Chereads / Miliki Aku Dengan Ketulusanmu / Chapter 6 - Keluarga Ditaktor

Chapter 6 - Keluarga Ditaktor

Seeventh café

"Hei Gretta!" panggil Ayana

"Huem?"

"Jadi, siapa namanya?" lanjut Ayana menatap Gretta dengan alis naik-turun menggoda, namun sayang ekspresi yang ditampilkan Gretta sebaliknya, kaget.

"Eh…?"

"Kok 'eh' sih. Namanya siapa loh…, kan kalian sudah mengobrol tuh," gerutu Ayana menatap Gretta dengan kecewa.

Ia kira Gretta akan berkanalan, kan lumayan si pemuda ini cukup tampan kok.

"Tidak tahu ah! Aku tidak bertanya," sahut Gretta dengan nada santai "Besok, mungkin," lanjutnya mengangkat bahu seakan tidak yakin,

"Hoo dasar, sudah menyia-nyiakan kesempatan," dengkus Ayana.

"Tahu ah! Aku pulang dulu, sampai jumpa besok, Kak Aya!" tukas Gretta sambil membalik kembali tubuhnya dan meninggalkan dapur melalui pintu belakang.

Ya pintu belakang, karena ia pun sudah menghubungi Randie untuk menjemputnya.

"Ya sampai jumpa, hati-hati!" seru Ayana dengan lambaian tangan singkat.

***

Mansion Grinson

Gretta sampai di mansion mewah mamanya setelah menempuh perjalan lima belas menit. Ia turun dari dalam mobil, melangkah dengan wajah datar dan juga kecerian yang lenyap seketika.

Ketika ia sampai di ruang tamu, hendak menaiki anak tangga penghubung lantai dasar dan lantai di mana kamarnya berada. Sebuah suara menginterupsinya, suara familiar dan juga nada absolute yang terasa hingga tulangnya.

"Baru pulang pukul segini, Nona Grinson?"

Nona Grinson? Tidakkah ia ini bagian dari darah dan daging seseorang yang menegurnya? Tapi, kenapa kalimat itu sama sekali tidak menunjukan seperti orang dekat.

Gretta menghembuskan napasnya terlebih dulu, baru kemudian menghadap ke arah seseorang yang memanggilnya, seseorang yang menatapnya datar dan sama sekali tidak ada pancaran kasih sayang di dalamnya.

"Selamat malam, Nyonya Grinson. Saya rasa pulang saat ini atau nanti sama saja, tidak ada yang menyambut," balas Gretta dingin.

Ia menatap sosok yang dipanggilnya 'Nyonya' sama datarnya, sama sekali tidak takut saat sang mama menatapnya dengan wajah mengeras, murka.

Sang mama?

Benar sekali, di depannya memang adalah sosok wanita yang melahirkannya. Namun, bukankah seharusnya seorang ibu menatap anaknya hangat dan penuh sayang? Tapi, kenapa ini tidak dan keduanya justru menatap dingin.

"Jangan kurang ajar kamu, Gretta," desis sang mama dengan nada berbahaya.

"Nyonya Esmeriana masih mengingat nama saya?" tanya Gretta dengan sindirian sarkas, saat baru ini namanya dipanggil dengan nama pemberian sang papa.

Esmeriana Grinson, seorang ibu yang menghabiskan dua puluh empat jamnya dengan bekerja dan bekerja, tanpa sadar jika apa yang dilakukannya telah membuat sang anak merasa ditinggalkan.

Nyantanya memang ditinggalkan, saat sang mama merasa muak kala melihat wajah sang anak yang mirip sekali dengan mantan suaminya.

"Gretta jangan lewati batas-

"Ada apa ini!?"

Suara tegas dari ujung pintu masuk berhasil menghentikan berdebatan antara ibu dan anak, anak dan cucunya tepatnya.

"Mama."

"Grandma."

Ya, ia adalah tetua di keluarga Grinson. Di umurnya yang sudah tidak muda lagi ini, ia masih memiliki suara tegas dan juga wibawa yang sama sekali tidak luntur.

Tatapannya tajam kala bersiborok dengan sang anak dan juga cucunya yang juga menatapnya lurus, sama sekali tidak takut.

"Kenapa suara kalian menggangu ketenangan seperti ini. Sudah waktunya makan malam, bukankah seharusnya kalian bersiap?" lanjutnya menantap antara dua wanita beda usia di depannya bergantian.

Keduanya masih terdiam, sebelum akhirnya Gretta mengalah dengan membungkukkan punggungnya dengan gerakan berkelas dan berpamitan kepada nenek serta mamanya.

"Kalau begitu Gretta ke kamar, Grandma," ucap Gretta setelah selesai dengan membungkuknya.

"Hum," sahut sang nenek singkat.

Setelahnya, Gretta pun menaiki anak tangga dengan jalan perlahan. Ia lebih takut dengan sang nenek, yang ancamannya sama sekali tidak pernah main-main.

