Chereads / Miliki Aku Dengan Ketulusanmu / Chapter 3 - Ingin Dianggap Teman

Chapter 3 - Ingin Dianggap Teman

Colombia University Kota M

Di dalam kelas

"Iya, kita sudah menyiapkan ini hanya untukmu."

"Bagaimana?"

"Aku…, baiklah aku mau," balas Gretta pada akhirnya ia mengalah saat melihat senyum dari kedua teman pengikutnya.

Senyum yang sudah lama ingin dilihat Gretta, tanpa tahu jika senyum inilah yang akan menjadi senyum alasan kebencian berlanjutnya.

"Bagus! Kalau begitu kita pulang bersama yuk!" sahut Starla dengan senyum senangnya.

"Iya, kita pulang bersama," timpal Elena dengan senyumnya pula, senyum aneh jika diperhatikan.

Gretta menggelengkan kepalanya dengan senyum yang baru ini ditampilkan, membuat Starla serta Elena tertegun dan terdiam saat melihatnya.

"Tidak bisa, lain kali ya. Aku ada urusan penting," tolak Gretta dengan nada halus dan ini semakin membuat kedua temannya terdiam.

Ini…, Gretta yang sombong itu? pikir keduanya kompak dalam hati.

Gretta yang melihat kedua gadis di depannya terdiam mengernyit, kemudian melambaikan tangannya dan memanggil nama keduanya bingung.

"Starla, Elena, what happened? (Starla, Elena, ada apa)" lanjut Gretta bertanya.

Sontak, Starla dan Elena yang mendengarnya gelagapan dan menggelengkan kepala kompak. Mereka sampai terkesima saat melihat senyum cantik nona muda yang selalu menampilkan wajah sombong.

Apa mereka salah melihat, tapi…, kenapa perasaan mereka jadi seperti ini?

"Tidak ada apa-apa, Gretta. Kami baik-baik saja," jawab Starla mewakili Elena yang mengangguk cepat.

"Oke! Kalau begitu aku duluan. Sampai bertemu besok, Starla, Elena. Bye!" seru Gretta sambil beranjak dari duduknya dan meninggalkan keduanya yang kembali terdiam. Sepertinya, Gretta pun tidak sadar jika ia sudah menampilkan ekspresi ceria.

Ya, karena sejatinya, seorang Gretta hanya memerlukan sebuah pengakuan teman dari kedua gadis yang kini saling melihat satu sama lain.

Sepeninggal Gretta dari dalam kelas, kedua dara cantik ini saling bersenggolan dan berbisik tentang apa yang mereka lihat.

"Kamu lihat, Gretta tersenyum untuk kita dan senyumnya terlihat tulus," bisik Starla kepada Elena yang hanya mendengkus.

"Jangan tertipu dengan wajah malaikatnya, kamu tahu sendiri senyumnya kan memang selalu terulas untuk sesuatu yang membuatnya senang," balas Elena dengan ekspresi benci.

Elena menatap kepergian Gretta dengan sesuatu yang berkobar dalam hatinya. Ia tidak akan tertipu hanya karena senyuman yang beberapa saat lalu dilihatnya.

Lain Elena yang sangat membenci Gretta. Maka lain pula dengan Starla sedikit kasihan dengan seorang Gretta, sebenarnya Starla tahu bagaimana dulu Gretta karena kebetulan ia mengenal sosok itu dari kecil. Bukan berarti mereka berteman, ia hanya pernah melihat jika dulu Gretta tidak seperti itu.

Namun, karena suatu alasan pahit dalam hidup Starla, ia pun mencoba menulikan pendengarannya dari rasa nurani dan kembali tersenyum sinis.

"Kamu benar, angkuh tetaplah angkuh," sahut Starla dan keduanya pun meninggalkan kelas mengikuti jejak Gretta.

Di lorong, ada Gretta yang berjalan dengan hati berbunga-bunga. Akhirnya, ia bisa mendengar kata keramat itu dari lisan dua dara yang setia mengikutinya.

Ah! Andai saja dari dulu mereka bisa mendeklarasikan sebagai teman, mungkin ia tidak perlu memperlihatkan wajah dingin tiap hari.

Namun, baru saja ia ingin tersenyum, di persimpangan koridor senyumnya harus kembali luntur, saat melihat seorang pemuda yang berdiri santai memblock tempatnya berjalan.

"Hai, baby. Semakin cantik saja," sapanya dengan senyum memikat. Ya, bagi yang menggilai pemuda di depannya, namun beda lagi dengan Gretta yang justru mengangkat sebelah alisnya, skeptis.

