Helena mendudukkan dirinya di sofa yang tersedia. Ia menghela, lalu kembali menatap Hyun Seok yang masih berdiri di sampingnya.
"Oppa, duduklah," perintah Helena.
Sang manajer menurut, dan duduk di sofa single. Ia mengernyit kala melihat Helena membuka paper bag dan mengeluarkan dua kotak makan dari sana.
"Kita juga harus makan." Helena mempersilakan pria paruh baya di depannya untuk menerima apa yang diberikan.
Hyun Seok mengangguk. Ia pantas mengambil alih salah satu kotak makan, dan memakannya. Helena? Tentu wanita itu juga ikut makan. Bagaimana bisa seseorang menahan lapar di hadapan orang yang tengah makan?
Acara makan atau yang sering disebut sarapan usai. Kini Hyun Seok mengambil tab sedang dari tasnya. Kedua netranya terus membaca apa yang ada di layar monitor. Berisi semua jadwal pekerjaan yang akan dilakukan Helena mendatang.
"Apa ada jadwal penting yang perlu kuketahui, Oppa?" Helena bertanya selepas memasukkan dua kotak makan kembali pada paper bag.
"Em ... mungkin. Sekitar, lima Minggu lagi, perusahaan menyuruhmu untuk mengikuti acara Survival. Ini survival untuk para soloist, entah itu female atau male."
Helena tampak tertarik. Pasalnya, ini pertama kali dirinya akan mengikuti sebuah acara 'Survival'. Dia jarang menunjukkan kemampuan karena agensinya terlalu tertutup, dan entah mengapa sekarang diizinkan untuk mengikuti jenis acara seperti ini.
"Sungguh? Bukankah jika begitu, aku harus bersiap-siap, Oppa? Latihan. Misalnya."
"Ya. Akan ada pemberitahuan dari perusahaan secepatnya. Kau tunggu saja, Helen. Aku juga akan bertanya siapa saja kontestan yang akan ikut, agar kau dapat membuat strategi yang baik." Hyun Seok menjelaskan.
"Tunggu. Channel mana yang akan menayangkan acara survival itu, Oppa?" tanya Helena.
"R–Views."
Oke. Kini wanita itu terdiam begitu mendengar jawaban dari Hyun Seok yang sangat singkat, padat, dan jelas.
"Kenapa harus channel itu?" Helena mendadak menjadi kesal. Ia bahkan menggerutu, "Bagaimana bisa YX Entertainment membiarkan aku ikut acara dari channel sialan tersebut?"
"Aku juga tidak tahu. Kau dapat menanyakannya langsung pada Baek Hyeon Sangjanim," usul Hyun Seok.
Helena mengangguk. Bukan apa. Hanya saja, R–Views adalah channel televisi yang menurut Helena tak bertanggung jawab. Mulai dari menyebarkan rumor palsu, sengaja membuat kontroversi, hingga hal-hal lain yang membuat Helena jengah.
Paling tidak disukai, R–Views melakukan hal-hal tersebut hanya kepada oknum yang merupakan musuhnya. Dan, YX Entertainment adalah musuh R·Views. Keduanya sering beradu argumen ataupun prestasi.
Sedang, FG Entertainment berteman baik oleh R–Views. Tak heran artis-artis dari agensi tersebut selaku dilayani bak raja-ratu oleh R–Views Simpulannya, channel televisi satu ini sangat pilih kasih.
Helena menjadi sebal sendiri ketika mengingatnya. Meskipun wanita itu belum pernah berurusan dengan R–Views. Ia bahkan tak pernah berpromosi di sana sejak debut.
"Lihat saja jika R–Views berani mengecualikanku," lirih Helena.
"Tak akan ada yang berani dengan soloist besar sepertimu, Helen."
***
Ini adalah hari Senin, sangat sibuk bagi seorang wanita pekerja seperti Helena. Di pagi buta ini, ia sudah datang ke perusahaan yang menaunginya. Tujuan, tentu saja untuk berlatih.
Trainee ataupun tidak, sudah debut atau belum, Helena tidak boleh melupakan hal penting yang sejak awal dilakukannya. Latihan. Dulu, ketika wanita itu menjalani trainee, hidupnya hanya ada di ruang latihan serba hitam.
Menari, menari, dan menyanyi, menyanyi. Helena bahkan sudah terbiasa jika dirinya harus berada di ruang sempit selama dua puluh empat jam penuh. Sungguh, masa trainee adalah masa paling kelam.
