Chereads / Miliki Aku Dengan Ketulusanmu / Chapter 7 - Bertemu Lagi

Chapter 7 - Bertemu Lagi

Seeventh café

Gretta sampai di café setelah menghabiskan waktu perjalanan lima belas menit. Baju rapihnya sudah berganti dengan setelan santai, sebuah celana panjang dan sleeveless longgar berwarna biru muda.

Ia masuk melalui pintu belakang, yang cara membukanya pun hanya sebagian saja yang mengetahuinya.

Ceklek!

Pintu terbuka dengan seorang koki pastry yang menolehkan wajahnya, saat mendengar suara pintu terbuka.

"Baru datang, Gretta. Tumben sekali."

Sapaan ramah sang koki ini membuat senyum lebar Gretta mengembang, apalagi saat mencium aroma kue yang sedang di panggang.

"He-he…, iya nih chef Rud. Kebetulan ada acara keluarga," sahut Gretta memanggil ramah sang chef yang balasnya dengan anggukan mengerti.

"Begitu. Eh! Aku lagi manggang klappetart nih. Nanti kupisahkan satu untukmu setelah matang, heum," ucap Rud—Rudy Arnold yang bekerja sebagai koki khusus kue di café seeventh ini .

"Mantap deh! Terima kasih, Kak chef! Memang Kak chef Rud yang terbaik," puji Gretta dengan senyum merekah.

"Lalu, kalau aku bilang akan menyiapkanmu secangkir vanilla latte kesukaanmu. Apakah aku juga akan disebut baik olehmu. Begitu, heum?"

Cibiran berserta dengkusan dari arah pintu masuk depan, membuat dua orang yang sedang berbincang ini sontak menoleh dan mencebil, khusus Gretta ketika netranya bersitatap dengan netra hazel seorang wanita.

"Kamu menggangu kesenanganku, Kak Aya," dengkus Gretta memanggil nama Ayana—si putri pemilik café sebal.

"Bodo, emang aku pikirin," sahut Ayana tidak peduli "Ini sudah hampir petang dan kenapa kamu di sini. Bukankah sebaiknya kamu istirahat, Gretta?" lanjutnya bukan bermaksud mengusir.

Ayana hanya khawatir jika Gretta kurang istirahat dan nantinya sakit.

"Tidak, aku pun baru selesai istirahat. Aku ingin melayani pelanggan sampai malam hari, sepertinya seru," sahut Gretta sambil memamerkan cengiran tanpa dosanya.

"Tidak bisa, nanti kamu dicar- ya sudah lah! Cepat pakai apronmu." Ayana mengalihkan perkataannya, saat hampir keceplosan membicarakan masalah keluarga gadis muda di depannya.

Gretta mengerti apa yang akan dikatakan oleh Ayana. Namun ia tetap menganggap tidak mengerti dan mengangguuk semangat, sambil berjalan menghampiri apronnya yang tergantung di dekat pintu.

"Maid Gretta is ready to serve customers!" seru Gretta semangat, sebelum akhrinya keluar dari bagian dapur.

Ayana menatap punggug Gretta dalam diam, kemudian menoleh ke arah Rudy yang menatapnya juga.

"Apa?" kata Rudy dengan sebelah alis terangkat.

"Sampai saat ini aku bingung, kenapa keluarganya seperti itu. Bukankah Gretta anak perempuan yang baik dan canti- ah! Lebih dari sekedar cantik bagitu."

Ayana meralat ucapannya cepat, mengemukakan pendapatnya di hadapan Rudy yang mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Kehidupan orang berbeda-beda sih, Aya. Aku tidak bisa komentar kalau soal keluarga dan urusan pribadi. Karena bagiku, cukup Gretta manis seperti itu, yang lain terserah saja," sahut Rudy dengan pendapat apa adanya.

"Iya sih. Aku juga suka dengannya tidak peduli dia dari mana asalnya. Bahkan Papa pun sudah menganggap Gretta sebagai anak sendiri," timpal Ayana tersenyum kecil.

"Heum, semua yang melihatnya pasti juga suka dengan anak semanis Gretta," tutur Rudy "Tapi sayang," lanjutnya menggantung kalimat.

"Sayang apa?" sahut Ayana cepat, penasaran.

"Sayang aku sudah cukup berumur dan dia masih sangat muda. Kalau tida- ouch! Astaga! Ayana kamu jahat sekali."

Rudy meringis sambil mengusap kepalanya yang terkena lempar sebuah botol air mineral. Untunglah botol itu kosong, jika tidak sudah dipastikan kepalanya benjol susun tiga.