Hell…

Berani sekali pemuda ini merayunya di saat mereka sudah tidak memiliki ikatan lagi.

Ikatan lagi?

Ya, tepatnya pemuda yang saat ini sedang menebar senyum charming adalah mantan kekasihnya. Jangan kira karena mantan ia mencintai, karena jawabannya adalah tidak dan ia justru biasa saja saat pemuda di depannya ini menyatakan cinta.

Ini semua hanya karena status si pria, yang merupakan pangeran di kampusnya menuntut ilmu dan ia sama sekali tidak memiliki rasa sedikit pun.

"Minggir," usir Gretta dengan nada dingin, menatap pria di depannya dengan datar. Namun sayang sekali, pria di depannya ini justru menyeringai miring.

"Tidak, Gretta. Sebelum kita kembali," tolak si pria dengan nada santai. Ia justru semakin mendekat ke arah Gretta yang sama sekali tidak beringsut mundur.

Hell!

Seorang Gretta takut? Jangan harap.

Karena baginya, selama ia benar ia tidak akan takut dengan apapun.

Tap!

Kini si laki-laki ini sudah ada di hadapan Gretta dengan jarak hanya menyisakan tiga langkah, dengan si pria yang semakin menampilkan ekspresi senang.

"Kembali?" beo Gretta dengan senyum sinis "Never, cih!" lanjutnya dengan decihan.

"Aku saat itu sedang mabuk, Gretta. Aku kelepasan karena kamu sendiri yang menolakku-

"Dan melampiaskan hasrat sialanmu itu kepada perempuan lain? Murahan, kamu tidak pantas denganku," sela Gretta cibiran sarkas.

Si pria ini terdiam dengan apa yang dikatakan oleh Gretta. Tangannya mengepal, saat merasa dirinya direndahkan seperti ini.

Hei! Jangan salahkan dirinya. Ia pria normal yang ingin menyentuh kekasihnya dan sialnya kekasihnya adalah gadis sombong yang sama sekali tidak ingin disentuh, meski hanya berpegangan tangan.

"Aku masih mencintaimu, Grett-

"Makan cintamu sendiri. Jangan temui aku lagi atau kau akan menerima akibatnya," desis Gretta menyela dengan sinis serta ancaman yang tidak pernah main-main.

Dengan begitu, Gretta pun meninggalkan si pria yang hanya terdiam dengan tangan mengepal, menahan rasa marah karena harga dirinya terjun bebas di hadapan nona muda dari keluarga tersohor di kotanya.

Sepeninggalnya Gretta dari hadapan si pria, datanglah dua orang gadis yang sebenarnya sudah memperhatikan pertengkaran keduanya dari jauh. Keduanya berdiri di hadapan si pria yang menatap dengan anggukan kepala, ketika sebuah kalimat terucap.

Kembali kepada Gretta, yang kembali melanjutkan perjalanannya. Sampai di parkiran, ia tidak segera memasuki mobil mewahnya melainkan menghubungi Randie untuk mengambil mobil, sedangkan ia sendiri akan berjalan kaki menuju sebuah tempat.

Panggilan terhubung, tanpa basa-basi Gretta memerintah Randie untuk ke kampusnya dan panggilan berakhir setelah Randie mengiyakan.

Setelah memastikan jika mobilnya akan pulang ke rumah dengan selamat, Gretta pun berjalan menuju gerbang kampus dengan tidak sabar.

Tempat yang akan dikunjunginya adalah tempat di mana ia bisa menjadi Gretta lainnya. Tempat sederhana dengan kehangatan di dalamnya dan inilah yang membuatnya menolak ajakan dari 'teman-temannya'.

Hanya berjarak beberapa blok dari kampusnya berada, hingga berjalan kaki pun tidak masalah baginya. Lalu, sebuah bangunan dengan papan nama Seventh Café pun terlihat netranya dan senyumnya semakin mengembang.

Cring!

Pintu café terbuka, seorang pria paruh baya menyambutnya ramah dan juga seorang gadis lainnya menghampirinya dengan senyum ramah pula.

Awalnya memang senyum ramah, namun berganti dengan senyum seram kala mengingat kelakuan gadis yang membuka pintu ini.

"Gretta sudah kukatakan untuk fokus saja dengan kuliahmu, kenapa malah nekat bantu kami, heum?"

"Astaga! Kakak galak sekali, Gretta bosan kalau hanya duduk."

"Sudahlah Ayana. Biarkan Gretta membantumu."

"Tapi Papa!"

"Kak…, izinkan Gretta ya…"

Bersambung.