"Makanan tadi sangat enak. Terimakasih banyak telah mengundang saya." Helena membungkukkan badannya kepada manager utama—Baek Hyeon. Hei, ini ungkapan tulus dari dalam hati.
Makanan tadi benar-benar lezat dan Helena harus mengakuinya. Ia bahkan sudah punya rencana akan datang ke restoran ini lagi jika punya waktu luang.
"Kau mungkin baru pertama kali makan di sini. Restoran ini memang sudah menjadi langganan." Baek Hyeon berbalik, menatap bangunan restoran yang dapat dikatakan mewah. "Dulu, restoran ini masih sangatlah kecil. Bangunannya sempit dan reyok, tapi makanannya sangat nikmat. Apalagi ketika memakannya bersama teman satu tongkrongan."
Helena menegakkan kembali tubuhnya, lalu mengangguk untuk menghormati ucapan Baek Hyeon. Direkturnya ini tengah mengenang masa lalu ternyata.
"Kalau begitu, saya permisi untuk pulang, Sangjanim."
Baek Hyeon beralih menatap Helena. "Oh, iya. Kau pulang terakhir hanya untuk menemaniku ternyata."
Helena tersenyum singkat. "Sekali lagi, terimakasih, Sangjanim." Ia lalu beranjak pergi bersama Hyun Seok yang telah menunggu.
Di dalam mobil, Helena kembali mengingat bagaimana perlakuan Jackson tadi. Tidak. Solois itu bukan suka. Hanya saja, Helena terbuai.
Itu wajar karena Jackson adalah idola Helena. Bahkan yang ada di playits favoritnya adalah lagu-lagu Jackson dan artis-artis barat. Ia suka bagaimana soloist pria itu melakukan rapp dengan sangat baik.
Gaya swag dan suara yang khas menyengat entah kenapa menjadi daya tarik tersendiri. Saat awal-awal debut, Helena hampir demam karena mendapat tawaran melakukan pemotretan bersama Jackson. Semalaman wanita itu terus-terusan berlatih agar dapat menarik hati idolanya. Bukan. Maksudnya, agar idolanya itu tahu bahwa Helena mempunyai bakat.
"Senang?"
Helena menatap kaca mobil yang menampilkan Hyun Seok di depan. "Entah," ucapnya ragu. Dia benar-benat tidak dapat mendeskripsikan suasananya hari ini. Beberapa menyenangkan, beberapa mendebarkan, beberapa menakutkan, dan beberapa kesal.
"Oh, ya. Jadwal selanjutnya apa, Oppa? Saya ... sedikit lupa," ucap Helena sembari mengeluarkan benda pipih kesayangan dari tas kecilnya. Dia tampak begitu asik saat memegang handphone, dan bersandar di bangku mobil tengah. Jarinya menggeser-geser layar tersebut, mencari sesuatu yang menarik perhatian.
"Dua jam ke depan tidak ada jadwal. Tapi, setelahnya ada pemotretan untuk majalah ROSE."
Helena menganggukkan kepalanya mengerti. Dia setengah berpikir dengan apa yang harus ia lakukan untuk dua jam ini. Ke rumah mamanya? Tidak. Itu tidak akan cukup mengingat rumah mamanya yang berjarak sangat jauh dari sini.
"Bisakah kita mampir ke minimarket sebentar, Oppa? Ada beberapa bahan yang ingin saya beli," intruksi Helena.
Dari bangku kemudi, Hyun Seok mengangguk. "Tepat di depan sana ada minimarket, sebentar." Laju mobil menjadi sedikit lebih cepat, Hyun Seok kemudian menghentikan kendaraan tersebut ketika telah sampai di tujuan.
Bangunan sederhana dengan cat bergaris merah dan putih itu membuat senyum Helena merekah. Sungguh, manager satu-satunya ini sangat multifungsi.
"Aku akan turun." Helena meraih maskernya. Dahinya ia tutupi dengan poni yang sengaja diberantakan.
Namun, ketika hendak membuka pintu mobil, Helena teringat akan sesuatu. Ia menatap ke arah depan dengan bibir yang dimayunkan. Sangat bertolak belakang dengan sifatnya.
"Oppa, aku tidak punya uang kertas," ungkapnya sendu bermaksud mencari empati.
"Tidak apa. Pakai saja kartumu. Walaupun minimarket sederhana, tetapi di sana ada alat pembayaran kartu."
