"Terimakasih atas tumpangan kamar mandinya."
Helena menoleh ke asal suara. Agak jauh darinya, Kai berdiri dengan rambut orange berantakan. Sudah bersih, hanya sedikit basah saja mungkin karena ia tidak terlalu merata mengeringkannya.
Tersenyum kikuk, Helena mengangguk. Ia menatap ke bawah, kedua tangannya membawa nampan berisi ramekin pyrex yang tentunya menjadi wajah masakannya.
Ia benar-benar tidak beruntung hari ini. Kai telah melihat makanan yang Helena pegang. Otomatis, wanita itu harus memberikannya pada Kai.
Tidak sopan jika tidak diberikan. Karena, pria itu telah melihatnya dan mungkin berpikiran bahwa Helena akan menjamu dirinya.
Dengan perasaan yang terluka, Helena menjawab masih dengan senyum terpaksa. "Y–ya, sama-sama."
Wanita itu kemudian menegakkan tubuhnya lalu kembali berujar, "Kau bisa duduk di ruang keluarga sebentar."
Dia menunjuk ke arah belakang Kai dengan dagunya. Menyuruh pria itu agar menunggunya di sana saja.
Kai mengangguk. "Ya." Lalu kemudian benar-benar duduk di salah satu sofa. Berjarak sekitar delapan meter dari tempat Helena berdiri.
Tidak ada sekat antara dapur dan ruang keluarga. Helena memang tidak suka ruangan yang tertutup. Termasuk di lantai atasnya ini.
Makananku ....
Helena menangis dalam hati. Dia benar-benar sedih dan kesal karena tidak dapat mencicipi makanannya sendiri.
Segera setelahnya ia mengangkat wadah ramekin pyrex dan menaruhnya di nampan yang sama dengan segelas teh. Ia kemudian mengangkat nampan tersebut, dan berjalan ke arah Kai yang tengah duduk di sofa dengan handphonennya.
Wanita itu menaruh nampan di atas meja kaca. "Aku membuat teh dan makanan berat. Makanlah jika kau suka."
"Terimakasih." Kai mengambil cangkir teh, lalu menyeduhnya dengan nikmat. Dua tegukan, lalu kembali menaruhnya di atas nampan.
Selanjutnya, pria itu mengambil makanan berat yang Helena buat dan maksud. Tapi, Helena mencegahnya lebih dulu.
"Itu ... makanan berat. Ada banyak olahan seafood, kentang, juga keju. Jika kau tidak bisa memakannya, aku akan mencarikan makanan lain." Helena memperingati. Tentu, keduanya sama-sama seorang selebriti. Tentunya, juga harus menjaga tubuh agar tetap ideal.
Helena tidak mau jika Kai terkena masalah karena makanannya.
Tapi, Kai malah menggeleng. Pria itu seakan tak keberatan dengan apa yang akan ia makan.
"Tidak masalah. Aku akan memakannya." Kai mengambil sendok yang sudah disiapkan di nampan, lalu mulai menyendok makanan tersebut.
Satu sendok masuk ke dalam mulutnya. Ia mengunyah dan tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Mungkin sedikit, atau memang sifatnya seperti itu.
Helena ikut duduk di salah satu sofa. Ia menunggu hingga Kai menghabiskan makanannya. Walau, sedikit merasa kesal.
Dia telah membuat susah payah, tetapi tidak bisa memakannya. Ini sungguh tidak adil. Menolong orang lain ternyata butuh pengorbanan.
Beberapa saat berlalu, semua makanan yang berada dalam wadah ramekin pyrex ludes tak tersisa. Kai memakannya lahap hingga bersih. Mungkin, karena ingin menghormati apa yang telah Helena persiapkan untuknya.
Dia kemudian kembali mengangkat cangkir tehnya sebelum akhirnya menyeduh minuman yang telah dingin itu.
"Terimakasih banyak atas semuanya. Sepertinya, aku telah banyak merepotkanmu." Pria itu menatap ke arah Helena.
