Siang harinya, Yuji dan Reiji mencoba menyiapkan makan siang untuk seseorang yang mereka beri gelar 'abang tersayang' beberapa jam yang lalu.
Yuji menunjukkan keahlian memasaknya saat ini. Ia dengan lihai memotong wortel, kubis, bunga kol, sawi putih dan bahan membuat cap cay lainnya. Sesekali ia akan pamer kepada Reiji dengan mengangkat teflon dan membolak-balikkan masakan di udara. Ya, melempar masakan ke udara lalu memasukkannya kembali ke teflon. Ya, ala-ala chef terkenal begitulah.
Reiji mengerucutkan bibirnya. "Diih, pamer! Norak amat sih, Yu?" gerutu Reiji. Ia kembali mengamati airnya kenapa tidak mendidih dari tadi. Bagaimana cepat mendidih, orang Reiji masak airnya banyak banget. Hampir 2000ml air. Ia tak ingin banyak pamer seperti Yuji karena masakan andalannya hanyalah mie instant. Selera nusantara.
Yuji menyelesaikan masakannya. Ia menatanya di mangkok dan memberinya beberapa hiasan. Sekelebat ia melirik ke arah Reiji yang masih menunggu airnya mendidih itu. Yuji tertawa.
"Buwahahaha, itu masak aer sebanyak itu mau lo bikin mandi, heh?"
"Peduli amat sih kamu, Yu? Mau aku masaknya air sebak pun emangnya kenapa, hah?" Reiji kesal. Ia memasukkan mie instant-nya. Mie itu langsung ambyar karena panci yang digunakan Reiji ialah panci besar yang biasa untuk menanak nasi.
Reiji menunggu mie-nya matang. Sungguh membosankan, jadi Reiji tinggal mainan tik tok dulu. Setelah beberapa menit, Reiji kembali ke dapur. Ia terkejut melihat mie-nya sudah mengembang menjadi besar-besar. Reiji panik. Ia mengangkat pegangan panci tanpa menggunakan sarung tangan oven.
Krompyang!
Reiji melemparkan panci panas tadi ke westafel. "Aargh!" jerit Reiji. Kedua jari telunjuknya memerah.
Yuji berlari menuju dapur mendengar teriakan Reiji. Yuji melihat kekacauan yang dipebuat Reiji. Namun, fokusnya tertuju pada Reiji yang meniuli jemarinya. Yuji menarik tangan Reiji dan mencelupkan jari Reiji ke air dingin. "Lo kok ceroboh banget sih, Rei!" bentak Yuji, tapi ada kekhawatiran dari sorot matanya.
Reiji menarik jemarinya. "Nggak apa-apa kok, Yu. Cuma luka kecil doang." Reiji meniup jemarinya.
"Luka kecil mbahmu!" Yuji menarik lengan Reiji dan mendudukkannya di kursi sebelah meja makan. Yuji berlari ke kotak P3K mengambil saleb dan perban untuk luka bakar.
Yuji dengan telaten mengolesi luka Reiji dengan saleb, lalu menutupnya dengan perban untuk luka bakar. "Kok nggak pake serebet atau sarung tangan oven gitu, heh? Lo pengen terlihat keren? Bukannya keren lo malah keliatan bodoh tau gak, Rei!" bentak Yuji. Setelah itu, ia meninggalkan Reiji begitu saja.
Yuji masuk kamar dan membanting pintu kamarnya. Ia malas makan untuk saat ini.
Bibir Reiji bergetar. Pelupuk matanya sudah penuh cairan bening. Reiji mendongak, menahan air matanya agar tidak keluar.
Siji baru saja pulang dari membeli detergen di toko. Ia melihat Reiji yang masih termangu di meja makan. Siji menepuk pundak Reiji.
"Kenapa kok diem aja, Rei?"
Reiji tak menjawab. Ia lebih memilih masuk dan membanting juga pintu kamar Siji. Lama-lama rusak juga itu pintu kamar kalau duo maut masih marahan terus.
***
Reiji berada di ranjang milik Siji saat ini. Sejak tadi pagi, Reiji memang sekamar dengan Siji. Siang ini juga, Reiji merasa bosan seperti sebelumnya. Biasanya, ia selalu bercanda dahulu bersama Yuji sebelum tidur siang. Namun, kini ia harus sekamar dengan Siji. Siji si orang paling membosankan 2021 bagi Reiji.
Siji merasakan ketidaknyamanan Reiji. Ia melihat Reiji terbangun, tiduran lagi, terlentang, tengkurap, miring, lalu duduk lagi.
Brugh!
Siji memukul wajah tampan Reiji menggunakan bantal. Kesal juga melihat Reiji yang tak bisa tidur dengan tenang itu.
"Apaan sih mukul-mukul, Ji?" geram Reiji. Ia kini menjauh dari jangkauan Siji. Ranjang mereka sangat besar, jadi mempermudah Reiji untuk menghindar kalau-kalau Siji memukulnya lagi.
"Tidur, Rei! Tidur siang itu dibutuhkan bagi pertumbuhan kita."
"Kamu tidur duluan aja! Aku ingin merencanakan sesuatu dulu." Reiji beranjak. Ia berjalan menuju meja belajar dan membuka laptop-nya. Ia mengetik sesuatu di kolom pencarian. Setelah beberapa saat, ia menarik sudut kanan bibirnya. Ia menyeringai, misterius.
Bersambung ...