Selepas kepergian Gretta, sang nenek—Karina kembali menatap Esmeriana dengan tatapan sama datarnya, kemudian membalik badanya dan meninggalkan sang anak tanpa kata-kata.

Skip

Ke esokan harinya…

Colombia Unvirsity

Kelas Gretta

Terdengar suara gerutuan kesal kala dua gadis merasa kecewa, saat satu gadis lainnya mengatakan jika hari ini tidak dapat berpesat seperti janjinya kemarin.

Dua gadis ini adalah Starla dan Elena, sedangkan si gadis yang digerutu adalah Gretta.

Gretta menatap dua temannya dengan wajah tidak enak. Padahal, biasanya ia selalu menampilkan wajah masa bodo. Mungkin karena keduanya mendeklarasikan diri sebagai teman, yang ia sendiri tidak tahu benar atau tidak.

"Masa tidak jadi sih, Gretta. Kita sudah persiapkan semuanya dan kamu seenaknya bilang tidak jadi," geram Elena, orang yang paling ingin ada sebuah pesta terjadi.

"Grandma mendadak ingin aku ikut ke acara pertemuan di Grinson group. Jadi aku tidak bisa menolak," balas Gretta menjelaskan, berharap keduanya mengerti dengan apa yang menjadi alasannya.

Starla yang melihat wajah kesal Elena berusaha untuk menengahi. Akan sangat bahaya jika sampai Elena terlalu marah dengan pembatalan ini.

"Jadi kapan kamu bisanya, Gretta?" tanya Starla menengahi, ia menatap tajam Elena kala temannya itu hendak protes.

"Eum, lusa. Sepertinya lusa sudah selesai juga," jawab Gretta dengan nada yakin.

Elena yang mendengarnya mendengkus, mengumpati nenek Grinson si dictator tua yang sudah membuat rencana pesta mereka gagal.

"Baiklah, kalau begitu. Jangan batal lagi ya, Gretta," tukas Starla dengan senyum seakan menegaskan.

Gretta mengangguk senang, saat ternyata Starla mengerti apa yang dijelaskannya. Ia pikir Starla juga akan seperti Elena yang marah, tapi ternyata Starla tidak dan ia senang karenanya.

"Ya sudah, aku harus berangkat saat ini juga. Sampai jumpa, semuanya!" putus Gretta dengan terburu beranjak dari duduknya dan meninggalkan kelas, saat sopir yang neneknya kirim ada di depan gerbang.

"Sampai jumpa, Gretta!" sahut Starla dengan senyum yang perlahan memudar, berganti dengan decihan sinis.

"Topengmu bagus juga, Starla," cibir Elena menyindir. Ia tidak seperti Starla yang pandai mengatur sikap, ia terkadang kelepasan saat menampilkan ekspresi bencinya.

"Terima kasih pujiannya, Nona Karstone," sahut Starla memanggil nama temannya dengan senyum palsu dan dengkusan pun terdengar dari si nona Karstone—Elena.

***

Grinson Group

Saat ini Gretta sedang duduk santai di ruangan sang nenek, setelah selesai dengan rapat internal bersama neneknya, serta sang mama yang menatapnya dengan datar.

Waktu masih menunjukkan pukul empat sore, sepertinya cukup untuk ke café dan membantu keluarga seeventh.

Ia pun beranjak duduknya, membuat sang nenek yang sedang berdiskusi dengan mamanya segera melihat ke arahnya.

"Mau kemana kamu, Gretta?" tanya Karina menatap cucunya dengan mata tajam seakan menelisik.

"Aku ada perlu, penting."

"Sebaiknya kamu pulang," sahut Esmeriana tanpa menatapnya.

"Aku sudah menuruti apa mau kalian. Tidakkah aku diberikan kebebasan untuk menikmati waktuku sebentar?" tanya Gretta dengan tangan mengepal.

"Lancang kam-

"Sudah, jangan berisik," lerai Karina dan menatap Gretta yang wajahnya sudah memerah "Pergilah dan nikmati hari bebasmu sampai benar-benar tidak ada kebebasan lagi untukmu," lanjutnya tanpa menoleh, kemudian kembali menekuni pekerjaannya bersama Esmeriana.

Gretta menatap dua wanita gila kerja di depannya dengan tidak percaya, kemudian menghembuskan napasnya berulang dan meninggalkan ruangan sesuai ucapannya. Sedangkan dua wanita ini hanya bisa menatap kepergian Gretta dengan tatapan yang tidak bisa dibaca.

"Anakmu mirip sekali dengan mantan suamimu yang tidak berguna itu," cibir Karina kepada sang anak dan sang anak hanya mampu terdiam.

Meskipun hati Esmeriana tidak terima, namun ia tidak mampu membalas ucapan sang mama.

"Samuel," batin Esmeriana dengan hati sedih.

Bersambung