Pagi Siji dihebohkan dengan kedatangan Reiji yang tiba-tiba, sambil menangis sesenggukan di depan kosnya. Kos-kosan mereka hanya berjarak sekitar 100 m. Ibu kos mereka juga sama, Tante Sofi.
Siji menepuk-nepuk pundak Reiji, mencoba menenangkan. Ia menunggu Reiji tenang, sebelum menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah beberapa menit, akhirnya Reiji sudah tenang meski masih sesenggukan. Siji memberinya sebotol akuwah.
"Minum dulu, Rei! Abis itu cerita!" ucap Siji. Siji ini memang sebenarnya kakak yang sangat perhatian, cuma adik-adiknya saja yang dasarannya memang laknat. Bahkan, mereka sudah merencanakan akan mengerjai Siji di April Mop besok.
Reiji meneguk air kemasan 300ml itu dalam sekali tenggak. Iya, soalnya 'kan dia habis nangis, jadi butuh cairan berlebih, begitu pikirnya.
"Udah tenang, Rei?"
Reiji mengangguk pelan.
"Sekarang sudah mau cerita?"
Bibir Reiji kembali bergetar, beberapa detik kemudian tangisnya kembali pecah.
"HUWAAAKKHH... BANG YUJI ILANG, JI! HUKS HUKS HUWEEE...!" tangis Reiji kembali pecah. Ia kini bahkan sambil berteriak-teriak.
"Ilang? Kok bisa?"
Dan Reiji memulai ceritanya, meski sambil nangis.
(flashback_on)
Reiji memasuki kamar abang-nya. Ia mencari petunjuk keberadaan Bang Yuji-nya saat ini. Ponsel abang-nya tak aktif. Ketika ia mengirim DM ke semua sosmed milik abang-nya malah nggak bisa. Semua sosmed lagi diblokir sementara di negara ini.
Reiji itu tidak bisa ketinggalan abangnya. Selalu saja ngekor ke mana pun Yuji pergi. Nah, gara-gara kemarin malam mereka bertikai, makanya mereka tidak tidur sekamar tadi malam. Permasalahannya sepele, mereka berselisih paham. Reiji itu sukanya makan bubur ayam yang langsung dimakan, tapi Yuji sukanya diaduk dahulu bubur ayamnya. Karena itulah mereka bertengkar.
Reiji menatap sendu ke seisi kamar abangnya, ia tak mendapati Yuji. Biasanya pagi-pagi seperti ini Yuji sudah membuat mie instant untuknya.
Pandangan Reiji terfokus pada sisir yang tergeletak di nakas Yuji. Ia jadi teringat sinema India yang ia tonton kemarin sore. Di sinema itu, karakter utama kabur dari rumah setelah mengetahui bahwa ia bukan anak kandung di keluarga yang selama ini ia tinggali.
"Apa jangan-jangan, Bang Yuji bukan anak kandung Papa, jadi ia kabur? Huks huks abang~~~ padahal jika memang kita bukan saudara kandung, Rei tetap sayang sama Bang Yuji kok huweee...."
Reiji sudah baper saja membayangkan kalau kehidupannya, mirip di drama-drama atau ftv itu. Ia nangis kembali. Memang dasarnya cengeng ini bocah. Logikanya saja ya, mereka bertiga ini kembar identik. Bagaimana ceritanya, mengira bahwa Yuji bukan saudara kandung Reiji? Ah, terserahlah, Rei!
Reiji menelpon semua temannya dan teman abang-nya, menanyakan keberadaan Yuji. Namun, tak ada yang tahu Yuji saat ini berada. Lagipula, ini masih subuh.
(flashback_end)
"Begitu, Ji. Kalau pada akhirnya Bang Yuji benci sama aku gimana? Huwee... aku nggak mau pisah sama Bang Yuji."
"Kan masih ada gua, Rei?" ucap Siji, mencoba menghibur. Namun, malah membuat Reiji marah.
