Happy reading semuanya!
Raima benar-benar tidak habis pikir dengan tetangga sebelahnya, kelakuan mereka benar-benar membuatnya menganga bahkan selalu di buat melongo tidak percaya.
Dirinya masih sedikit belum bisa memahami sepenuhnya dengan bahasa serta tingkah laku tetangga barunya itu, tingkah mereka benar-benar terlalu absurd untuk dimengerti sampai dirinya tidak bisa berkata-kata.
Menurut dirinya yang benar-benar diatas kata normal hanya Namjoon dan Yoongi saja, entah kenapa sisa tetangganya seperti itu padanya? Sudahlah dirinya tidak mengerti.
Sebuah penyesalan bagi Raima belajar bahasa korea di area balkon tempat tinggalnya, padahal kursi sudah ia tata agar sedikit berjauhan dengan tetangganya itu.
Mereka sukses membuatnya menjadi menjadi tidak konsen belajar bahasa Korea karena kelakuan mereka yang saat ini sedang tersenyum manis padanya seakan-akan tidak terjadi sesuatu saat ini.
"Good evening," sapa lelaki dengan wajah seperti anak kecil.
Raima tersenyum tipis, "Sore, aku bisa sedikit bahasa korea. Kau bisa menggunakan bahasa Korea untuk menyapaku," ucap Raima canggung, gadis itu mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.
Jimin terdiam mengusap belakang kepalanya yang terasa gatal, "Aku dapat kabar dari hyung kalau tempat seberang sudah ada yang menempati—jadi aku minta maaf soal kemarin," Raima yang sejak tadi menunduk berdalih menatap lelaki yang kini tersenyum manis kearahnya.
"Tidak apa-apa, aku juga hanya sedikit terkejut. Lain kali jangan melakukan lagi, bagaimana kalau orang lain lihat juga? itu tidak bagus. Ah—iya namaku Raima, kau bisa memanggilku Raim." Jimin tersenyum lebar
.
"Aku Park Jimin, kau sudah makan hari ini? Makan pakai apa?" tanyanya membuat Raima terdiam tidak menjawab perkataan lelaki yang ada di hadapannya itu.
Jimin menggaruk kepalanya pelan kemudian mengkode tangannya untuk mengatakan apakah gadis itu sudah makan sembari menatap gadis itu yang akhirnya tersenyum manis padanya, manis sekali.
"Aaah ... nde-iya, aku sudah makan. Bagaimana denganmu ?" tanya Raima pelan
"Belum, hyung sedang masak makan malam jadi nanti saja." Raima mengangguk.
"Jumin-ssi," panggil Raima membuat Jimin menatapnya bingung.
Gadis itu memanggilnya apa? Jumin? Siapa Jumin? Perempuan itu tidak salahkan? Atau telinganya tidak salah dengar kan? Namanya sudah berubah, ibunya akan murka kalau tahu ada orang yang mengganti namanya sembarangan.
"Siapa? Aku? Namaku Jimin bukan Jumin. J-I-M-I-N. Woah! Kenapa kamu main mengubah nama orang sembarangan! Orang tuaku akan kecewa pada dirimu!" kesal Jimin membuat Raima memandang lelaki itu malu, kebiasaan buruknya yang suka melupakan hal yang tidak penting.
Raima menepuk bibirnya pelan, kenapa dirinya salah memanggil nama orang. Entah nama siapa yang disebut olehnya, dirinya jadi tidak enak sendiri kan pada lelaki yang ada dihadapannnya itu.
Jungkook yang sedang berolahraga dengan cepat menyudahi acaranya dan datang menghampiri mereka yang sedang berbincang itu, membuat Raima dengan cepat menutup matanya menggunakan tangannya.
Jimin yang melihat itu langsung mendorong adiknya itu untuk masuk kedalam asrama lagi sembari tertawa malu, bagaimana bisa adiknya melakukan kesalahan yang sama dengan dirinya waktu itu. Sudah tau Raima sangat berbeda dengan penggemar mereka.
Raima benar-benar sudah lelah menghadapi tingkah laku tetangganya itu.
"Mianhae-maaf, maaf adikku suka begitu. Tenang saja dia sekarang sudah masuk kedalam rumah kamu bisa membuka matamu lagi," ucap Jimin
Raima membuka matanya dan menatap Jimin yang sedang tersenyum lembut padanya, "Sekarang tau kan siapa aku?" tanya Jimin
Kepala Raima mengagguk mengiyakan ucapan lelaki itu, "Tentu sekarang aku ingat kamu Jimin kan? Aku tidak akan salah lagi," lelaki itu tersenyum lebar menatapnya.
Baru juga kedatangan Jungkook yang tidak memakai baju atasan kini matanya harus melihat tingkah Taehyung yang sedang berbicara entah bahasa apa Raima tidak mengetahuinya. Jimin hanya tersenyum menatapnya mencoba berkata agar dirinya harap maklum dengan kelakuan keluarganya yang satu itu.
"Maafkan kelakuan keluargaku. Mereka memang seperti itu kau tahu sendiri kan," ujar Jimin
"Jimin-ah makananmu sudah siap," ucap Jin sembari menenteng mangkuk mie bewarna cokelat itu.
