Chereads / Miliki Aku Dengan Ketulusanmu / Chapter 5 - Jadi, Siapa Namanya?

Chapter 5 - Jadi, Siapa Namanya?

Seeventh café

Gretta berjalan menuju pria muda yang ia tafsir umurnya tak jauh darinya dengan mata tajam menelisik. Ia menebak-nebak dalam hati, kenapa sampai pemuda ini betah sekali duduk berjam-jam tanpa mengeluh setiap hari dan di tempat sama pula.

Lalu, ketika ia sudah sampai di samping meja si pemuda, ia pun menyempatkan diri menoleh ke arah Ayana dan mendapatkan anggukan seakan menyemangatinya.

Hilih, apaan sih, pikir Gretta tidak habis pikir. Ia pun kembali menghadap si pria yang sebenarnya sudah menanti, namun malu untuk memulainya.

"Hai! Boleh duduk di sini?" sapa dan tanya Gretta meminta izin.

Si pemuda ini belum merespon, membuat Gretta yang merasa dicueki kembali ingin meminta izin. Namun, baru saja Gretta ingin membuka mulutnya, suara bass dengan nada datar dari si pemuda lebih dulu menyelanya.

"Aku bole-

"Hn, silakan."

Wow, suaranya seksi, batin Gretta diam-diam mengagumi.

"Thanks," gumam Gretta dan duduk di depan si pemuda.

Keduanya terdiam, tak ada yang mengeluarkan suara dan Gretta yang merasakan bosan diam-diam menggerutu dalam hati.

"Ini lelaki nggak bisa bicara kah?" pikir Gretta dalam hati.

"Aku bisa bicara kok."

"Woah! Hebat! Kamu juga tahu isi hatiku?" tanya Gretta melotot kaget ke arah si pria yang balik mendengkus ke arahnya.

"Wajahmu terlihat seperti itu," balas si pria tidak sengaja sarkas. Jangan salahkan dirinya, karena ia memang pemuda bermulut pedas, jika dengan seseorang yang menurutnya menyenangkan dan akan diam saja, andai lawan bicaranya pun tidak mengasikan.

"Ucapanmu terdengar sarkas, Kakak. Tapi aku suka, bukan topeng soalnya," sahut Gretta dengan cengirannya. Namun si pemuda ini justru mengernyit, sedikit bingung saat Gretta mengatakan topeng diobrolan mereka.

"Topeng?" beo si pemuda bingung.

"Umm," gumam Gretta dengan anggukan kepala kecil "Sudahlah jangan dibahas. Kamu masih lama?" lanjutnya bertanya.

"Kamu mengusir saya?" sahut si pemuda dengan sebelah alis terangkat.

"Ck, mulutmu tajam sekali," decih Gretta kesal "Kenapa? Takut kehilangan wifi gratis ya?" lanjutnya menyindir dengan sudut bibir terangkat.

Si pria ini diam-diam terkekeh dalam hati, merasa lucu karena gadis muda di depannya sama sekali tidak terpikat dengan ketampanannya atau juga kabur karena mulut pedasnya. Ia jadi tidak heran, saat melayani banyak tamu gadis di depannya terlihat ramah.

"Sok tahu, aku bawa modem jika kamu takut aku duduk hanya karena wifi," jawab si pemuda ketus, meringis dalam hati karena tebakan si gadis ini benar adanya "Mulutnya tajam sekali, tapi dia cukup asik," lanjutnya dalam hati.

"Hoo…, bagus lah kalau memang bawa internet sendiri. Ck, rugi tahu minum satu gelas ekspresso untuk seharia-

Pletak!

"Oucchh…, ya! Kak Aya, kenapa tega menganiaya kepala cantikku, huh," sembur Gretta dengan tangan mengusap ubun-ubunnya, mendelik kesal ke arah gadis yang berdiri di belakangnya.

Ayana si pelaku hanya menaikkan sudut bibirnya, mendengkus dan tersenyum ramah kepada si pria yang namanya belum diketahui.

"Maafkan gadis bar-bar ini, Tuan. Kalau ingin dijitak juga tidak apa-apa, kok. Geratis pake tis-tis," ujar Ayana tanpa memperdulikan Gretta yang kembali protes karena ucapannya.

"Hei! Mana bisa seperti itu, enak saja!"

"Kamu bisa membuat pelanggan kabur, kalau kamu bilang seperti itu. Cepat minta maaf!" tegur Ayana dengan tangan berkacak pinggang, sedangkan Gretta sendiri melengos.

"Tidak mau!"

"Ya! Bocah!"

"Huh!"

Si pria yang hanya diam ini menggelengkan kepalanya. Padahal tugas dan kerjaan dari kakaknya belum selesai, tapi entah kenapa diganggu oleh gadis di depannya ini ia malah sama sekali tidak masalah.

