Bahaya
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya begitu tiba-tiba, aku mengangguk dan dia memegang pipi ini, apa dia akan mencengkeramnya lagi, itu akan menjadi sakit yang dua kali lipat, rasa sakit kemarin aku belum melupakannya.
"Tuan, apa ada yang salah dengan wajahku?"
"Tidak, kamu hanya tampak semakin kurus. Bunuh saja bayi itu jika dia menyikatimu." Tuan, terlalu kejam dengan kata-katanya.
"Akh!" Sontak mataku langsung melihat ke arah yang berteriak. Beberapa orang pria membawa senjata, mengarahkannya pada seorang gadis yang lehernya sudah dikunci oleh salah satu dari mereka.
Entah kenapa tubuhku jadi bergetar saat tatapan dari satu pria langsung menatapku tajam, dan meniru gaya hendak akan memotong leherku pada dirinya. Tuan langsung memelukku dan membawaku ke sudut.
Kami semua disudutkan, semua penjahat itu bertopeng. Aku sangat ketakutan, jika dia lupa dan tiba-tiba tanpa sengaja memotong leher itu bagaimana. Tuan menutup mataku dan aku tetap memeluknya.
"Akh!" erangku saat ada seperti benda yang terlempar ke arahku. Aku membuka mata dan melihat wanita yang tadi berada di sampingku sambil memegang tangan Tuan dan menangis.
Aku melihat Tuan dan dia hanya mengangguk. "Cepat berikan semua uangnya," ucap salah satu dari mereka, dan dengan sangat cepat para pelayan memasukkan semua uangnya ke dalam tas.
"Apa yang kamu lakukan ...!"
"Akh!" teriak semua orang saat satu peluru berhasil meleset, aku menangis takut seakan-akan peluru itu melukaiku. Aku memberanikan diri membuka mata, melihat pria yang berusaha kabur berhasil tertembak.
Aku melihat Tuan dan dia hanya tampak tenang tanpa takut sama sekali. "Kamu," ucapku mendongak dan dia hanya meletakkan jari telunjuk ke bibirnya.
"Kalian juga, beri aku semua harta yang kalian punya." Aku langsung memberi tasku, gelang, kalung dan semuanya sedangkan Tuan dia hanya memberikan dompet tapi tidak dengan ponselnya, entah di mana dia menyembunyikan benda itu sehingga tidak ketahuan.
"Tenang saja," ucapnya tersenyum dan aku hanya diam.
"Apa kamu tidak punya barang berharga lagi?" tanya mereka pada Tuan, dia menggeleng sambil menarik satu, dengan sigap salah satu dari mereka menampar Tuan sampai dia terjatuh.
Aku langsung memeluknya dan memohon maaf pada mereka. Saat mereka pergi aku langsung membantunya berdiri, memegang pipinya yang merah dan dia hanya tersenyum.
Aku melihat dia memegang telinganya sejak tadi, lalu sekarang dia tampak gelisah. Sebenarnya apa yang diketahui Tuan. "Geng Fire," ucapnya dan aku melihat dia heran, dia hanya memegang kepalaku.
Apa itu Geng Fire, beberapa menit kemudian semuanya menjadi hening. Bahkan keheningan ini membuatku sedikit lelah, aku memeluk erat Tuan, aku ingin memejamkan mata sebentar saja.
Terdengar jelas di telingaku bahwa ada polisi di luar sana. Para penjahat langsung berlari ketakutan, sedangkan aku tersenyum melihat di menarikku langsung saat di pintu tiba, akhirnya masa-masa menyeramkan tadi hilang juga.
Tubuhku tiba-tiba tertarik, saat aku membuka mata, aku ada di pelukan lelaki lain yang lebih tepatnya penjahat yang menampar Tuan. Dia langsung membawaku pergi dari pintu belakang, sedangkan Tuan pingsan.
Aku berteriak sambil memanggil namanya dan meminta tolong, tapi dia sama sekali tidak mendengar. "Diam!" ucap penjahat ini dan aku tetap menangis sambil meronta untuk lepas.
