Chereads / Ayla : My Lovely Wife / Chapter 11 - DATANG BULAN

Chapter 11 - DATANG BULAN

Tak terasa dua minggu sudah usia pernikahan Abian dan Ayla. Hingga sekarang masih tidak ada kemajuan dalam hubungan rumah tangga mereka. Masih sama seperti pertama kali mereka menikah, masih kaku dan canggung.

Abian sepertinya enggan bicara banyak pada Ayla. Terbukti selama ini Abian hanya bicara di saat dibutuhkan atau di tanya saja, itupun hanya dengan jawaban singkat. Sedangkan Ayla yang cerewet mendadak pendiam saat bersama Abian. Baginya, Abian tidak asik. Tidak seperti Daniel yang selalu membuatnya senang.

Ayla kadang merasa kesal dengan sikap Abian. Selalu kaku seperti robot. Karena sejujurnya, ia masih belum bisa menerima pernikahan ini seutuhnya. Jika di tanya, tentu saja Ayla masih mencintai Daniel.

Hari ini adalah hari Sabtu, biasanya Abian hanya kerja setengah hari saja. Sisanya bik Mimin yang urus. Ia pulang dengan mengendarai kuda besi miliknya. Itu memang sudah tua, tapi ia terlalu sayang untuk menggantinya dengan yang baru. Itu sepeda motor pertama yang ia beli dengan uangnya sendiri. Banyak kenangan tentunya.

Sebelum pulang, Abian sempat mampir ke sawah menemui Asep untuk sekedar berkunjung. Sejak pindahan kemarin, Abian tidak melihat Asep lagi. Membuatnya jadi rindu agaknya.

Abian masuk ke kamar dan mendapati Ayla sedang meringkuk di atas kasur seperti bayi.

Abian berjalan pelan menuju lemari pakaian, bermaksud untuk mengganti pakaiannya yang sedikit kotor karena Asep yang dengan jahil melemparnya dengan lumpur. Meski tidak banyak, tapi cukup membuat Abian risih dengan bau tanah hitam itu.

"Sst ... Aws ..." Abian berbalik saat mendengar Ayla merintih dalam ringkukan-nya.

Tadinya Abian pikir kalau Ayla sedang nyenyak tidur. Ternyata istrinya itu sedang meringis kesakitan.

"Ka—kamu udah pulang?" sapa Ayla saat mendongak, ia melihat Abian berdiri di samping tempat tidur. Berdiri menatapnya.

Abian mengerutkan keningnya heran melihat Ayla. "Kak Ay sakit?" tanya Abian singkat.

Ayla menggeleng. "Hanya tamu bulanan biasa," jawab Ayla.

"Tamu bulanan?" gumam Abian tanpa terdengar oleh Ayla. Jujur, dia bingung karena tidak mengetahui masalah wanita sedikitpun.

"Apa aku bisa minta tolong?" tanya Ayla sambil terus melihat wajah bingung Abian.

"Iya."

"Bantu aku ke kamar mandi ya," pinta Ayla memelas.

Mula-mula Abian mengerjap bingung. Matanya berkedip beberapa kali. Tapi ia kembali tersadar setelah Ayla menegurnya. Entah sadar atau tidak, Abian mengangguk dan segera membantu Ayla berdiri. Abian memapah Ayla ke kamar mandi.

Baru saja Abian mau melangkah ke kamar, Ayla kembali bersuara. "Bian, apa kamu masih di depan kamar mandi?" tanya Ayla.

"I—iya," jawab Abian gagap.

"Bisa tolongin aku lagi gak?"

"Tolong apa?" tanya Abian dengan kaki yang gemetar hebat. Gugupnya datang lagi, ingat kejadian pingsan kemarin.

"Tolong buka lemari pakaianku, di bagian bawah kamu ambilkan aku ... Aku ..." Ayla ragu mengutarakan keinginannya.

"Ambilkan apa?"

"Ambilkan aku ... Aku ..." Ayla terus berusaha menyebutkan maksudnya sambil mondar-mandir bak setrikaan.

"Ambilin apa, Kak? Cepat, aku juga harus ke kamar mandi," titah Abian yang sudah memegang handuk dan sehelai pakaian ganti. Bau lumpur semakin tercium.

"Shit! Kenapa harus minta tolong begini?" umpat Ayla pada dirinya sendiri. "Memalukan."

"Kak Ay bilang apa? Cepat dong, aku juga mau mandi." Sepertinya bukan hanya mau mandi saja, kantong kemihnya juga sudah penuh. Membuat Abian mengapit kaki, menahan air mani keluar.

"Eum ... Ambilin aku ... Ambilin ..."

"Ambilin apa, Kak?! Cepat dong, mau aku kencing di celana?" sela Abian cepat.

"Ambilin aku pembalut!" jawab Ayla tak kalah cepat.

"Apa?!" jawab Abian kaget.

Mata Abian membulat sempurna. What? Pembalut? Seperti apa bentuknya Abian juga tak tau. Tapi, ya sudahlah. Abian harus mau, dia melangkah menuju kamar untuk mencari benda bernama pembalut itu.

