Chereads / RAHASIA DAN MIMPI NAN / Chapter 30 - DENGARKAN AKU

Chapter 30 - DENGARKAN AKU

Beberapa detik terasa begitu lama dengan semua kecanggungan di ruangan itu. Sampai Din mencoba untuk memecah kesunyian itu.

"Gue rasa ini cukup diwajarin aja sih," Din membuka lemari esnya.

"Yah, gue rasa gue bakal tidur di sini sebentar." Nan dengan canggung berjalan pergi dan duduk di sofa, mencoba bersikap normal.

"gausah, lo dikamar gue aja sana. Gue yang tidur di sini," Din menunjuk ke kamarnya.

"Gausah, gue aja yang tidur di sini." Nan menepuk sofa.

"Masa gue ngebiarin lo tidur di sofa? Gak, gak mungkin" desak Din, agar Nan tidak tidur di sofa.

"Argumen ini gak akan pernah selesai."

"Hm… Terus, gimana kalo kita bagadang aja?" saran Din.

"Ide bagus. Ada bir gak?"

"Hmm ... Gak ada..," Lalu Din mengambil sesuatu dari gudang dapur bawahnya. "Tapi gue punya wine. Gimana? Mau?"

"Keren!" Nan setuju dengan senang hati karena dia jarang minum wine. Dia membersihkan meja dan Din menyiapkan wine. Din telah menuangkan wine dan mereka berkata, "wine!" Nan dan Din minum bersamaan.

"Wah, enak banget! Berapa harganya?" Nan bertanya karena kelihatannya sangat mahal.

"Gak tau. Ini hadiah, jadi gue simpen aja." Din berbohong.

"Oh oke..."

Ada keheningan yang sangat untuk sesaat. Nan menyesap lagi. Din menggigit bibirnya dan mengikuti Nan. Kecanggungan meningkat setiap kali jam terus berdetak, Nan mencoba bercakap-cakap.

"Oh iya, kan lo udah denger tentang gue dari Veo, sekarang giliran lo cerita,"

"Hah?!"

"buruan cerita!"

"Haha! Hm ... Mulai dari mana ya?"

"Nah .. Gimana kalau mulai saat-saat sekolah dulu?"

"Kalo soal itu gak ada yang seru buat diceritain ke lo. Amerika emang punya standar pendidikan yang tinggi, tapi gue jarang ngobrol sama orang-orang di sekitar dan gak punya banyak temen. Bosen lah pokoknya, gak seru."

"Trus... Gimana lo bisa jadi aktor?"

"Gue sebenernya udah suka akting dari SMA. Dan gue les buat itu."

"Terus lo ngelamar ke agensi?"

"..." Din terdiam dan mulai menjelaskan perjalanan karirnya.

Din menjelaskan bahwa karirnya sekarang adalah berkat ayahnya, Mr. Oat. Dia memberi jalan bagi Din untuk masuk ke dunia hiburan. Din memberitahu Nan bahwa ayahnya bukanlah pebisnis yang sibuk, ketat, dan egois seperti di drama. Meski sibuk, dia selalu mengutamakan keluarga. Dia tidak ingin anak-anaknya berjuang terlalu keras, tetapi tetap mendidik mereka bahwa setiap hal tidak dapat dicapai tanpa usaha. Din merasa ayahnya cukup tahu betapa pentingnya tindakannya bagi Din. Itu sebabnya dia melakukan itu.

"Yah, semua orang masih ngeliat gue sebagai anak orang kaya ... daripada sebagai aktor. Nah, lo sendiri tau kan. Ayah gue itu sponsor utama proyek kita." Kata Din sambil tersenyum menyakitkan.

Nan sebenarnya sudah mengetahui hal-hal yang dijelaskan Din karena membacanya di media sosial. Tapi, Nan baru tahu Din sudah mengalami rasa sakit seperti itu dan dia pikir mungkin itu karena alkohol membantunya untuk menceritakan itu semua. Nan benar-benar ingin Din menghilangkan rasa sakitnya.

Nan menyesap wine-nya lagi dan berbicara, "Din, lo tau gak sih bedanya antara penggemar dan pengagum?"

"Tau ... kayaknya. Emang kenapa? Bukannya ini agak diluar topik ya?"

"Tapi-!" Nan menelan sendawa yang hampir keluar. "Dengerin gue," lalu dia melanjutkan, "seorang penggemar hanya peduli tentang lo jadi orang yang ganteng di TV, teriakin lo setiap kali mereka ngeliat lo dan terobsesi buat diliat sama lo. Kadang-kadang, mereka kayak memperlakukan lo kaya objek, bukan orang. Lo pasti ngerasa kayak gitu."

Din mendengar Nan hati-hati dan menunggunya melanjutkan, "Terus, apa bedanya sama pengagum?"

"Lo gak perlu tau gue," Nan menguap dan terus berbicara. Din menyadari bahwa Nan menggunakan kata "gue".

"Kita cuma pengen ngeliat gimana lo ngelakuin yang terbaik dan suka lo apa adanya. Gausah terlalu mikirin apa yang mereka omongin. Pikirin orang-orang yang selalu ngedukung lo. Cepat atau lambat, lo bakal jadi aktor yang hebat! Gue yakiinnn! Kita gak peduli sama gosip, entah lo ... berantem ... pacaran ... "Suara Nan mulai memudar dan Din tertawa ketika mendengar kata 'pacaran'.

"Lo yakin lo gak peduli kalo gue pacaran ...?" Din melihat mata Nan mulai terpejam dan bernapas perlahan. Nan tertidur. Din tersenyum melihat wajah Nan yang tertidur. Dia menyentuh pipinya dengan lembut dan Nan membuat wajah yang kesal.

"Lucu banget sih," Din bergumam. Din tidak pernah berpikir dia akan menyukainya sebesar ini. Apapun yang dia lakukan dengan Nan selalu dia anggap sebagai kenangan indah. Entah itu rasa senang, bingung, atau sedih. Dia tidak bisa merasa nyaman jika dia tidak melihat wajahnya.

Din melihat jam dan memutuskan untuk memindahkan Nan, agar dia bisa tidur dengan nyaman. Din mengangkat Nan ke kamarnya dan membaringkannya di tempat tidur. Tapi, sayangnya, ketika Din menidurkan Nan di tempat tidur, dia merasa sangat pusing, kepalanya berputar begitu parah karena efek alkohol dan Din setengah pingsan di tempat tidur, di samping Nan.