Meskipun mendengar perkataan Hyun Seok, ekspresi Helena tak berubah. "Isi kartu-kartuku banyak sekali. Apa normal jika memiliki nominal uang sebanyak itu, tetapi memilih belanja di minimarket."
Kini pria paruh baya itu yang tertohok. Beberapa saat setelahnya, ia langsung merogoh sakunya dan menemukan dompet sederhana di sana. Mengeluarkan kartu debit dan menyerahkannya pada Helena. "Gunakan ini."
Wanita itu lekas menerima kartu debit yang diberikan. Ia mengucapkan terimakasih dan langsung membuka pintu mobil. Turun dari mobil hitam mewahnya, dan berjalan menuju minimarket yang dicari.
Percayalah, hanya kedua mata tajam dan dingin Helena saja yang terlihat. Meski begitu, visualnya keluar tak tertahan.
Terbukti ketika Helena masuk ke dalam minimarket, beberapa orang menatapnya dengan kagum. Dahinya yang tertutupi rambut blonde berantakan, dan bibir serta hidungnya yang tertutupi masker putih sangat menarik untuk dilihat. Ia sudah seperti agen-agen rahasia yang masuk ke sebuah markas musuh. Penyamaran ini tampaknya malah membuat Helena semakin mencolok.
Tapi, apa boleh buat? Ini lebih baik daripada dirinya harus diserang banyak orang untuk dimintai tanda tangan dan foto.
Keju apa yang paling enak?
Helena tengah menimang-nimang dua bungkus keju yang berbeda merk. Dirinya tidak pernah melihat iklan-iklan di televisi, sehingga inilah yang terjadi.
Pada akhirnya, wanita itu memasukkan kedua bungkus keju tersebut ke dalam keranjang belanja. Ini rasanya seperti memilih baju mana yang harus dibeli.
Beberapa saat ia berputar-putar di rak-rak minimarket, hingga akhirnya semua belanjaan telah terkumpulkan. Ini adalah ibu kota, dan Helena baru tahu ternyata ada minimarket senyaman ini. Tidak ramai, juga tidak sepi. Semuanya damai dan tentram tanpa adanya keributan.
Ia menyerahkan semua belanjaan yang ada di keranjang ke meja kasir. Tidak perlu mengantri, karena memang sedang kosong. Lihat, baru beberapa menit dirinya di sini, tetapi wanita itu sudah mempunyai impian tinggal di dekat minimarket ini.
"Ada yang ingin dibeli lagi, Eonnie?" Kasir perempuan yang sekiranya berumur sembilan belas tahun itu bertanya. Khawatir jika pelanggannya akan membeli lagi di saat semua belanjaan telah dihitung.
Helena menggelengkan kepalanya yang beberapa detik setelahnya disambut jawaban oleh kasir perempuan tadi.
"Baik. Saya hitung, ya," ucapnya sembari mengecek satu-satu harga belanjaan Helena pada sebuah mesin. Suara imut dan ceria, Helena jadi menyukainya. Jarinya juga lincah mengetik di sebuah komputer. Dia seperti sudah terbiasa dengan pekerjaan ini. Helena jadi heran kapan perempuan itu memulai kerjanya? Jika dilihat, usianya memang masih muda.
Semua belanjaan Helena kini telah dimasukkan ke dalam tas kantong belanjaan. Kasir itu dengan ramah menyerahkannya pada Helena.
Kemudian, Helena memberikan kartu debit—milik Hyun Seok pada sang kasir. Tak lama kemudian, pembayaran pun selesai dan Helena mengucapkan kata terimakasih.
Wanita itu segera keluar dari minimarket. Sebelumnya, samar-samar dia melihat kasir perempuan tadi setengah terlena atau terkejut saat Helena mengatakan ucapan 'Terimakasih'.
Mungkin karena penampilan Helena yang dingin, dan begitu mengeluarkan suara deep voice–nya, membuat orang lain terkejut.
Helena masuk ke dalam mobil, meletakkan kantong belanjaannya di bangku samping. Ia menghela, lalu menyerahkan kartu debit–nya kembali pada sang pemilik.
"Ini, Oppa. Terimakasih pinjamannya."
Hyun Seok terkekeh sembari menerima kartu debitnya. "Uang saya juga sebagian Anda yang memberi."