'Meski kemarin makan masakannya, tetapi aku baru menyadari bahwa idolaku pandai dalam segala hal.' Grizelle memandang Rery sembari tersenyum. Ia tidak berkedip sekalipun hingga semakin lama matanya mulai memerah.
"Hei! Apa kamu menangis? Tahanlah sebentar jika lapar, makanan akan segera matang," ujar Rery saat menoleh melihat mata Grizelle memerah. "Sebenarnya siapa bosnya, kenapa jadi aku yang memasak," gumam Rery. Mendengar sang idola mengatakan hal itu, Grizelle mencoba menahan agar tidak tertawa.
Setelah masakan tersaji, mereka segera melahapnya. Tanpa henti Grizelle terus memuji makanan yang dibuat oleh Rery dan hal itu membuatnya merasa malu hingga tidak bisa menyembunyikan wajah yang sedang merona.
Begitu makanan di meja habis tanpa sisa, kini Grizelle kembali memiliki pekerjaan. Dengan cepat ia membersihkan meja dan mencuci peralatan dapur yang kotor. Sedangkan Rery melangkah menuju ruang tamu dan membaca majalah yang ada di nakas dekat ia duduk.
Grizelle dan Rery sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bahkan hal itu sampai membuat wanita berambut panjang yang tengah mengepel lupa bahwa ia sedang berada di satu apartemen dengan idolanya. Padahal sejak semalam Grizelle terus kegirangan karena memikirkan hal itu.
Begitu sore tiba, Grizelle segera pulang setelah menerima gaji di hari pertamanya. Sesuai perjanjian, Rery akan membayar hasil kerja keras perempuan itu per hari setelah selesai bekerja.
Dengan langkah penuh semangat, Grizelle segera membersihkan diri dan berdandan cuku rapi. Hari ini ia ingin memanjakan diri dengan gaji pertamanys. Meski tidak banyak, tetapi dengan uang itu ia bisa berpesta sendiri di apartemen.
Grizelle pergi membeli ayam goreng dan bir. Perempuan itu berniat memabukkan dirinya pada malam indah yang ia rasakan. Meski tidak ada yang istimewa, tetapi mendapat pekerjaan dan gaji adalah kebahagiaan tersendiri untuk Grizelle. Maka dari itu dia tidak akan menabung di hari pertamanya mendapat upah.
Setelah kembali dan ingin membuka pintu apartemen, Grizelle berpapasan dengan Rery yang ingin ke luar. Perempuan itu menyapa dengan ramah, tetapi sang idola hanya menatapnya dan tas belanja yang ada di tangan kanannya.
"Hoo ... aku pikir kamu akan memanfaatkan gaji dariku untuk bertahan hidup, ternyata hanya untuk berpesta," ujar Rery. Matanya masih menatap tas berisi ayam goreng dan bir.
"Ma-mana ada? Ini untuk bertahan hidup! Tapi ... aku tetap harus memberi penghargaan untuk diriku yang mendapat pekerjaan," sahut Grizelle dengan bangga. "Kenapa? Mau ikut?" imbuh perempuan itu dengan kesal karena tatapan tidak percaya dari sang idola.
"Tidak masalah. Dengan senang hati aku akan ikut." Rery tersenyum tanpa sungkan meski tahu Grizelle hanya basa-basi. "Ayo buka pintunya, biarkan aku masuk."
Kini mereka duduk di karpet bulu yang ada di ruangan tamu. Meja bundar kecil yang menjadi tempat ayam goreng dan bir, membatasi keduanya yang tengah duduk berhadapan. Grizelle yang merasa kesal dan senang hanya menatap Rery yang tengah menatap sekeliling.
"Kenapa? Apa kamu mengagumi ruangan di mana pertama kali kita bertemu?" tanya Grizelle ketus.
Mendengar hal itu Rery kembali teringat akan tingkah perempuan di hadapannya yang memberi obat tidur tanpa rasa bersalah. Karena merasa malu, Grizelle pun mengambil ayam potong dan langsung memasukkannya ke mulut Rery. Hal itu membuat sang idola tersedak hingga kemudian mengomel kepada Grizelle.