"Helena!"
"Oh? Unnie?" Helena menoleh, terkejut mendapati seorang wanita yang dikenalinya.
Penglihatan Helena tertarik pada suatu hal. Bayi lucu yang berada dalam gendongan wanita tersebut. Sangat lucu, hingga Helena ingin mencubit kedua pipi bakpaonya.
Karena tak tahan, Helena lantas berjalan mendekat. Tangan kanannya mencubit salah satu pipi bayi tersebut dengan gemas. "Unnie ... anakmu lucu sekali ...," ungkapnya jujur.
Wanita yang menggendong bayi tersebut tersenyum. Dia Soyeon—dancer Helena saat berpromosi album pertamanya dulu.
"Ahaha ... menurutku, kau lebih lucu. Aku bingung kenapa orang-orang menganggapmu begitu dingin. Padahal ketika melihatmu dari dekat seperti in, kau sangat menggemaskan." Soyeon berujar terus terang. Bayi dalam gendongannya pun tampak mengangguk gemas, seakan mengiyakan perkataan ibunya.
"Unnie!" Helena yang tidak suka dipanggil 'menggemaskan' lantas merasa kesal. Tidak peduli dengan sifat aslinya ini, pokoknya Helena tetap menyukai panggilan yang orang-orang berikan padanya. Helena suka, dengan panggilan 'Ice Princess'.
Kembali Soyeon tertawa mendapati respon Helena. Ia kemudian menawarkan hal yang membuat wanita di depannya langsung luruh seketika.
"Mau menggendong Sol?" tawarnya, dengan senyum yang dipaksa untuk bersembunyi.
"Sungguh?" Helena bertanya, hanya untuk sekedar memastikan. Wanita itu jarang menggendong bayi, dan takut bahwa Soyeon akan menyesal telah mempercayakan anaknya dalam gendongan Helena.
Soyeon mengangguk. Ia kemudian menepuk dada Sol pelan, dengan berbisik, "Sama Helen Unnie, yah?"
Setelahnya, anak laki-laki menggemaskan tersebut telah berpindah gendongan ke dalam pelukan Helena. Menggunakan baju cokelat muda yang tampak lucu, ditambah dengan topi senada mungil yang dipakainya. Anak Soyeon terlihat begitu menggemaskan.
Jantung Helena berdebar kencang tak karuan. Ini pertama kali dirinya melihat anak semen gemaskan ini. Bahkan, lebih kencang daripada saat Helena pertama kali merasakan jatuh cinta.
"Unnie, apa Sol belum bisa berbicara?" tanya Helena di sela-sela waktu saat menggendong Sol. Tubuh wanita itu terus bergerak pelan, dengan kedua tangan yang menggendong Sol dengan penuh perhatian.
Soyeon tampak berpikir. "Ya. Tapi, kemarin ... dia baru saja memanggil ayah. Wish sangat senang ketika mendengarnya." Wanita itu tertawa, lalu melanjutkan, "Dia terlihat konyol."
"Unnie, jangan lanjutkan lagi. Ini sudah termasuk dalam kategori membicarakan orang lain." Helena terlihat memperingati. Dia tidak akan berani ikut campur tentang urusan rumah tangga orang—di saat umurnya bahkan belum genap tiga puluh tahun.
Soyeon tertawa, lagi.
"Oh, ya. Unnie, bisa tolong foto dan videokan aku dengan Sol? Aku ingin terus dapat melihat anak menggemaskan ini, bahkan ketika suting." Tangan kanan Helena merogoh saku celana jeansnya, hingga merasakan benda pipih yang dicari. Wanita itu mengeluarkan benda yang dicarinya dengan hati-hati, takut jika anak dalam gendongannya merasa tidak nyaman.
"Menggunakan filter?" Soyeon bertanya, begitu handphone Helena telah berada di tangannya.
"Tidak perlu, Unnie." Begitulah jawaban Helena.
Menuruti apa yang Helena katakan, Soyeon lantas berjalan mundur. Wanita yang baru dua tahun menikah tersebut sibuk mengarahkan kamera ke arah Helena dan bayi dalam gendongan. "Sol, senyum, Nak."
"Aaa!" Kedua tangan Sol bergerak-gerak seakan ingin meraih ibunya. Mulut kecilnya pun terbuka, tak lupa dengan tubuh mungilnya yang bergerak-gerak ke atas ke bawah. Sol seakan tak peduli dengan wanita yang menggendongnya.
"Dia sangat aktif, Unnie."