"Diih, kamu kok tega sih, Ji? Bang Yuji itu ilang lho. Kamu sebagai saudara seharusnya ngebantu mencari, kok malah mau gantiin posisinya Bang Yuji, hah?! Kamu kok nggak tau diri sekali sih, Ji?" Reiji nge-pout-in bibirnya, kesal.
"Aelah, Rei! Emang gua bukan Abang lu juga, hah?" Siji mengusap wajahnya, frustasi.
"TUH KAN! KOK KAMU MALAH YANG NGEGAS SIH, JI? ABANG YUJI AJA NGGAK PERNAH BENTAK AKU!"
'Ya Tuhan, sebenarnya yang ngegas juga siapa? Punya adek gini amat,' batin Siji, nelangsa.
Namun, sejenak Siji melihat Reiji yang masih tertunduk. Ia kasihan juga kalau melihat adiknya seperti itu. Terlepas dari selaknat-laknatnya adiknya, Siji itu sangat sayang pada mereka.
"Kalau gitu kita lapor polisi aja, yuk!" ajak Siji.
Sebenarnya sih ia ogah, soalnya kan Yuji hilangnya baru tadi pagi. Namun, demi menenangkan hati Reiji, Siji akan berbuat apapun.
***
"Bagaimana ciri-ciri orang hilang yang kalian cari?" tanya Pak Polisi berkumis tipis itu.
Reiji mikir-mikir dulu.
"Bang Yuji itu berkulit putih, bermata sipit, agak pendek. Mukanya mirip saya. Terakhir dilihat memakai celana pendek motif polkadot, soalnya celana pendek itu milik saya."
Pak Polisi melihat sejenak Siji yang berada di samping Reiji.
"Kalian kembar?"
"Iya, Pak. Kami kembar tiga, cuma yang satu lagi ilang. Mohon dicarikan ya, Pak?"
"Ciri-ciri yang lain?"
"Rambutnya agak panjang dan menguarkan aroma yang sangat harum, karena dia habis ganti shampoo, Pak," lanjut Reiji.
"Sering kelihatan lemes kayak kakek-kakek, padahal aslinya dia pekerja keras." Reiji berucap kembali.
"Hmm... warna favoritnya biru, tapi barang-barangnya didominasi warna kuning. Hobinya memasak dan nonton serial kolosal dan India. Cita-citanya pengen jadi penyanyi bareng kita berdua, Pak." Reiji menambahkan lagi.
Pak Polisi mengernyit. Ia menatap bergantian Siji dan Reiji.
Seketika itu juga, Siji menutup wajahnya, malu. Ia lebih memilih duduk saja di pojokan. Biarkan Reiji saja yang melapor.
Reiji mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan foto selfie dia dengan Yuji pada Pak Polisi.
"Ini fotonya, Pak? Di share it aja, ya? Soalnya kalo ngirim lewat WA belum bisa sekarang. Kalau mesti nyetak juga kelamaan." Reiji malah curhat tentang sosmed yang lagi error itu.
Setelah mendapatkan beberapa data dan foto, Pak Polisi mengatakan akan segera memberi kabar jika menemukan tanda keberadaan Yuji.
***
Reiji termenung di kamar. Ia tak bisa berdiam diri saja. Hidup 6 jam tanpa sosok abang di sampingnya itu rasanya hampa banget. Tahu apa yang dilaporkan Reiji tadi pada Pak Polisi?
Ia mengaku kalau abangnya hilang sudah 6 hari, padahal baru 6 jam. Bagi dirinya 6 jam itu sama saja dengan 6 hari. Memang berlebihan ini bocah.
Reiji berencana untuk menyusul Yuji. Reiji akan pergi dan mencari sendiri keberadaan abang-nya. Ia tak bisa mengandalkan Siji, apalagi pak polisi tadi.
