Abian Adnan Husein, itulah nama panjang yang dia pakai sejak lahir. Lelaki dengan brewok tipis itu duduk di sisi tempat tidur sembari tertunduk diam dengan bersama seorang wanita dengan rambut panjang yang berdiri di hadapannya.
Itu adalah Ayla, atau jika kalian ingin tahu nama lengkapnya adalah Ayla Kiandra Bova. Dia adalah putri tunggal dari seorang pengusaha kopi di Bandung. Dan saat ini, Abian sedang dibuat senam jantung oleh tatapan Ayla yang sejak sepuluh menit yang lalu hanya berjalan mondar-mandir di hadapannya.
Sebenarnya Ayla ingin mengajukan pertanyaan, tapi dia sedikit takut karena memang dia belum mengenal Abian sama sekali. Sementara itu, Abian hanya diam sambil tertunduk dan memejamkan mata. Kalian tahu? Dia tidak ingin melihat Ayla yang hanya memakai celana pendek di atas lutut serta baju kaos yang cukup mini.
"Kak, bi—bisa tutupi kakinya, tidak?" pinta Abian dengan suara putus-putus.
"Kenapa?" tanya Ayla pula. Dia merasa kakinya tidak jelek, bahkan sangat putih mulus hingga berhak untuk di pamerkan.
"Eum ... anu. Aku ... tidak mau melihat kaki Kakak," jawab Abian masih malu-malu.
"Hah?" Ayla hanya mengernyit bingung sambil garuk-garuk alis karena tidak mengerti dengan alasan yang diberikan Abian.
Aneh, itulah kesan pertama yang Ayla dapatkan dari sosok Abian. Eum, bukan Abian. Karena Ayla tidak tahu nama lelaki yang sudah mengucap ijab qabul bersamanya tadi pagi. Dan disini dia sedang uring-uringan memikirkan nasib masa depannya sambil terus berusaha menghubungi Daniel.
Bagaimana tidak? Dia sudah di sahkan menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dia kenal. Seumur hidup, ini adalah hal paling menyebalkan yang pernah dia alami. Tidak aktifnya nomor Daniel membuat Ayla berdecak sebal.
"Ish, kamu kemana?!" gerutunya pula.
Abian mengambil selimut yang ada di dekatnya untuk diberikan kepada Ayla. Yang di sodori selimut pun hanya bengong untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia bertanya, apa maksud Abian memberikan selimut ini padanya.
"Untuk menutupi kakimu, Kak. Tidak baik jika aku melihatnya," jawab Abian dengan polosnya.
Aneh, pria ini sangat aneh. Begitulah isi pikiran Ayla saat melihat sikap Abian yang makin ke sini makin aneh. Tanpa mau menerima selimut itu, Ayla pun mengambilnya dan menaruhnya kembali ke atas tempat tidur.
Abian kira, Ayla sudah memakai selimut untuk menutupi kakinya, hingga dia memberanikan diri untuk membuka mata, tapi ternyata belum. Hal itu pun membuat Abian kembali menutup mata dengan ketakutan.
"Kamu ini sebenarnya kenapa? Kenapa kamu tidak mau melihat kakiku?" tanya Ayla bingung.
"Aurat, Kak. Aurat," ujar Abian masih menutup mata.
Ayla yang tidak mengerti dengan apa yang Abian bicarakan pun hanya geleng-geleng kepala. Dia berngambil celana panjang dari dalam lemari lalu memakainya. Setelah mendapat instruksi, barulah Abian mau membuka mata dan melihat Ayla dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Kenapa? Masih kurang tertutup?" tanya Ayla.
"Tidak, hanya kurang longgar saja," jawab Abian apa adanya, berdasarkan yang dia rasakan.
"Ck, sudahlah. Yang jelas aku mau bertanya, sebenarnya kamu itu siapa? Kenapa kamu bisa masuk ke kamar mandi begitu saja? Apa kamu tidak tahu aku sedang mandi?" omel Ayla langsung to the point.
"A—aku? Aku 'kan suamimu, Kak."
Menarih napas jengah, mengusap wajah lalu kembali menatap Abian dengan malas. "Maksudku, namamu. Namamu siapa? Masa harus di jelaskan juga, sih?"
