"Selamat pagi!"
"Pagi!" Rery menoleh begitu mendengar sapaan dari Grizelle.
"Bos, sudah masak pagi-pagi begini?" Grizelle segera duduk di meja makan sembari mengambil camilan yang ada di hadapannya.
"Apa kamu sudah mencuci muka?" tanya Rery. Ia mengabaikan pertanyaan Grizelle dan balik bertanya.
"Sudah, memangnya kenapa?" Grizelle terus mengunyah, sesekali ia juga bergumam, mengatakan bahwa camilan di toples itu terasa lezat.
"Tidak apa-apa, karena aku akan mengusirmu jika setelah bangun tidur kamu langsung makan."
Setelah perkataan Rery, mereka tidak lagi berbincang selain fokus pada aktivitas masing-masing. Bahkan, setelah makan, keduanya juga segera berpisah ke menuju kamar untuk bersiap.
Pertemuan Grizelle dan Rery selanjutnya adalah ketika mereka hendak pergi ke perusahaan. Rery tampak tampan dengan mengunakan setelan denim dipadukan dengan kaus putih serta sepatu hitam. Hal itu berhasil membuat Grizelle terpana dan diam terpaku.
"Sudah siap?" tanya Rery. Grizelle mengangguk. Kini mereka menuju basement dan segera menaiki mobil merah yang sama seperti kemarin.
Dalam perjalan keduanya mulai berbincang. Rery yang mengawali perbincangan menanyakan maksud dari tindakan Grizelle semalam. Pertanyaan idolanya itu membuat wanita yang tengah menggunakan atasan berwarna cokelat susu merasa malu. Ia tidak menyangka akan bertindak konyol karena kekhawatiran yang berlebihan.
"Ayo jawab! Sebenarnya apa yang kamu lakukan malam tadi?" Rery masih penasaran. Ia terus menanyakan pertanyaan yang sama, mungkin ia tidak akan berhenti sebelum Grizelle memberikan jawaban yang memuaskan.
Karena sudah seperti itu, Grizelle pun menceritakan semuanya dengan jujur. Ia menunduk sembari memegang sabuk pengaman. Wajahnya memerah karena malu dengan apa yang ia ucapkan.
"Haih, apa kamu pikir aku orang yang seperti itu?" tanya Rery setelah menghela napas.
"Eh? Bu-bukan! Aku tidak berpikir begitu Bos!" Grizelle terkejut, ia tidak menyangka bahwa Rery akan bertanya seperti itu. Dia pikir idolanya akan mentertawakannya karena pemikiran konyol. "Aku yakin Bos tidak seperti itu, tapi aku takut," imbuh Grizelle. Wanita yang menatap Rery dengan panik, kini kembali menundukkan kepalanya.
"Sudahlah tidak usah dipikirkan. Yang pasti aku tidak akan seperti itu," ucap Rery dengan lembut. Ia menatap Grizelle sembari tersenyum. "Lagi pula, jika menjualmu aku juga tidak mungkin dapat uang banyak," imbuhnya. Kali ini dia mengatakan dengan nada biacara yang tidak lagi lembut.
"Bos!" Grizelle segera menoleh dan berteriak. Ia merasa kesal dengan kata-kata bosnya itu. Namun, keduanya langsung tertawa lepas setelahnya.
***
Ceklek!
Begitu tiba di perusahan dan masuk ke ruangan, Grrizelle serta Rery langsung mendapat sapaan dari manager.
"Wah, bagus kalian sudah datang. Kalau begitu ayo ikut aku ke ruang pemotretan," ucap manager tanpa menatap keduanya, karena pria itu tengah sibuk membaca ponsel yang berisi jadwal Rery.
"Grizelle, tolong belikan aku kopi dan bawa ke ruang pemotretan," ucap Rery. Grizelle pun mengangguk dan segera pergi.
Saat Grizelle tiba di lift, dia terkejut karena sudah ada Levin yang lebih dulu masuk. Pria itu pun menyapanya dengan ramah. Sebenarnya Grizelle ingat bahwa Rery melarangnya untuk dekat-dekat dengan Levin. Namun, wanita itu merasa tidak enak hati jika tiba-tiba tidak jadi masuk dan mencari alasan yang tidak jelas.
"Lantai berapa, Cantik?" tanya Levin.
"Eh? Lo-lobi," jawab Grizelle terkejut.
"Oke baik, tujuan kita sama." Levin tersenyum ramah.
