Setelah dua puluh menit dalam perjalanan, mereka akhirnya sampai ke apartemen Rery. Begitu masuk, Grizelle benar-benar terkesima. Apartemennya lebih mewah dari villa yang sempat ia singgahi. Tidak heran jika sang idola mengatakan bahwa apartemennya surga dunia.
Bagaimana tidak, begitu masuk ruangan yang luas menjadi pemandangan pertama. Sedikit bergeser di sana ada seperti area bermain lengkap dengan beberapa permainan, itu pun belum ruangan lain yang Grizelle masuki.
Rery memberitahu beberapa tempat-tempat penting kepada Grizelle. Seperti dapur, balkon, ruang musik, dan beberapa tempat lain hingga terakhir kamar untuknya.
"Kamar ini tidak pernah dipakai, mungkin akan banyak debu. Jadi kamu bersihkan dulu sebelum membereskan barang-barangmu." Rery segera berbalik hendak keluar, tetapi ia menghentikan langkah dan kembali menatap Grizelle. "Sebelum itu bersihkan dulu kamarku, di sana juga pasti kotor karena sudah sebulan lebih tidak kutempati."
"Baik, Bos!" Grizelle segera meletakkan koper yang ia ambil dari dekat pintu masuk yang sudah dibawa lebih dulu oleh sang manager. Setelahnya ia bergegas mengikuti Rery ke arah kamar pria itu.
"Nah, segera bersihkan. Ruangan lain nanti-nanti saja. Yang penting kamar ini dulu dan kamarmu," ucap Rery. "Oiya, aku akan keluar sebentar, selesaikan cepat sebelum aku kembali. Mengerti?"
"Baik, Bos! Tenang saja, sebelum kembali kamar ini pasti sudah bersih," jawab Grizelle dengan penuh semangat.
Rery segera pergi meninggalkan Grizelle yang masih bingung memulainya darimana. Namun, karena teringat harus cepat, dia pun tidak ingin berpikir panjang. Wanita itu segera membersihkan debu, menyapu, hingga mengganti sprai yang terpasang di tempat tidur.
Begitu semuanya beres, wanita itu kembali ke kamarnya dan kembali membersihkan ruangan untuk dirinya sendiri.
"Wah, ternyata bersih-bersih memang sangat melelahkan," ucapnya sembari mengusap peluh di dahinya. "Tidak apa-apa Grizelle, yang penting dapat uang! Semangat!" Wanita yang tengah menyemangati dirinya kembali melanjutkan pekerjaan.
Kini, dua kamar sudah bersih. Namun, Rery belum juga kembali meski ia berkata tidak keluar untuk waktu yang lama.
"Jangan-jangan Bos menjualku? Jangan-jangan ini apartemen om-om kaya? Dan aku ditinggalkan sendiri di sini untuk menjadi santapan mereka?" Karena pikiran yang tidak-tidak, Grizelle menjadi panik. Meski hal itu tidak berdasar, tetapi iya tampak yakin dengan apa yang dipikirkannya. Terlebih lagi wanita itu tidak melihat satu pun foto di apartemen yang sedang ia singgahi.
Pikiran kini membuat wanita itu ketakutan sendiri. Ia tidak tahu harus bagaimana untuk bertindak. Mencoba keluar, tidak bisa. Keamanan pintu apartemen itu sulit dibobol. Ia juga tidak mungkin jika melompat dari jendela, karena tempatnya berdiri saat ini berada di lantai dua puluh.
Kini Grizelle duduk di sofa sembari mendekap kedua lututnya. Ia juga membenamkan wajahnya sembari terus berpikir yang tidak-tidak.
Ketakutannya semakin menjadi-jadi ketika waktu semakin larut hingga membuat suasana menjadi gelap, ditambah lagi wanita itu enggan beranjak dari posisinya meski hanya untuk menyalakan lampu.
"Bukankah Bo bilang keluar sebentar? Kenapa lama sekali? Teleponku juga tidak diangkat," gumam Grizelle. Kini wanita itu mulai melirik keadaan sekitar dari celah tangannya. "Sekarang aku tahu kenapa Bo membelikanku banyak pakaian dan barang-barang lain. Ya! Pasti dia mendapat bayaran yang lebih tinggi! Huh, harusnya kan dia bagi-bagi," ucapnya tanpa sadar.
Setelah beberapa detik, wanita itu menyadari kata-katanya. "Ah! Tidak-tidak! Sebanyak apapun bayarannya, enak saja! Memangnya aku ini apa! Kenapa harus dijual! Baik, aku akan berusaha melawan. Ini bukan saatnya duduk diam meratapi nasib!"