Malam semakin larut, keduanya semakin mabuk dan hanyut dalam suasana. Perbincangan tanpa arah pun mulai terlontar dari keduanya. Saat sedang tidak sadarkan diri, Grizelle berterima kasih karena Rery selalu ada untuknya. Meski sudah mabuk, tetapi pria yang masih memiliki sedikit kesadaran mulai bingung dengan apa yang perempuan itu katakan.
"Hei! A-apa maksudmu? Apa kita sudah saling kenal sebelumnya?" Dengan tubuh goyah Rery memegang kedua lengan Grizelle. Mata sayunya menatap perempuan itu dengan penuh rasa penasaran.
"Apa? Kenal? Mana mungkin artis besar mengenalku!" Tawa tanpa beban keluar dari bibir Grizelle, setelahnya dia menatap Rery sembari tersenyum bagai orang bodoh.
"Kam—u kan selalu ada untukku, di atas! Di samping, ha-ha-hahaha!"
"Hah?A-apa maksudmu?" Rery semakin bingung. Saat dia menanyakan maksud perkataan Grizelle, perempuan itu justru tidak sadarkan diri dan terlelap dalam keadaan mabuk.
***
Hari berganti, sinar mentari menembus tirai tipis yang menutupi jendela. Grizelle dan Rery yang semalaman mabuk bersama masih sama-sama terlelap dalam karpet hangat yang menjadi alas tidur keduanya.
Saat waktu menunjukkan pukul 11.00, mata perempuan itu mulai terbuka. Dia mengusap kedua matanya karena merasa gatal dan buram untuk melihat. Saat matanya terbuka dengan sempurna, teriakan mulai menggema di seluruh sudut ruangan.
"Kenapa berisik sekali?" Rery bangkit dari tidurnya dan duduk sembari mengucek mata. Saat ia menyadari situasi dengan jelas, pria itu pun ikut terkejut dan berteriak menyusul teriakan Grizelle yang masih tersisa di telinga.
Mereka saling menatap hingga wajah keduanya sama-sama memerah. Dengan canggung, Rery segera pamit pulang sembari meminta Grizelle datang bekerja setelah jam makan siang. Perempuan itu hanya mengiyakan kata-kata Rery meski dia tidak mendengarnya dengan baik.
"Astaga, aku bermalam bersama idola! Bagaimana ini?" Grizelle duduk sembari memegang kepala dengan kedua telapak tangannya.
Dari posisi duduk, perempuan itu membenamkan wajahnya pada karpet bulu yang terasa lembut. Dia mencoba mengingat apa saja yang terjadi malam tadi meski tidak ada yang ia ingat satu kejadian pun. Wajah memerah juga terlihat meski ia berusaha menyembunyikannya.
"Ah sudahlah, tidak mungkin aku melakukan hal-hal memalukan. Lebih baik sekarang aku mandi saja!" Dengan cepat Grizelle melangkah ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin.
Meski berusaha mengalihkan pikiran, tetapi dari raut wajahnya orang lain pasti tahu bahwa Grizelle sedang memikirkan hal yang tidak-tidak. Kulit putih yang terguyur air benar-benar memperlihatkan wajah yang kemerahan karena merona.
"Tenanglah Grizelle, jangan memikirkan hal itu terus!" gumamnya sembari menepuk-nepuk pipi.
Setelah tubuhnya dibalut dengan atasan berwarna biru muda dan rok pendek biru tua, Grizelle segera melangkah keluar dan berdiri tepat di pintu apartemen Rery. Perempuan itu diam di posisinya saat ini selama kurang lebih delapan menit karena ia merasa ragu untuk mengetuk pintu dan ingin kembali pulang serta bersembunyi di dalam lemari.
Baru saja tangannya bersiap mengetuk, tiba-tiba pintu terbuka. Membuat Rery melihat ekspresi terkejut Grizelle dengan postur tubuh seperti kucing keberuntungan.
"Ah ... a-anu—."
"Masuklah! Aku akan keluar sebentar," ujar Rery. Ia memotong perkataan Grizelle dan segera pergi setelah kalimatnya selesai.
Wanita itu menatap kepergian sang idola hingga tubuh tingginya tidak lagi terlihat oleh ruang pandangnya. Dia merasa bahwa Rery menghindar karena kejadian pagi tadi. Namun, di tengah rasa kecewanya itu ia merasa senang karena tidak berhadapan dengan sang idola. Sebab, jika memikirkan kejadian semalam, Grizelle lagi-lagi merasa malu.