Dengan cepat aku merasakan leherku terasa berat, aku membuka mataku paksa. Aku tidak boleh pingsan. Tapi semuanya tetap tidak bisa, aku perlahan menutup mataku sambil berniat meraih mereka.
Aku mencoba membuka mata, dan merasakan kepala yang sangat berat. Semua terasa pudar, aku mengucek mataku dan kembali melihat normal lagi, tampak jelas aku berada di sebuah rumah yang kumuh tidak berpenghuni.
Aku mencoba berteriak tapi mulutku ditutup, aku membenamkan diri sebentar, rasa sakit di kepala membuatku sedikit tersiksa, aku juga sangat haus, apa tidak ada orang di sini. Ke mana mereka yang menculikku tadi.
Beberapa menit saat semuanya sudah mulai terasa ringan, aku mencoba menjatuhkan barang yang ada di sekitarku agar mereka segera datang, puluhan barang kecil hingga besar berjatuhan mereka tetap tidak datang.
Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki mengarah ke sini. Aku berusaha berteriak agar mereka segera datang, karena rasa haus ini tidak tertahankan lagi.
"Berisik!" teriaknya dan aku menunduk. Bagaimana cara dia mengetahui bahwa aku haus, aku mendongakkan kepala sambil menelan ludah, dia hanya diam tidak mengerti, mungkin. Lalu pergi lagi.
Dia datang lagi membawa secangkir teh, aku langsung berteriak dan dia membuka penutup mulutku dan mengarahkan cangkir tersebut agar aku meminumnya, dengan cepat aku meminumnya sampai tetesan yang tumpah mengenai bajuku.
"Kenapa kamu membawaku?" tanyaku saat sudah puas dengan teh tadi, dia hanya diam lalu memaksa menutup mulutku lagi.
"Kamu di sini saja," ucapnya kemudian pergi, aku berteriak dan dia hanya pergi tanpa menghiraukan aku sama sekali. Kulihat sekelilingku yang remang-remang, hewan-hewan kecil juga berkeliaran.
Aku mencoba membuka paksa ikatan yang ada di tangan tapi tetap saja tidak bisa, membuat tanganku terluka, aku berhenti dan melihat sekeliling, semoga saja ada benda tajam yang bisa aku gunakan.
Aku sudah berusaha melihat sekeliling tetap tidak ada, aku semakin takut dan menangis. Berharap ada yang datang menolongku, dan semoga saja papa tidak mengetahuinya, jika tidak dia akan mengurungku lagi.
Aku menggeser tubuhku ke dinding untuk bersandar, merenung dan tetap terjaga. Jangan sampai mereka berbuat sesuatu padaku. Aku melihat pisau kecil tertutup oleh kain putih, segera aku menggesernya menggunakan kaki.
Apa pisau sekecil jari telunjuk ini bisa memotong tali setebal ini? Aku melihat pisau itu dan mencobanya, benar saja pisau itu langsung patah mengenai tanganku dan mengeluarkan darah.
Aku langsung menutupnya menggunakan kain tadi dan membersihkan darah di sana juga. Hari sudah mulai malam, bagaimana ini? Apa aku akan menginap di sini? Aku melihat jendela dan berusaha bangkit berdiri.
Berharap semua jendela yang di sini tidak di kunci sama sekali, aku langsung mengeceknya satu-satu dengan kaki yang terikat juga. Terpaksa aku harus melompat, jendela pertama terkunci, aku tidak boleh menyerah, masih banyak jendela yang lain.
Aku mencoba membuka jendela kedua dan tetap terkunci, begitu sampai jendela keempat, semuanya terkunci. Aku langsung duduk lemas, rasanya perutku sangat sakit, aku butuh makan, tapi tetap saja mereka pasti tidak akan memberikannya.
Aku mencoba mengetuk pintu keluar dan berteriak walau mereka mungkin tidak akan bisa mendengarnya dengan jelas. Beberapa menit aku lakukan, dan benar saja tidak ada yang memedulikanku.
Tuan, dia ke mana? Apa dia tidak mencariku? Apa dia meninggalkanku di sini? Atau dia tidak baik-baik karena sempat pingsan? Aku ketakutan di sini, aku membutuhkan seseorang.