Yuji bersantai di kamarnya saat ini. Seperti malam-malam sebelumnya ia selalu memakai masker wajah instan. Kini ia tak melakukan perawatan wajah sendirian, sebab adek kesayangannya, Reiji, dan abang laknatnya juga ikut bergabung.
Malam ini mereka pulang ke kediaman Pradhika. Iya, hanya malam ini sih, soalnya hukuman mereka kan belum selesai. Mereka dihukum untuk belajar hidup mandiri selama liburan. Namun, untuk malam ini mereka boleh pulang, soalnya orang tua mereka lagi pergi.
Siji mulai tertarik dengan kegiatan Yuji, ia memperhatikan kemasan masker milik Yuji.
"Ini bagaimana makainya, Yu?" tanya Siji sembari membolak-balikkan masker sachet-an bermerk Naturji, yang berada di hadapan Yuji. Mereka bertiga duduk bersila membentuk lingkaran.
"Heleh, yang biasanya cuci muka pake detergent, mana bisa pakek gituan, Ji." sahut Reiji. Ini bungsunya Pradhika's Triplet memang ngeselinnya minta ditabok. Di balik sosoknya yang jenius, bersarang sosok iblis yang benar-benar laknat. Untung tampan. Untung semua sayang. Orang tampan mah bebas, kata Reiji.
Mengabaikan ejekan Reiji, Siji malah asyik membaca keunggulan Masker Naturji tersebut.
Yuji yang menyadari ada rasa ketertarikan Siji pada produk kesayangannya itu, mulai melakukan aksinya.
"Ehem ehem!"
Yuji mengetes suara. Ternyata suara masih seksi seperti biasanya.
Ia berdiri dan mengambil satu sachet Masker Naturji dan mulai melakukan demo.
"Dengar ya, Kawan! Masker ini mampu membuat kulit kita menjadi lebih halus, kulit terasa kencang, menghilangkan komedo, juga membersihkan pori pori kulit termasuk mengangkat seluruh sel kulit mati pada wajah. Kalian bisa lihat hasilnya langsung pada wajah gue! Ini juga berperan penting dalam pembentukan ketampanan gue.
Caranya mudah banget, tinggal olesin masker ini pada wajah pake kuas. Kuasnya kecil aja, jangan pake kuas yang dibuat ngecat tembok ya, Ji!" ucap Yuji sambil lirik Siji.
"Hindari area mata, mulut dan idung. Setelah 20 menit, kupas maskernya dari wajah. Lalu cuci muka menggunakan air bersih. Jika kalian memakai masker ini, gue jamin dalam waktu seminggu kalian pasti langsung dapat pacar." Saat mengucap kalimat terakhirnya, Yuji sengaja melirik tajam ke arah Siji.
Prok! Prok! Prok!
Reiji bertepuk tangan tepat di telinga Siji.
"Wah, abangku keren ya, Ji? Sudah seperti ambassador-nya produk Naturji aja," ucap Reiji. Matanya menatap kagum pada pria yang berwajah menyerupainya, Yuji.
"Lha? Emang gua bukan abang lu juga gitu, Rei?" sahut Siji.
"Bukan, Ji. Kamu cuma kebetulan lahirnya barengan sama kami aja. Yekan, Bang?"
Reiji ngelirik ke arah Yuji.
"Yo'i, Dek."
Yuji ngajak Reiji high five.
"Serah kalian dah serah! Aku mah apa atuh. Cuma remahan wijennya onde-onde," ungkap Siji, lirih. Mukanya sambil ditekuk agar lebih dramatis.
"Bang Yu, Rei nyoba satu, ya?"
"Tentu saja, Dedeque. Ntar abang bantu pakekin, ya?"
"Aah, abangnya Reiji memang yang paling dermawan."
Reiji nubruk Yuji. Mereka saling berpelukan, begitu hangat. Persaudaraan yang begitu indah.
"Yu, gue juga minta, boleh?" ucap Siji yang merusak suasana hangat di sana.
"Kagak boleh! Beli sendiri, Rakun!" bentak Yuji.
"Pelit banget. Gua sumpahin wajah lu merah-merah gara-gara makek masker gituan."
Siji berkata sambil menunjuk-nunjuk hidung Yuji.
"Kagak takut, wlee. Do'a orang jomblo kan gak bakal diijabah. Buwahahaha," tawa Yuji menggelegar.
Reiji yang berada di sampingnya pun kini ikut tertawa.