Kini Grizelle segera bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekati tombol lampu dan segera menyalakan sebagian ruangan. Dengan cepat ia berjalan ke sana-kemari. Mencri sesuatu yang dapat digunakannya untuk perlindungan diri.
Saat tengah sibuk mencari, Grizelle menemukan sebungkus roti di meja dapur. Wanita itu pun segera mengambilnya dan membuka bungkusnya. Karena merasa cukup lapar, ia memakan roti itu sembari berkeliling tanpa peduli apakah roti yang ia makan sudah basi atau belum.
"Sudah! Aku sudah membawa tongkat baseball dan wajan penggorengan ini! Aku juga sudah memasang tali di depan pintu. Jika dia menyenggolnya, pasti akan terjatuh, dan saat itu juga aku akan memukul tubuhnya hingga ia kesakitan!" Grizelle tertawa, ia merasa puas dengan rencananya.
Waktu terus berlalu, Grizelle sudah berjongkok di dekat pintu jampir satu jam lamanya. Wanita yang mulai merasa pegal ingin beralih. Namun, dia tidak mau membuang-buang waktu. Karena pikirnya, bisa saja saat ia istirahat sejenak di sofa ataupun kamar, pria hidung belang yang dikirim oleh sang idolanya akan datang dan mendekatinya. Mengambil kesempatan saat ia sedang lengah.
Tindakan berbeda dengan niat. Meski niat Grizelle tetap terjaga dan menunggu siapapun yang datang, tetapi mata yang merasa lelah membuatnya terlelap dalam posisi berjongkok. Ia tampak seperti anak kecil yang merasa ketakutan. Dalam keadaan tidur, tongkat baseball yang ia temukan di area bermain pun masih didekapnya.
Ceklek!
Pintu terbuka. Bayangan pria tinggi tergambar di lantai yang tersorot sedikit cahaya.
"Eh? Apa ini?" Karena begitu membuka pintu tidak langsung melangkah, melainkan tetap diam, ia melihat tali yang dipasang Grizelle. "Sebenarnya apa yang dilakukan gadis itu? Kenapa juga lampunya tidak menyala? Dan untuk apa juga tali ini?"
Pria itu melangkah menyalakan semua lampu di apartemen itu, membuat kegelapan seketika dipenuhi cahaya. Saat itu juga ia melihat Grizelle yang tengah terlelap. Tanpa banyak kata dia melangkah mendekat, menggendongnya dan segera membawanya ke kamar.
***
Mata Grizelle mulai terbuka. Ia pun menyadari bahwa dirinya tengah berada di atas tempat tidur. Tanpa berpikir panjang ia berteriak, setelah itu baru membuka selimut yang membungkus tubuhnya.
"Hah, untunglah, pakaianku masih lengkap," ucapnya. Ia pun kembali berbaring setelah tiba-tiba terduduk.
"Ada apa!" Rery tiba-tiba membuka pintu kamar dan bertanya panik.
"Bos!" Begitu melihat Rery, Grizelle segera berlari dan memeluk pria itu hingga membuatnya terkejut. "Huhu, Bos! Aku pikir Bos akan meninggalkanku, menjualku pada laki-laki hidung belang!"
Suara yang bergetar membuat Rery paham bahwa wanita yang tengah memeluknya sedang merasa ketakutan. Saat itu juga dia teringat akan tali dan posisi tidur Grizelle di dekat pintu. Meski ingin memastikan, tetapi ia memilih diam. Rery justru membalas pelukan Grizelle sembari berkata, "Tidak apa-apa. Aku di sini."
Keduanya larut dalam suasana, hingga beberapa saat kemudian Grizelle menyadari tindakannya. Ia segera melepas dekapan itu dan melangkah mundur.
"A-anu Bos ... maaf, aku tidak sengaja." Wanita itu tidak berani menatap Rery. Ia berusaha menyembunyikan kebahagiaannya.
"Sudahlah! Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi hal itu sudah pasti tidak akan terjadi! Sana kembali tidur dan jangan berteriak!" Rery berbalik. Ia segera keluar dan menutup pintu kamar Grizelle.
Begitu keduanya terpisah, mereka sama-sama terjatuh ke lantai. Rery duduk di depan pintu yang baru saja ia tutup, sedangkan Grizelle terjatuh di tempatnya berdiri.
"Aku sudah gila!" ucap Rery dan Grizelle.