Setelah menjawab perkataan Grizelle, Levin tidak lagi berbicara. Ia hanya terus menerus menatap ponsel sembari komat-kamit. Grizelle yang penasaran pun hanya meliriknya. Wanita itu tidak menyangka bahwa orang yang kemarin heboh saat bertemu dirinya bisa memiliki sisi serius seperti itu.
Lift sudah berhenti dan terbuka tepat di lobi. Grizelle ingin segera keluar, tetapi ia melihat Levin yang tetap diam, tanpa tanda-tanda akan beralih.
"Anu, Tuan ... maaf, mengganggu, tapi apa Tuan tidak turun? Kita sudah di lobi," ucap Grizelle. Ia merasa tidak enak jika harus mengabaikan sesuatu yang ia ketahui.
"Ah, terima kasih, aku terlalu asyik membaca ini," sahut Levin sembari tertawa. Wajahnya memerah, menandakan pria itu merasa malu karena teguran Grizelle.
Kini keduanya keluar dari lift. Levin bertanya kemana tujuan Grizelle tanpa Rery. Wanita itu pun memberitahunya bahwa ia akan pergi membeli kopi. Tanpa disangka, ternyata keduanya memiliki tujuan yang sama, akhirnya Levin pun mengajak Grizelle untuk pergi bersama.
Grizelle ragu menjawab ajakan itu, tetapi akhirnya dia setuju. Karena bagaimana pun wanita itu tidak enak hati jika harus menolak. Terlebih lagi ia berpikir bahwa itu tidak akan menjadi masalah jika hanya sekedar membeli kopi bersama.
Sepanjang perjalanan, Levin tidak lagi fokus pada ponselnya. Ia lebih aktif mengajak Grizelle berbincang. Wanita itu juga menanggapinya dengan ramah, karena bagaimanapun juga percakapan mereka tidak terasa canggung.
Begitu masuk ke toko kopi yang diberitahu Rery, Grizelle segera memesan disusul oleh Levin yang juga memesan. Saat melihat pria di sampingnya, Grizelle sempat berpikir kenapa bukan asistennya yang pergi melainkan dirinya sendiri. Namun, wanita itu tidak berani bertanya karena hal itu terdengar cukup sensitif.
Saat menunggu pesanan bersama, Grizelle bertanya kepada Levin. "Maaf, Tuan, saya penasaran. Memangnya apa yang Tuan baca hingga tidak sadar bahwa lift sudah berhenti?" Wanita itu menatap Levin. "Ah, maaf. Jika tidak ingin menjawabnya tidak masalah," imbuhnya.
Levin tertawa. "Bukan masalah tidak mau menjawab. Tapi bisakah Nona cantik berhenti memanggilku 'Tuan'?" Wajah tampan itu tersenyum, membuat hati seseorang yang menatapnya mulai berdebar. "Um, panggil saja Levin? Atau ... My Hooney?"
"A-apa?" Grizelle tampak terkejut. "Ka-kalau begitu, Levin saja," ucap Grizelle. Wanita itu segera berjalan dengan cepat untuk mengambil pesanan dan meninggalkan Levin yang masih tertawa di tempat tunggu.
Begitu kembali ke perusahan, mereka masih bersama hingga ke lantai tujuh. Namun, Grizelle tiba-tiba menghentikan langkahnya dan membuat Levin yang sudah berjalan lebih dulu mulai berhenti dan berbalik menatap wanita di belakangnya.
"Ada apa? Apa ada yang tertinggal?" tanya Levin. Ia sedikit memiringkan kepalanya ke arah kanan.
"Bu-bukan itu. Hanya saja aku lupa bertanya di mana Bos melakukan pemotretan," jawab Grizelle. Ia tampak bingung sedangkan ponselnya juga berada di tas yang dibawa manager.
"Hahaha, baru kali ini Sayangku mempekerjakan asisten seperti dirimu. Biasanya dia akan langsung memecat asisten yang tidak tahu di mana Bosnya berada." Levin tertawa sembari melangkah mendekati Grizelle. "Ayo ikuti aku, akan kuantar ke tempat Bosmu berada," ucapnya lagi.
Tanpa pikir panjang Grizelle pun segera berjalan di belakang Levin.
Mereka berjalan hingga ujung lorong dan berbelok ke arah kiri. Kemudian keduanya tiba di ruangan dengan pintu besar yang terdiri dari dua daun pintu berwarna cokelat tua.