merusak karir Harry di kantornya. Tapi kemudian ia menyadari bahwa ia tidak mempunyai kewajiban dan bagaimana bisa ia melanggar prinsipnya sendiri untuk tidak mencampurkan urusan pribadi dan bisnis?
Lalu pertanyaan yang paling mendasar, apa yang membuatnya seperti ini? Apakah ia benar-benar kesal dengan Harry, atau ada alasan lain?
Rasa pengap mulai menyerang organ paru-parunya. Ia sudah menenggelamkan kepalanya cukup lama, wajar saja ia jadi merasa sesak. Elanda membawa kepalanya kembali ke permukaan, hujan yang semula muncul sepertinya hanya hujan lokal sehingga hujan tidak berlangsung lama.
Tapi karena mereka berada di kota yang mendapat julukan kota hujan, hujan sedikit saja menghasilkan kabut yang cukup lebat. Elanda hendak membawa tubuhnya untuk kembali ke pinggiran kolam, namun saat ia hendak menepi, ia mendapati seorang wanita sedang berdiri di tepi ranjang dengan telepon genggam yang ia sudah ia matikan.
"Lita?" Pekik Elanda penuh keterkejutan seraya mengusap wajahnya dari sisa air yang mengaburkan indera penglihatannya.
Elanda sempat berpikir bahwa mungkin ia salah melihat, namun kemudian ia mendapati bahwa gadis itu sedang melangkah ke arahnya, melepaskan handuk kimono dan menaruhnya di tepi kolam renang, terenggok tepat di samping handuk kimono Elanda. Kemudian gadis itu ikut menyemplungkan diri ke dalam air.
"Lho, kamu enggak angkat video call dari pacar kamu? Atau udahan video call-nya?" Tanya Elanda bingung.
Helaan napas terdengar, lalu Lita menoleh menatap Elanda. "Bukan pacar, Pak. Tapi mantan. Terus saya tolak panggilannya. Saya matiin hape saya." Ucap Lita melirik telepon genggamnya yang sudah ia matikan.
Pupil Elanda terlihat membola, lalu ia mengikuti arah pandang gadis itu. Ke arah telepon genggam dan handuk yang sama-sama terenggok.kini gadis itu melangkah ke arah Elanda di dalam air dengan tubuh yang polos tanpa sehelai benang pun di sana. Elanda terpaku menatap sosok putih yang berjalan di dalam air itu dengan perlahan. Hawa dingin membuat gadis itu pucat dan semakin memutihkan tubuhnya yang memang berkulit pucat.
"S-saya..."
"Eh tunggu, itu hape kamu anti air enggak?" Tanya Elanda yang membuat Lita sontak membolakan netranya.
"EH IYA!" Pekik Lita penuh keterkejutan.
Elanda segera berenang menuju tepian yang di seberang mereka membawa telepon genggamnya untuk ia selamatkan. Untungnya hujan yang tidak terlalu deras, membuat telepon genggamnya tidak terlalu basah. Elanda melangkah ke depan jendela sehingga ia tidak lagi diciprati huja , ia menyalakan telepon genggam itu dan memastikan apakah ada air yang memasuki telepon genggam. Untungnya keadaan telepon genggam Lita itu aman.
"Hah ... Untungnya hape kamu enggak kenapa-kenapa." Ungkap Elanda lalu ia membawa langkahnya untuk memasuki kamar. Elanda mungkin berniat untuk mengamankan telepon genggam Lita, namun Lita menganggap kepergian Elanda sebagai aksi menjauhi dan mendiamkan.
"Bapak, marah sama saya?" Tanya Lita berteriak dari kolam renang.
Elanda yang sudah melewati pintu kamar, sontak menoleh menatap Lita dengan tatapan bingung.
"Marah?" Ulang Elanda tidak mengerti. Lita menganggukkan kepala.
"Bapak marah dan sekarang jauhin saya karena saya tadi menolak--" Lita terlihat ragu melanjutkan ucapannya. Namun bukannya marah seperti yang Kita tuduhkan, pria itu malah terkekeh.
"Dari mana lagi, kamu dapat pemikiran begitu?" Tanya Elanda lalu melimpar telepon genggam di atas ranjang.
"Soalnya saya samperin Bapak, tapi Bapak malah jauhin saya." Ungkap Lita menundukkan kepala. Seraya memainkan jarinya di dalam air. Elanda terlihat membelalakkan netranya lalu ia terkekeh.
"Saya emang jauhin kamu, tapi saya enggak marah sama kamu, Lita." Ungkap Elanda melipat tangan di perut.