"Oh ... namaku Abian, kamu sendiri siapa?"
"Ayla, memangnya kamu tidak tahu namaku siapa?"
Abian nyengir. "Hehe, hanya ingin berkenalan secara resmi saja."
Argh.! Ingin sekali rasanya Ayla meremas wajah polos Abian yang cengar-cengir itu. Tapi niat itu urung dia lakukan karena seorang pelayan rumah mendadak mengetuk pintu ketika dia hampir saja meremas wajah Abian.
Dia datang untuk memanggil sepasang suami istri yang baru saja di sahkan berdasarkan ijab qabul tadi pagi untuk makan malam bersama orang tua Ayla yang sudah menunggu di ruang makan.
"Iya, Bi. Sebentar lagi kami keluar!" balas Ayla.
Disitu sebenarnya Abian bingung, kenapa mereka tidak langsung turun saja, padahal pelayan rumah sudah menyuruh mereka turun. Kebingungan itu semakin di tambah lagi ketika Ayla mendadak duduk di samping Abian sambil menggigit bibir bawah dengan manja.
Berulang kali mengerjapkan mata, Abian pun menggeser posisi duduknya agar menjauh dari Ayla, tapi perempuan itu malah mendekat lagi dan lagi, hingga Abian pun terus bergeser. Lupa jika dia sudah duduk di ujung ranjang, lelaki itu pun jatuh ke lantai sampai dia meringis kesakitan.
"Kenapa kamu terus menghindar dariku?" tanya Ayla bingung.
"A—anu, aku cuma ..."
"Kenapa, sih? Aneh banget tau, gak?"
"Maaf, tapi aku emang nggak bisa duduk dekat perempuan," celetuk Habib membuat Ayla terpancing rasa jahilnya.
Ayla menarik tangan Abian untuk bangkit dan kembali duduk di sebelahnya. Kejadian yang cukup cepat itu membuat Abian terkejut dan buru-buru berdiri untuk menjauh dari Ayla. Baiklah, ini merupakan suatu bentuk larangan bagi perempuan itu untuk tetap menjaga jarak dengan Abian.
Sebenarnya tidak masalah bagi seorang istri menyentuh tangan suami, tapi bagi Abian itu masih sesuatu yang tabu. Maksudnya, dia masih belum berani bersentuhan kulit secara langsung seperti itu.
"Dia pria yang aneh, kenapa mama dan papa membiarkan aku menikah dengannya?" pikir Ayla dalam hati sambil menatap Abian.
"Astaghfirullah, apa yang tadi itu dosa? Aku dan dia hampir saja bersentuhan," gumam Abian pula sambil ikut menatap Ayla.
"Dia sangat jauh berbeda dari Daniel, dia jelas bukan suami tipeku. Argh, menyebalkan!" gerutu Ayla masih dengan suara hati.
Sementara Abian masih terdiam dan memutuskan untuk mengajak Ayla turun ke bawah dan ikut bergabung untuk makan malam. Seingat Abian, kedua orang tuanya juga masih berkumpul di rumah ini sampai besok pagi.
Melihat ekspresi Ayla yang menahan marah, membuat Abian tidak berani memberi penjelasan lebih lanjut. Karena sejatinya dia sendiri tidak pernah menginginkan posisi ini, kecuali paksaan dari Renata yang membuatnya tak punya pilihan lain.
"Tunggu!" seru Ayla ketika Abian baru saja hendak membuka pintu. "Didepan mama papa nanti, aku mau kamu berterus terang tentang perasaanmu," imbuhnya lagi.
"Hah? Maksudnya?"
"Iya, aku mau kamu jujur pada mereka tentang apa yang kamu rasakan. Kamu juga sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini 'kan? Jadi, lebih baik kamu jujur dan perceraian kita bisa segera di urus," jelas Ayla membuat Abian terdiam.
Cerai? Untuk pertama kalinya Abian menjalani pernikahan dan sudah membahas masalah cerai, bahkan sebelum pernikahan mereka genap berumur 24 jam. Rasanya memang membingungkan, tapi Abian tidak bisa menjawab apa-apa, terutama setelah Ayla keluar kamar lebih dulu dan meninggalkan Abian yang mematung kebingungan.