Siji yang sudah tak tahan mendengar ocehan kedua saudara bejatnya itu pun memilih keluar. Namun, ada sesuatu yang ia sembunyikan di balik badannya. Ya, Siji mencuri 1 sachet masker Naturji.
***
Malam harinya, ada pemadaman listrik secara mendadak. Di kediaman Pradhika tak ada seorang pun selain Yuji dan Reiji saat ini. Tuan Yudha dan Nyonya Ayana sedang menghadiri undangan sunatan anak klien mereka. Sedangkan Siji tadi pamit membeli gorengan, entah kenapa hingga jam 9 belum juga balik. Mungkin beli gorengannya hingga menyebrang lautan dan mendaki gunung. Entahlah.
Ckrieeett!
Brak!!
Suara jendela yang berderit diikuti pintu dapur yang membuka menutup menambah kesan mencekam malam ini. Hujan deras disertai petir dan guntur, membuat siapa saja enggan keluar dari balik selimut. Tak terkecuali Yuji dan Reiji.
Mereka berada di balik selimut saat ini. Ada kalanya seorang pria pun bisa merasakan ketakutan yang teramat sangat. Apalagi jika situasi memang mencekam seperti saat ini.
Srek!
Srek!
Terdengar suara aneh kembali. Kali ini suara langkah kaki, tapi seperti diseret-seret.
"Rei, kok perasaan gue nggak enak, ya?" ucap Yuji pelan. Ia masih berada di balik selimut, di kamar Reiji.
"Aku juga merasa, Bang Yu. Ini cerita genrenya slice of life, kan? Kenapa kayak berubah jadi creepypasta, ya?"
Reiji berucap. Ia semakin meringkuk di balik selimut tebalnya, bersama Yuji.
Ini semua gara-gara Siji. Kalau saja ia tak mengajak nonton film horror sore tadi. Dan kalau saja ia tetap berada di antara mereka, pasti semua akan aman. Iya, soalnya kan mereka tahu bahwa setan pun akan takut kalau melihat Siji. Siji harus bertanggung jawab setelah ini, pikir mereka.
Kriit!
Kriit!
Kali ini malah seperti suara cakaran kuku tajam di pintu kamar mereka.
Reiji hendak berteriak, tapi dibekap duluan oleh Yuji.
Kriekk!
Krieek!
Kali ini jendela kamar mereka yang malah membuka-menutup.
"HUWAAKKHH! JANGAN MAKAN KAMI, SETAN! DAGING KAMI NGGAK ENAK!" jerit Reiji histeris.
Plak!!
Yuji nabok kepala Reiji, keras.
"ETDAH, TELINGA GUE BISA BUDEG KALI LO TEREAK-TEREAK KEK GITU, OGEB!!" bentak Yuji.
Yuji menghela napas panjang. Ia mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk membuka pintu.
"Huuft, kita lawan bareng-bareng aja yuk, Rei! Yakali playboy macam kita takut ama setan, bisa turun pasaran kita ntar. Ayo siapin senjata dulu!" putus Yuji.
Reiji nurut aja apa kata abangnya. Ia ngambil pentungan yang ada di belakang pintu. Yuji ngambil sapu. Perlahan mereka turun dari ranjang. Pendar lilin semakin redup karena angin yang berembus kencang melalui ventilasi. Akhirnya lilin yang menjadi satu-satunya pencahaan di sana, mati. Suasana semakin mencekam. Gelap gulita.
"ABANG! AKU GAK MAU MATI KETAKUTAN!" jerit Reiji.
Yuji mengintruksikan agar Reiji tetap di belakangnya. Yuji berjalan tertatih. Ia mengobrak-abrik nakas, mencari senter. Namun, tak ada. Ia juga lupa menaruh ponselnya tadi. Terpaksa mereka keluar kamar hanya menggunakan insting mereka. Iya, hanya dengan meraba-raba sekeliling.
Mereka merasa sudah mencapai dapur saat ini. Sunyi dan masih gelap. Suara-suara tadi perlahan menghilang.
Mereka berjalan kembali mencari senter di tempat Papa mereka biasanya menaruh.
"Groookk!"
Tiba-tiba terdengar suara aneh dari arah kamar mandi. Mereka sudah hapal posisi kamar mandi, dan mereka yakin suara itu dari sana.
"Grookkkgghh."
Terdengar kembali seperti suara orang yang tenggorokannya terluka.
Yuji menepuk bahu Reiji yang masih mengekorinya di belakang.
"Setelah kita masuk kamar mandi, kita gebukin setannya ya!" instruksi dari Yuji.
Reiji mengangguk, mengiyakan.
Bersambung ....