"Langkahi dulu aku, jika kamu ingin dengannya," sembur Ayana kesal.

"Ciee…, Kakak posesif. Ah! atau kamu cemburu ya?" goda Rudy di sela-sela rasa sakit nyut-nyutannya.

"Idih! Males banget sih," cibir Ayana sarkas "Sudah ah! Bete ngomong sama kamu," lanjutnya seraya membalik badan dan tentunya setelah menjulurkan lidah meledek Rudy yang tergelak kecil.

"Ha-ha-ha…, dasar Aya," dengkusnya geli.

Di depan, Gretta yang sudah memakai apron café dengan lincah dan ceria melayani para pelanggan yang ramai.

Kedatangan Gretta di sore menjelang malam ini membuat suasana café semakin ramai. Banyak yang meminta dilayani olehnya dan banyak pula yang meminta berkenalan.

Gretta baru ini melayani pengunjung café di waktu senja dan merasa bebas, saat berada di luar pada malam hari seperti ini ketimbang di kamarnya.

Pintu kembali terbuka dengan bunyi gemericing khas dan Gretta dengan sigap menyapa seraya menolehkan wajahnya.

Cring!

"Selamat datang di café seeventh!"

Eh!

Si pelanggan yang biasanya duduk seharian ini terpaku sejenak, merasa beruntung karena awalnya ia iseng dan ingin meminum ekspresso seperti biasa. Ia pikir tidak mungkin bertemu sosok gadis muda di depannya ini, mengingat jika gadis itu akan pulang sore hari, sepengetahuannya sih.

"Kamu tumben malam seperti ini? Duduk di sini yuk!" ajak Gretta ramah dengan senyum ceria masih tetap terulas.

Si pelanggan ini menurut dan mengikuti Gretta yang berjalan mendahului, membawanya duduk di pojok kursi kosong yang sebenarnya pun tempat ia biasa duduk.

Ya…, meskipun harus diiringi oleh tatapan tajam dan iri. Tapi ia cuek dan berjalan dengan wajah menang di balik topeng datarnya.

Akhirnya si pelanggan belum punya nama ini pun duduk dan Gretta sendiri segera menyiapkan catatannya.

"Jadi mau pesan apa, Tuan?"

"Sat-

"Ekspresso?" sela Gretta cepat dan seketika terkikik saat mendapati si pelanggan mendelik ke arahnya.

"Hn, sudah tahu kenapa masih nanya," cibir si pelanggan sarkas.

"Biar ada obrolan, Tuan. Kan biar basa-basi juga," sahut Gretta tidak mempermasalahkan saat si pelanggan sudah mulai sarkas.

Bibirnya mencebil melihat dan mendengar si pelanggan mendengkus ke arahnya "Jadi, ada lagi?" lanjut Gretta bertanya.

Si pelanggan ini menggelengkan kepala dan mulai mengeluarkan peralatan seperti biasa "Hn."

"Okay tidak ada ya, kalau begitu ditunggu sebentar, Tuan!" putus Gretta kemudian meninggalkan si pelanggan yang diam-diam melirikkan netranya, mengikuti hingga Gretta sampai di konter pembuatan kopi.

Bibirnya menyungging senyum kecil saat melihat senyum cantik gadis di sana, namun seketika ia membuang pandangannya ke arah lain ketika Gretta menoleh ke arahnya.

"Shit! Hampir saja ketahuan," batinnya dengan hati berdebar.

Gretta yang melihat si pelanggan tiba-tiba membuang wajah tersenyum geli. Ia memutuskan untuk kembali menoleh ke arah sang papa—Ronny, yang memanggilnya dengan sebuah cangkir beruap mengepul di hadapannya.

"Gretta…, ini pesanannya."

"Yes sir, thank you!"

"Keh! Dasar," kekeh Ronny geli saat melihat pose putri orang yang sudah dianggap putrinya sendiri.

Gretta pun menghampiri si pelanggan dan meletakan dengan hati-hati pesanan, kemudian sengaja mendudukan dirinya di hadapan si pelanggan tanpa mempedulikan pelanggan lainnya menjerit minta ditemani.

Tak!

"Silakan, Tuan!"

"Hn."

"Tidak ada kata terima kasih? Jahat sekali," sindir Gretta melihat dengan bibir mencebil si pelanggan sebal.

"Thanks."

"Nah! Gitu kan enak," sahut Gretta tersenyum senang, sedangkan si pelanggan ini diam-diam menahan senyum di bibirnya yang hampir terulas.

"Lalu, kenapa kamu ada di sini?"

"Eh?"

Bersambung.