Pertama-tama, Reiji akan unfollow semua sosmed Papa-nya. Ia masih kesel aja pas tadi curhat kalau dia kangen sama Bang Yuji-nya malah diketawain. Papa-nya itu mungkin sudah tak peduli dengan Bang Yuji dan dirinya.
"Rasakan, Pa! Gimana perasaan Papa saat kehilangan follower yang ternyata anaknya sendiri, heh? Pasti menyakitkan, kan?" gumam Reiji sambil berkutat dengan ponsel pintarnya.
Satu yang tak ia ketahui, Tuan Yudha sama sekali tak sadar bahwa sudah di-unfollow sama anaknya. Iyalah, secara followers-nya Tuan Yudha itu jutaan, bahkan akun IG-nya sudah ada ceklis birunya. Mana sadar biarpun kehilangan satu followers.
Setelah nge-unfollow akun sosmed Papa-nya, Reiji mulai menyiapkan keperluan untuk kabur juga. Dikarenakan ia tak memiliki ransel besar, ia mengambil ransel besar dari kamar Yuji.
Ia mengernyit sejenak. Baju-baju dan perlengkapan Yuji masih utuh dan tertata rapi di lemari. Ia menyayangkan kepergian abang-nya.
"Bang Yuji itu ceroboh! Kabur tapi nggak memiliki persiapan yang terencana dan terstruktur." Reiji malah ngomel.
Setelah memasukkan pakaiannya ke dalam koper, Reiji berlari ke dapur. Ia mencari fastfood dan obat-obatan yang jangan sampai ketinggalan jika berkelana kelak. Kos-an mereka memang cukup mewah. Lebih terlihat seperti rumah kontrakan.
Koper Reiji sudah penuh dengan pakaian, makanan, minuman, obat-obatan dan lainnya. Hal lain yang tak boleh ketinggalan adalah powerbank, dompet, dan tentu saja ponsel. Jika ia kangen Papa-nya, ia akan video call-an sama Papa-nya.
Reiji menenteng koper besar ke luar dengan susah payah. Saat ia keluar kost-nya, langkahnya terhenti karena ada mobil yang berhenti tepat di hadapannya.
Reiji memincingkan mata, melihat lebih jelas siapa yang berada di balik kaca mobil.
Beberapa saat kemudian, seorang remaja lelaki serupa dengannya keluar dari mobil. Di dalam mobil juga terlihat sepasang suami istri.
"Mau ke mana, Rei?"
"Bang Yuji~~~!" Reiji berlari slow motion ke arah abangnya-nya. Padahal jarak mereka hanya 5 langkah.
Yuji membeku, tak mengerti sikap adiknya. Ia membalas pelukan Reiji.
"Kenapa sih, Rei?"
"Hueee ... Bang Yuji jangan kabur lagi! Kalau abang kabur, Rei bakal ikut juga huee...."
Yuji mengernyit.
"Siapa yang kabur? Orang gue cuma pulang ke rumah buat ngambil baju ganti. Kita kan ngekos-nya bakal diperpanjang. Itu! Papa Mama juga yang nganterin ke sini!"
"Kok Papa nggak bilang?"
"Mungkin dia lagi ngerjain lu."
Reiji kembali memeluk abang-nya.
"Hueee pokoknya kalau Bang Yu ada masalah, langsung cerita aja sama Rei! Abang tetap kakak Reiji satu-satunya kok tak peduli kita berhubungan darah atau tidak."
Reiji masih mengomel tak jelas yang sama sekali tak dimengerti Yuji.
"Gue abang lu juga kan, Rei?" Siji tiba-tiba muncul di antara mereka.
Reiji mengangguk. Baru kali ini dia ngakuin Siji sebagai abang.
Reiji memeluk kedua saudara kembarnya.
"Duh... gemesin banget sih? Jadi pengen nyubit ginjalnya." Siji mengacak-acak rambut Reiji.
Tanpa Siji ketahui, saat ini Yuji dan Reiji tengah menyeringai. Begitu mencurigakan.
Bersambung ...