Helena berteriak di dalam hati. Ia merasa amat sangat lega.
Acara awards telah selesai, sehingga soloist tersebut dapat langsung pulang ke apartemen. Ya, kali ini dia hanya ingin tidur pulas di atas kasur lembutnya. Sangat melelahkan karena hampir dua jam Helena duduk di kursi sendirian. Punggungnya remuk, terasa malas meski pun hanya berjalan saja.
"Helen, perbaiki langkah kakimu," tegur Hyun Seok setengah berbisik. Sedari tadi dirinya melihat wanita di sampingnya hanya mengayun-ayunkan kedua kakinya malas. Kadang juga melangkah dengan higg hels yang sengaja digesekkan pada lantai.
Dia tahu Helena lelah. Namun, di sini masihlah banyak orang. Bagaimana jika ada yang menyadari cara berjalan Helena?
"Aku lelah ...." Sekarang kedua tangan Helena ia luruskan ke bawah. Seakan, belum pernah makan protein selama satu bulan. Oh, menyedihkan.
"Helen." Hyun Seok kembali menegur. Nadanya berubah sedikit naik dan tegas.
"Ya ...."
Terpaksa. Kali ini, Helena membenarkan cara berjalannya. Namun, sedetik kemudian Helena menghentikan langkahnya. Ia menghadap Hyun Seok. "Oppa, mic–ku tertinggal!"
Hyun Seok mengerutkan dahinya tak mengerti. "Mic? Apa pentingnya?" tanyanya.
Ya, Helena memiliki banyak mic. Dia bahkan dapat membeli ratusan pabrik mic jika mau. Jadi, apa alasan bagi wanita cantik itu untuk memikirkan sebuah mic?
"Salah satu staf dapat mengambilnya–"
"Aku akan segera kembali!"
Hyun Seok menggeleng-gelengkan kepalanya. Melihat punggung Helena yang berjalan semakin jauh. Ia menghela, "Hanya sebentar."
Helena mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Terutama, pada atas meja besi tersebut—tempat mic yang Helena cari. Namun, kosong. Tidak ada apa-apa di atas meja itu. Kecuali, serangkaian kabel dan alat lain yang Helena tak tahu namanya.
Wanita itu berakhir dengan bertanya pada seorang staf perempuan.
"Permisi, maaf menganggu. Apakah Anda melihat mic polkadot hitam-merah di atas meja itu?" tanya Helena sopan. Ia juga menunjuk ke arah meja besi, seakan memberi tahu bahwa itulah meja yang dimaksud.
"O–oh ... mic–nya ... ada pada saya. Tadi, saya ambil karena tak tahu bahwa pemiliknya akan mengambil kembali ...."
Helena setengah panik saat staf perempuan di depannya tampak takut dan gugup. "Tidak apa-apa! Tidak perlu takut. Boleh mic–nya saya bawa?"
Lantas, staf tersebut langsung mengambil mic dari balik tasnya. Ia menyerahkan pada sang pemilik. "Maaf, ya."
"Jangan terlalu banyak meminta maaf. Ini bukan salah Anda. Melainkan, saya seharusnya berterimakasih karena Anda telah menjaga mic saya," ungkap Helena. Ia tidak suka mendengarkan orang yang terlalu banyak meminta maaf—yang jelas-jelas bukan salahnya. Nggak tahu atau pura-pura nggak tahu?
"Kalau begitu, sampai jumpa–"
"Eh! Tunggu! Em ... apa boleh ... kita berfoto bersama? Saya juga ingin meminta tanda tangan Anda."
Helena kembali menoleh ke staf perempuan tersebut. Ia terdiam sejenak. Memberikan tanda tangan, itu hal mudah. Helena bahkan sangat mau. Namun, untuk berfoto bersama ... itu sulit.
"Maaf. Tapi, untuk foto bersama ... sepertinya tidak bisa." Beginilah akhirnya Helena berbicara.
Staf tersebut menunjukkan wajah yang terlihat begitu meledek. Tentu, membuat Helena bertanya-tanya dalam hati. Kenapa?
"Kau ternyata sombong," desisnya sinis.
Helena hampir saja terbatuk. Bayangkan saja jika saat dirinya tengah minum. Sudah dipastikan air yang belum masuk ke lambung akan menyembur ke arah wajah staf tersebut.
Bicaranya sangat kasar. Tentu Helena yakin bukan penggemarnya. Bahkan dari awal, sudah sangat ragu dengan gelagat aneh perempuan tersebut.
"Maaf. Aku pergi dulu." Helena setengah membungkukkan badannya. Tak perduli mana yang lebih tua. Wanita itu langsung berjalan pergi menuju Kwang Soo yang pastinya tengah menunggu.
Samar-samar, dari belakang, Helena mendengar orang yang membicarakannya. "Bagaimana bisa dia dulu terikat dengan berita kencan Kai Oppa. Cih, wanita sombong."
Helena tertusuk. Namun, tetap berjalan santai seakan tak mendengar apa pun.
Sebuah lorong yang cukup lebar dilalui Helena. Ada beberapa alat-alat panggung yang diletakkan di samping-samping lorong.
Kaki Helena hampir tersandung saat mendapati para member boygroup yang sangat dikenali. Mereka berjalan ke arah Helena setelah melewati persimpangan lorong. Tentu hal tersebut membuat Helena dan lima pria tersebut nyaris bertubrukan.
"O–ohh ..." Jasper melirik ke arah pria berambut hitam di sebelahnya sekilas.
Sedang Helena memilih untuk tersenyum kecil dan langsung melanjutkan jalannya, melewati lima pria yang malah berhenti di tengah lorong.
Apa mereka tidak tahu jika berhenti di tengah-tengah lorong akan sangat menganggu?
Tanpa terasa Helena berdecak pelan.
Selamat. Jarak dengan lima pria tadi sudah jauh. Jadi, mereka tidak akan mendengarnya.
Jasper menolehkan kepalanya ke belakang. Ia tersenyum kecil. "Hei–"
"Ayo jalan."