Siji sudah lelah. Dari tadi pagi ia tertimpa sial mulu karena pertikaian duo maut. Seperti saat ini juga, Siji harus bolak-balik kamar kecil gara-gara minum minuman yang diberikan Reiji tadi. Padahal Siji minumnya cuma seteguk sebelum ia menyemburkannya ke udara, tapi efek dari minuman itu masih ada. Entah apa yang dimasukkan Reiji pada minumannya. Siji mengalami diare parah.
Rasanya tubuh Siji begitu lemas. Ia ingin tiduran saja sepertinya. Tapi, tidak mungkin juga tidur di toilet, kan?
Dengan tertatih, Siji berjalan menuju ke kamarnya. Rumah sudah sepi, entah ke mana kedua adik laknatnya itu.
Drrttz! Ada pesan masuk. Siji membuka ponsel pintarnya. Ponsel baru yang baru saja dibelikan oleh orang tuanya. Ponsel yang sama dengan milik Yuji dan Reiji.
Siji membaca pesan, di layar tertulis nama Reiji.
'Ji, sore nanti, aku nungguin kamu di belakang sekolah. Aku pengen bicara penting sama kamu. Ini demi kelangsungan hubungan kita sebagai saudara Jangan terlambat! Aku nungguin.' Isi pesan singkat tersebut.
Siji membuang napas kasar. Untuk apa juga Reiji pengen bicara sama dia di belakang sekolah. Bukannya di rumah saja bisa? Namun, ia tetap memenuhi permintaan adik bungsunya itu. Kalau tidak dituruti, Reiji akan ngambek. Kalau Reiji sudah ngambek, gempar nanti seluruh rumah. Karena ngambeknya orang pendiam seperti Reiji itu lebih menyeramkan dari marahnya seorang Yuji.
***
Siji telah berada di halaman belakang sekolah saat ini. Ia terus memegangi perutnya yang masih sakit hingga saat ini. Siji melihat sekeliling, tapi Reiji tak ada. Apa mungkin Reiji belum datang, ya?
Hari semakin sore, Siji masih menunggu kedatangan Reiji. Ia juga sudah beberapa kali mengirim pesan singkat, tapi tak ada balasan. Siji menghembuskan napas kasar, ia ingin menunggu sambil berteduh di bawah pohon beringin saja. Cuacanya begitu panas.
Siji berjalan sambil terus melihat ponsel pintarnya, siapa tahu dapat pesan dari Reiji. Baru juga lima langkah, Siji kini terperosok ke dalam lubang yang sangat dalam.
"HUWAAKKKHHH!" teriak Siji saat terjatuh ke dalam lubang yang berada di dekat pohon beringin. Entah siapa yang membuat lubang sedalam ini.
Siji jatuh terduduk. Ponsel dan sepatu sebelahnya terlempar saat ia terperosok tadi. Belum juga sembuh rasa sakit di perutnya, Siji kini merasakan sakit yang teramat sangat pada tulang ekornya. Benar-benar hari yang sial.
Siji mencoba bangkit. Ia berusaha naik ke permukaan, tapi gagal. Tangannya tak dapat meraih permukaan. Lubang itu dalamnya lebih dari 3 meter. Entah sejak kapan ada lubang sedalam ini. Padahal waktu ia bersih-bersih di sini kemarin karena dihukum gara-gara terlambat, ia rasa belum ada lubang sedalam ini.
Siji tak menyerah. Ia mencoba naik menggunakan akar beringin yang mencuat dari tanah. Namun, lagi-lagi gagal. Akar itu tak dapat menahan beban tubuh Siji. Setelah beberapa jam berusaha, akhirnya Siji menyerah. Ia lebih baik duduk saja sambil menunggu bala bantuan. Padahal sebenarnya ia sangat lapar saat ini. Siji memanjatkan doa pada Sang Pencipta, semoga ia segera terbebas dari kekejaman hidup ini.