Biasanya, ia akan mendelik dan marah kepada orang yang mengganggu ketenanganya. Namun saat ini tidak, ia justru menikmati saat mata biru itu mendelik marah kepada gadis yang dipanggil Ayana.

"Gretta ya, nama yang bagus," batin si pemuda dengan senyum kecilnya, ia tersentak kaget kala mendengar suara Gretta belum lagi telunjuk lentik teracung ke arahnya.

"Huwoo! Lihat, dia tersenyum!"

Plak!

"Jarimu, Gretta. Mau digigit, heum. Dasar, bocah tidak sopan," tegur Ayana setelah menepak tangan Gretta dengan tepakan tidak main-main.

"Ya ampun, Kak. Jika seperti ini terus, tubuh mulusku akan merah semua karena dianiaya olehmu," lirih Gretta dengan tatapan layaknya kucing memohon, cukup ampuh membuat dua orang yang melihatnya iba. Apalagi si pria, yang ingin sekali mengusap punggung tangan itu.

"Hentikan air mata buayamu itu, Gretta. Sebaiknya aku balik ke belakang dan ingat! Jangan galak dengan pelanggan," tukas Ayana yang hampir saja kena bujuk rayuan Gretta.

Gretta mencebilkan bibirnya sebal, saat Ayana tidak jadi terkena rayuannya. Ia hanya mengangguk kecil dengan dengkusan sebal dan kembali melihat si pria yang juga melihatnya.

"Woah…, kamu punya mata yang indah Tua-

"Hei! Aku tidak setua itu hingga kalian panggil dengan sebutan Tuan," sela si pemuda mencibir dan Gretta yang mendenganya terkekeh dengan tangan terayun.

"Ha-ha-ha…, maaf-maaf. Baiklah, aku harus panggil apa? Kakak, begitu?" sahut Gretta bertanya dengan nada canggung "Okay! Kakak, sudah kan? Jangan ngambek lagi," lanjutnya saat menerima anggukan kecil.

"Hn."

"Dingin sekali, Kak. Tidak akan ada yang mau, jika jawabanmu dingin dan ketus terus," sewot Gretta dengan bibir kembali mencebil.

"Hn, kamu pun sangat galak dan judes denganku. Tapi kenapa sama pelanggan lain ramah?" tanya si pemuda dalam hati.

Iya benar, hanya dalam hati karena nyatanya ia hanya terdiam dengan apa yang dikatakan oleh Gretta.

"Ck, aku dicuekin," lanjut Gretta dengan decakan sebalnya "Sudah ah! Aku sebaiknya pulang, sampai jumpa besok," imbuhnya sambil berdiri dari duduknya dan meninggalkan si pemuda yang hanya mampu berkedip.

Si pemuda ini sepertinya terlalu terpesona dengan Gretta kala gadis ini mencebilkan bibir, belum lagi netra seindah langit itu menatapnya lurus.

Hingga sampai Gretta tidak terlihat lagi, ia masih memproses kejadian yang baru saja ia alami. Sungguh, ia tidak menyangka jika dari banyak hari ia melihat sosok Gretta, hari ini menjadi kesempatan bagus yang malah ia sia-siakan.

Ia bahkan sama sekali tidak memperkenalkan diri dengan baik kepada Gretta. Ia hanya terdiam gugup, saat netra itu seakan menghipnotisnya.

"Tapi, dia bilang sampai besok. Apakah ini artinya dia akan menemaniku seperti ini lagi," batin si pemuda dengan hati berdebar.

Sementara si pemuda yang hatinya berbunga dengan debaran senang. Di sisi lainnya, Gretta yang kembali ke belakang menemui Ayana dan Papa Ronny, ia berniat berpamitan karena ia harus ada di sangkar emas sebelum sang mama kembali dari kantor.

Akan sangat bahaya jika ia ketahuan bermain di tempat ini. Ia pun mendekati Ayana, kemudian membereskan tas yang ia letakan di meja kecil dapur.

"Kak Aya, Papa Ronn. Gretta pulang ya," ucap Gretta dengan hati tidak ikhlas.

"Loh! Sudah mau pulang?" sahut Ayana sambil melihat jam di dinding dan mengangguk, saat waktu memang sudah menunjukkan pukul kebiasaan Gretta pulang.

"Umm, besok lagi ke sini," timpal Gretta kembali ceria.

"Hum hati-hati, Gretta!"

"Hati-hati, Nak Gretta!" sahut papa Ronny.

Gretta mengangguk dan hendak keluar dari dapur, namun belum juga ia melangkah suara Ayana kembali terdengar memanggilnya.

"Hei Gretta!"

"Huem?"

"Jadi, siapa namanya?"

"Eh…?"

Bersambung.