Lita menggembungkan pipinya lalu ia menatap kembali Elanda. "Terus? Bapak jauhin saya kenapa? Padahal saya udah bela-belain cemplungin diri ke air, dingin lho ini pak. Kalau bapak tahu, ini saya gemeteran menggigil--" Lita tidak melanjutkan ucapannya saat ia melihat Elanda kembali menenggelamkan diri ke kolam renang.
Elanda menyelam dan hanya perlu hitungan detik untuk membuat pria itu sampai di titik di mana Lita berada. Detik selanjutnya Elanda muncul dan langsung memeluk pinggang Lita.
"Siapa memangnya yang suruh kamu ikutan nyemplung?" Tanya Elanda seraya terkekeh.
Lita mempoutkan bibirnya imut. "Kan dibilangin saya nyusul Bapak, soalnya Bapak marah. Tapi Bapak malah jauhin saya." Ungkap Lita merajuk.
Elanda terdiam, menatap netra cokelat Lita yang terlihat menggelap karena dinginnya cuaca.
"Saya enggak marah, Lita. Harus berapa kali saya bilang?"
"Terus kenapa Bapak jauhi saya?" Tuntut Lita. Elanda terdiam sejenak lalu ia merapatkan tubuhnya pada Lita dan menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Lita.
"Saya jauhin kamu, soalnya saya enggak bisa kontrol diri saya buat enggak lahap kamu." Ungkap Elanda dengan suara serak yang membuat Lita merasakan perasaan merinding luar biasa.
"Padahal saya udah janji bawa kamu liburan, ya untuk supaya kamu liburan. Tapi setiap sentuhan kamu, meskipun itu enggak sengaja, selalu membuat tubuh saya panas. Saya enggak mau buat kamu enggak nyaman." Ungkap Elanda yang seketika membuat pupil Lita membola.
Jadi, Elanda sedari tadi sebenarnya bersusah payah untuk menahan dirinya untuk tidak menyentuh Lita sementara Lita berpikir bahwa Elanda marah karena Lita menolak sentuhannya.
Lita seketika dihinggapi rasa bersalah. Detik selanjutnya Lita membawa wajah Elanda untuk menatapnya untuk sesaat sebelum detik selanjutnya ia memberi kecupan di bibir Elanda.
"Kalau gitu, kenapa Bapak harus menahan diri?" Ungkap Lita yang membut Elanda seketika menatapnya.
"Bapak bilang, mau buktikan survei, kan?"
***
Sementara itu di sisi lain, terlihat seorang wanita berambut pendek sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Langkahnya terlihat riang dengan penuh keceriaan. Mood-nya sedang bagus sekali hari ini. Ia bisa pulang cepat karena sang bos sedang meeting dengan rekannya Lita. Jadi ia bisa menonton drama Korea kesukaannya dan sekarang ia akan melanjutkannya.
Ia melangkah ke arah ranjang, menarik meja lipat dan menyalakan laptop yang ia taruh di atas sana. Seraya menunggu laptop menyala, gadis itu melirik telepon genggam yang bergetar tiada hentinya.
Alis gadis itu bertaut dengan rasa penasaran dan pada saat bersamaan juga waswas karena biasanya jika begini, pasti ada berita atau laporan darurat. Ah, jangan sampai tiba-tiba ada pekerjaan yang harus dituntaskan sekarang! Ia baru saja mendapatkan 'me time'-nya.
Menghela napas berat, gadis itu menarik telepon genggamnya. Dan membuka pesan yang rupanya grup ghibah mereka yang diberi nama Basha bashi bushuk, grup ghibah yang biasanya menggosipkan Elanda atau orang-orang kantor yang menyebalkan. Tapi kebanyakan Elanda sih. Lita merupakan admin dan pendiri grup ini.
Saat gadis itu membuka grup, netranya seketika membola dengan tatapan tidak percaya saat melihat foto dan pesan yang dikirimkan oleh salah satu admin grup--Bram si lambe turah kantor.
Grup Basha bashi busyuk
-Bram lamtur : Gils! Gils! Gils! Bos ketat macam legging emak-emak kita rupanya lagi deket sama ciwi!
-Mak Edelyn : No bukti hoax
- Puput cs : up!
-Bram lamtur : sending pict
Bram mengirim foto yang menunjukkan bahwa Elanda sedang memeluk mesra seorang wanita di tangga dengan ornamen batu.
Gadis yang rupanya merupakan Tantri--rekan kerja Lita dan bahkan tetangga kursi kantor, membelalakkan netranya tak percaya dengan foto yang ia lihat di grup itu.
"Cewek ini bukannya--"