Abian membuka pintu lemari, mencari ke bagian bawah dengan meraba-raba. Sungguh, Abian tidak tau sama sekali bagaimana bentuk benda wanita yang namanya 'pembalut' itu. Semua benda yang ada di lemari bisa ia kenali, tidak ada yang aneh.

Abian masih berusaha mencari, tapi tidak juga menemukannya. "Kak Ay, aku gak nemu pembalut!" teriak Abian jaraknya ke kamar mandi cukup jauh.

Saking bingungnya, Abian bahkan sempat melihat google untuk mengetahui bagaimana bentuk pembalut itu. Abian sedikit mengernyit, bentuknya seperti roti.

"Kak, pembalut nya gak ada!" teriak Abian lagi saat tidak ada jawaban dari Ayla.

"Shit! Aku lupa kalau aku udah pakai stok terakhir pembalut ku tadi siang," rutuk Ayla saat menyadari tindakan konyolnya.

Abian mendatangi kamar mandi yang masih tertutup. "Kak, denger gak? Aku gak nemuin pembalutnya," ucap Abian saat sampai di depan kamar mandi.

"Maaf, aku lupa banget kalau aku udah gak punya pembalut," sesal Ayla.

"Jadi, aku harus apa sekarang?"

"Bisa gak kamu nolong aku sekali lagi? Sekali ini aja," pinta Ayla dengan suara memelas.

"Apa?" Abian menjawab dengan ragu, sebab dari tadi dia hanya di perlakukan seperti pesuruh oleh istrinya sendiri.

"Tolong beliin aku pembalut di took."

"Apa?!" Abian kaget untuk yang kedua kalinya.

"Aku mohon, soalnya aku gak bisa keluar tanpa pembalut," rintih Ayla menahan sakit di perutnya.

Akhirnya Abian pergi ke toko untuk membeli keperluan wanita itu. Suka atau tidak, ia harus pergi. Seketika rasa ingin buang airnya hilang. Tidak jadi mandi, ia pergi dengan baju yang masih berlumpur.

Sebisa mungkin Abian mempertebal mukanya di toko. Malu memang, tapi mau bagaimana lagi? Ia berjalan di deretan pembalut yang begitu banyak varian dan merk nya. Semakin membuat Abian bingung. Ia celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya, bermaksud ingin bertanya tapi malu.

Ada segerombolan anak gadis memakai pakaian SMA yang tak jauh dari posisi Abian berdiri. Mereka memperhatikan Abian sambil berbisik-bisik. Sesekali mereka tertawa saat tak sengaja Abian menangkap gerak-gerik mereka.

"Maaf, apa kamu perlu bantuan?" tanya seorang ibu muda dengan menggandeng anak kecil.

Abian mengangguk malu. "Aku mau beli pembalut," ucap Abian dengan muka setebal roti yang ada di depannya.

"Kamu mau beli untuk saudaramu? Kamu baik banget, sih!" ucap si ibu lagi.

"Bukan," sangkal Abian.

"Terus? Buat ibu kamu ya? Kamu anak yang berbakti ya," ujar Ibu itu lagi tanpa ada logat Sunda di kalimatnya. Mungkin dia bukan orang sunda, dari penampilannya ibu itu lebih kelihatan seperti nyonya muda. Mungkin dia dari Jakarta.

"Bukan," kilah Abian lagi.

"Terus buat siapa?"

"Buat istriku," jawab Abian sopan.

Si ibu tersenyum. "Oh, ternyata kamu udah punya istri. Sayang banget, padahal aku tertarik sama kamu," ucap Ibu muda itu sambil mencolek dagu berbulu Abian.

Sepertinya dia itu janda beranak satu. Karena kalau dia punya suami, tidak mungkin dia berani menggoda Abian seperti itu. Agresif sekali.

"Istrimu butuh pembalut atau pantylainer?" tanya si ibu.

"Aku gak tahu. Tapi kak Ay cuma bilang dia butuh pembalut."

Ibu muda itu mengangguk. Dia menunjukkan di mana rak pembalut dan di mana rak pantylainer. Abian mengangguk paham. Tak lupa pula ia berterimakasih pada si ibu. Beruntungnya ada dia yang membantu kebingungan Abian. Kalau tidak, pasti anak SMA itu sudah menertawakannya dari tadi.

Abian mendekat ke rak tempat berbagai merk pembalut berada. Sialnya, ia lupa bertanya pada Ayla, pembalut merk apa yang dia gunakan. Malu karena semakin banyak gadis yang datang ke rak pembalut, Abian segera menyelesaikan kegiatannya dan pulang.

Sampai di rumah, Abian langsung menuju kamar mandi dan memberikan pembalut itu pada Ayla.

"Kenapa kamu beli semua merk?" tanya Ayla dari balik pintu kamar mandi. Ayla melihat selusin pembalut dari berbagai merk yang berbeda. Satu plastik penuh dengan pembalut.

"Aku gak tau merk apa yang Kak Ay pakai, jadi aku beli semua," jawab Abian.

Ayla tersentak menahan tawa. Ya Allah, suami uniknya berulah lagi. Membuat Ayla ingin tertawa karena tingkahnya.

"Ya udah, makasih ya."