***
Di kediaman Pradhika. Reiji malah asyik karaokean. Ia menyanyikan lagu dari penyanyi idolanya berjudul 'A Song For Me'. Reiji begitu menghayati setiap bait yang ia nyanyikan. Suasana hatinya sedang baik saat ini.
Sebelum akhirnya Yuji tiba-tiba hadir dan mengganti lagu dengan lagu India. Yuji merebut paksa mic yang saat ini dipegang Reiji dan mulai menyanyikan lagu India berjudul 'Dark E Disco'.
Reiji melotot melihat tingkah Yuji yang tak membiarkan ia senang barang semenit pun. Oh iya, Reiji mengingat sesuatu. Ia kan tadi membuat jebakan untuk Yuji dibantu tukang kebun sekolah, kok Yuji berhasil keluar?
"Ji, kamu kok bisa ada di sini?" tanya Reiji hati-hati. Ia tak ingin ketahuan kalau dia yang menyiapkan jebakan lubang tadi.
"Emang lu kira gue ada di mana, heh? Gue langsung pulang kok habis main game sama anak-anak tadi."
Reiji menarik tas yang masih dibawa Yuji. Ia mengeluarkan seluruh isi tasnya dan mencari ponsel milik Yuji. Reiji menggeser layar ponselnya. "Lo, ini kan ponselnya si Siji, Yu. Kok ada di kamu, heh?"
Yuji merebut ponsel yang dipegang Reiji lalu menggesernya. "Eh iya, ini ponselnya si Sithok. Tadi gue langsung ambil aja di mejanya Sithok. Kami tadi abis maen mobail Letjen bareng soalnya." Yuji sekilas menatap Reiji curiga. "Betewe, kok ekspresi lo panik kek gitu, Rei? Pasti lo udah ngirim apa-apa ke nomor gue, kan? Ngaku lo!"
"Gak ada waktu buat jelasin! Ayo kita nolongin Siji dulu!" Reiji menarik Yuji. Ia menyuruh Yuji untuk duduk di boncengan motornya. "Cepetan naik, Yu! Ntar keburu Siji dibawa demit!"
Meski tak mengerti sepenuhnya, pada akhirnya Yuji menuruti perintah Reiji dan duduk di boncengan motor bebek milik Reiji.
Sebenarnya, Reiji tadi membuat jebakan juga untuk Yuji selain lelucon pertengakarannya. Eh, tidak tahunya Reiji salah sasaran. Baiklah, dia tidak menyerah. Reiji sudah menyiapkan lelucon lain untuk Yuji.
Tanpa Reiji ketahui, sebenarnya Yuji juga sudah menyiapkan lelucon serius yang akan membuat Reiji menangis semalaman. Yuji menyeringai di boncengan motor Reiji.
***
"Buwahahahaha," tawa Yuji dan Reiji menggelegar. Mereka melongok ke dalam lubang. Ada Siji di sana yang masih berusaha naik ke permukaan.
"Bantuin gua keluar, woy! Malah diketawain lagi. Kalian kok jahat, hah?" Siji berucap sok melankolis agar kedua saudaranya kasihan.
Namun, Yuji dan Reiji malah menertawakan kesialan Siji yang berlangsung dari balita hingga saat ini. Namun, di hati Siji merasa lega kedua saudaranya terlihat akrab kembali. Tak apa dia selalu dibully, asalnya duo maut tetap bersatu, ia rela.
Setelah puas menertawakan nasib Siji, Reiji mengulurkan tali tambang yang ia dapat dari gudang sekolah. "Kamu ikat ini ke tubuhmu, ntar kita nariknya dari atas, Ji!" perintah Reiji.
Siji mengikat tali tambang tadi dan menyuruh kedua saudaranya untuk menarik dari atas.
"Cepetan, woy! Gue pengen pup ini!"
Ucapan Siji tadi langsung membuat Yuji dan Reiji mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menarik Siji. Malas saja mereka kalau melihat Siji cepirit di mana-mana.
Bersambung ....