Raima hanya terdiam menatap lelaki itu yang kini menatapnya dalam, "YO! RAIM-SSI!" teriak Jin sembari melambaikan tangannya ke arah Raima yang di hadiahi senyuman lebar dari dirinya.
"Jin hyung! Namjoon Hyung memecahkan piring lagi!!" teriak Jungkook
Raima tertawa pelan mendengar aduan Jungkook barusan dan tampang polos Namjoon yang katanya memecahkan piring, membuat Jimin yang melihat itu memandang Raima tidak percaya gadis itu tertawa pelan hanya karena mendengar aduan Jungkook.
Jin hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Namjoon seakan sudah biasa melihat kebiasaan sang empu.
"Kau mau makan bersama kami?" tawar Jin.
"Terima kasih tawarannya tapi sayang sekali aku sudah makan tadi," sahut Raima
"Hyung! Tadi Raima tertawa cantik sekali." puji Jimin kearah Jin
"Aku tertawa? Kau melihatnya ya?" Kaget Raima
Jimin mengangguk sembari tersenyum manis, "Yakk!! Cepetan aku lapar! Kalian kenapa selalu di luar! Jangan mengganggu ketenangan tetangga kita!" teriak Yoongi membuat Raima hanya terdiam benar juga cuacanya semakin panas beberapa hari ini.
"Kalau begitu kita makan dulu. Sampai nanti kita berbincang lagi," ucap Jimin membuat Raima hanya mengangguk mengiyakan penuturan dari lelaki yang ada dihadapannya itu.
Sudah dua jam dirinya memfokuskan diri dengan belajar memahami kosakata bahasa Negara ini dan menulis apa yang perlu ia ajarkan untuk murid akademinya nanti, setidaknya dirinya sudah menyiapkan jauh-jauh hari tentang apa yang ingin dirinya ajarkan.
Matanya menatap pesawat kertas yang mendarat mulus di atas buku bahasa koreanya, siapa pula anak kecil yang membuat seperti ini? Raima mendongak menatap lantai balkon kamarnya yang sudah penuh dengan pesawat kertas akibat kelakuan Taehyung, Hoseok, Jin, Jimin dan Jungkook.
Terdengar hembusan nafas pelan dari Raima, sepertinya dirinya mendapatkan kerjaan baru dari mereka.
"Raim-ah buka kertasnya!" suruh Jin
Tangannya membuka lembar kertas yang jatuh diatas mejanya itu dan membaca tulisan tangan di lembar kertas yang sudah dijadikan pesawat oleh kelima orang yang ada di depannya itu, tulisan Hwaiting-semangat disana.
Lucu sekali, apalagi ditambah dengan emoticon lucu tergambar disana. Membuat bibirnya melengkung membentuk senyuman manis disana dan mengambil kertas lainnya, berharap ada tulisan lainnya yang membantunya belajar.
Langkah Raima menghampiri kelima orang lelaki yang ada di hadapannya itu, apakah mereka sedang bosan sampai membuat hal seperti ini? Apakah tidak ada kerjaan lain selain membuatkan hal yang seperti ini, rasanya lebih parah mereka dibandingkan adiknya.
"Kalian sedang apa? Rumahku jadi banyak sekali pesawat terbang," ujar Raima
"PESAWAT AKAN TERBANG SEBENTAR LAGI! KAMU MUNDUR TERLEBIH DAHULU!" teriak Hoseok sembari melemparkan pesawat kertas bewarna biru kearahnya membuat Raima tertawa pelan.
Sebenarnya berapa usia mereka sekarang? Kenapa tingkah mereka seperti anak-anak, ah—perasannya menjadi campur aduk antara senang, gemas, sedih karena ia harus merapihkan ini, dan menangis karena lelah melihat tingkah mereka yang tidak ada habisnya.
"RAIM-ah aku berharap kamu segera lancar berbahasa Korea agar kita mudah berkomunikasi! Jujur saja aku sedikit frustasi ketika kamu berbicara inggris pada kami, padahal kita semua berbicara bahasa Korea dan yang mengerti hanya Namjoon." Raima hanya tersenyum manis menatap tetangganya itu, dirinya juga berharap seperti itu secepatnya ia bisa berbahasa Korea dengan lancar.
Sebenarnya bisa saja hanya saja ia suka menjadi pelupa mendadak.
"Thank You so much, aku akan belajar lebih giat lagi," ucap Raima pelan
"Sayang sekali pesawat kertasnya sudah habis dan kita harus pergi keluar, nanti kita bertemu lagi dan aku akan membuatkan ribuan pesawat kertas untukmu." Raima tersenyum mendengar penuturan Jin barusan, tetangganya itu memang sangat unik di bandingkan dengan tetangganya yang ada di Indonesia.
Sudahlah terserah mereka saja mau bagaimana, dirinya sudah lelah menghadapi mereka. Rasanya seperti mempunyai anak laki-laki yang sangat banyak, tangannya memungut satu persatu pesawat kertas yang di lemparkan oleh tetangganya itu dan memasukkannya ke dalam box kosong yang masih ia simpan di pojok ruangannya. Ah—tetangganya itu benar-benar.
To be continued
Dilarang keras memplagiat karya ini !!
Terima kasih sudah membaca Cerita Tentang Kau Dan Aku.
salam
Leeaa Kim