Waw. Dia meminta maaf, tetapi berekspresi seperti orang tampan. Helena mengagumi sifat Kai yang begitu dingin itu. Atau lebih tepatnya, ia canggung berbicara banyak hal dengan mantan.
Tersenyum tipis, Helena mengangguk. "Sama-sama, tidak perlu sungkan. Oh, ya. Kau bilang kehabisan daya baterai handphone, bukan? Kau bisa menggunakan handphoneku untuk menghubungi orangmu. Sebentar." Helena bangkit dari sofa. Ia berjalan menuju rak besar yang menempel di dinding putihnya.
Tak lama, wanita itu kembali ke ruang keluarga dengan membawa benda pipih hitam dan menyerahkannya pada Kai. "Kau bisa menggunakan ini," ucapnya kemudian.
Pria itu menerima handphone yang Helena berikan dengan baik. Ia sibuk menggeser-geser layar benda pipih tersebut. Sedang, Helena segera duduk kembali di sofa dan memperhatikan Kai.
Beberapa menit berlalu, Kai bilang bahwa supir dan managernya akan segera ke sini. Tepatnya, di tikungan apartemen Helena tadi.
"Terimakasih atas semuanya. Aku akan menunggu manager di jalan saja," pamit Kai jujur. Dia benar-benar tidak nyaman terus berada di rumah Helena. Pria itu hanya ingin segera pergi dari sini saja.
Helena menganggukkan kepalanya. "Aku akan mengantarmu hingga depan." Wanita itu berdiri, disusul dengan Kai yang juga ikut bangkit dari sofa yang lumayan lama ia duduki.
Keduanya berjalan menuruni tangga, dan keluar dari apartemen. Jika dibilang, membutuhkan waktu hampir belasan menit. Mengingat bahwa apartemen yang Helena tempati begitu luas.
"Hanya sampai sini?" tanya Helena begitu dirinya telah mengantar Kai hingga tikungan. Kurang yakin dengan ucapan pria itu tadi. Serta, merasa tidak enak jika langsung meninggalkan Kai dan masuk ke apartemen.
"Ya, sampai sini saja. Managerku akan segera datang."
"Kalau begitu, aku akan masuk ke apartemenku."
Lagi, Kai menganggukkan kepalanya.
Lampu hijau untuk Helena. Wanita itu benar-benar segera berlari kecil ke arah apartemennya. Meninggalkan Kai yang pastinya akan segera mendapat jemputan.
Sampai di depan apartemen, Helena segera membuka pintu otomatisnya. Dia menghela napas cukup panjang. Hari ini benar-benar melelahkan. Andai saja dia tidak membuat makanan, tidak membagikan makanan, dan tidak bertemu Kai. Pasti ia sudah ada di balik selimut hingga Hyun Seok memberitahu jadwal berikutnya.
"Dia tidak hanya mengambil waktuku. Tapi, juga memakan makananku." Helena merasa kecewa.
Dengan lesu, wanita itu berjalan ke arah tangga dan menaikinya. Dia benar-benar tidak punya tujuan ingin ke mana, selain kamarnya sendiri yang nyaman.
Awalnya ingin ke dapur. Tapi, apa yang harus ia lakukan? Makanan yang telah ia persiapkan sudah hilang ditelan Kai. Ingin membuat ulang? Oh, Helena terlalu malas.
Pintu kamar ia buka, mendapati ruangan luas kesayangannya. Helena menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang begitu empuk. Serta, selimut hangat dan halus yang berantakan.
Ya!
Kedua mata yang hampir terpejam itu, seketika melebar kala teringat sesuatu. Yes, dirinya akan melakukan collaboration dengan sang idola!
Helena bangkit dari kasurnya. Tak seperti tadi yang lesu, kini tubuh dan wajahnya menjadi bersemangat.
Ia tidak akan tidur. Wanita itu ingin latihan agar mendapat hasil yang terbaik nantinya.