Gandalf, void familiar terjatuh ke rerumputan. Kimera itu bisa saja membunuhnya saat ia belum siap. Benar saja! Kimera menembak rentetan bola api ke rerumputan tempat Sebastian terjatuh. Fairy cat dan Grimmjow berlari ke sana.
"Mahluk itu menembak bola api tanpa memakai lingkaran sihir?"
Fairy cat memakai salah satu skill andalannya. Aura intimidasi yang tercipta, saat sejumlah energi magis dilepas ke udara.
Umumnya mahluk yang punya kekuatan magis, punya indera keenam yang fungsinya mendeteksi keberadaan energi magis. Mereka disebut juga indera sensor magis. Dengan indera sensor magis, aura keberadaan mage dan magical beast dapat terdeteksi.
Ledakan energi magis yang dilepas begitu saja, sangat deras, biasanya mengacaukan indera sensor magis lawan. Perasaan terintimidasi pun akan terasa.
Gillian merasakan rasa mual dan terintimidasi. Begitupun dengan Grimmjow. Kimera juga terganggu oleh aura intimidasi tersebut. Nyali kimera dibuat ciut.
Melihat dua ancaman berwujud raksasa dan aura intimidasi yang meresahkan, kimera pun memilih mundur.
Gillian segera menuju Sebastian, sambil memadamkan api disana pakai injakan kaki.
"Apa kalian bala bantuan--"
"...."
"Apa, tunggu, kamu Gillian?"
Awalnya Sebastian tak menyadari sosok penolongnya. Sebastian kaget saat melihat putra dari atasannya berada di sana.
"Ayahmu tidak mungkin mengirim kamu kesini, bukan?" Sebastian kelihatan cemas.
"Ayahku mengirim para mage dari menara sihir, paman. Tapi lihat saja sendiri, pergerakan mereka lambat. Mereka tidak akan datang tepat waktu, paman! Paman pasti sudah dibakar kimera, atau dicabik-cabik jika aku tidak datang. Percuma saja berharap pada para mage keroco." Gillian mencoba bertingkah keren.
"Sudahlah, yang penting kita harus kembali ke kota Renville." Sebastian segera berdiri.
"Sepertinya kuda mu terpanggang sampai tewas ya, Sebas." Fairy cat meniup kuda yang tergeletak di rumput. Sebastian menepuk jidat, sambil menghela napas.
"Mahluk itu bukan magical beast! Mahluk yang tadi itu, tidak berasal dari planet ini. Sebagai fairy cat, aku punya skill analisis," tukas fairy cat.
Yang dimaksud skill analisis, bukan keahlian seperti berfikir melainkan skill berbasis sihir.
Mereka bergegas kembali ke kota dinding Renville.
Scene berganti dengan Kimera yang bersembunyi di balik rumput yang panjang. Setelah ancaman pergi, ia keluar dari tempat persembunyian.
"Untuk saat ini aku gagal. Akan ku tuntaskan misi ku di lain waktu. Aku akan melenyapkan Gandalf, sesuai perintah seniorku," gumam kimera.
Kimera pun memunculkan lubang hitam. Kimera lalu masuk kedalam lubang hitam itu. Lubang hitam ini, disinyalir adalah sihir spasial. Jika kimera dapat berpindah tempat secara instan dengan sihir spasial, maka ini jadi ancaman. Kimera ini akan terus mengincar buruannya.
*****
Besok harinya Gillian terbangun di sofa ruang tengah. Saking lelahnya, Gillian tidak sempat tidur di kamar. Sesampainya di rumah tadi malam, Gillian berbaring di sofa. Tanpa sadar Gillian tertidur di sofa.
Gillian melihat ayahnya pulang ke rumah.
"Apa ayah sudah selesai dengan lemburnya?" Tanya Gillian sambil menguap, karena masih ngantuk.
"Menyingkir lah dari sofa itu! Kini giliran ku tidur disana," seru Julius.
"Hah, apa?" Gillian segera berdiri, namun duduk kembali di sofa yang lebih kecil. Sofa untuk satu orang yang tidak bisa dipakai tiduran.
"Aku ingin tidur lagi," keluh Julius.
"Akhirnya ayah mau dengar saran dariku untuk ambil cuti. Silahkan, silahkan," ucap Gillian.
"Hoam.... Tapi aku tidak cuti! Aku ingin pulang dan mandi dirumah. Soalnya nanti aku harus pergi ke klinik, menjenguk Sebas," sanggah Julius.
"APA.... pulang hanya untuk mandi?" Gillian setengah berteriak karena kaget. Gillian selanjutnya cuek dan pergi ke kamar mandi.
Empat jam kemudian mereka pun menjenguk Sebastian.
Tubuh atasnya dibungkus perban. Luka cabikan, pasti sudah dijahit dengan benang medkit. Sebastian duduk menyender di ranjang. ada kucing hitam berada di bawah ranjang. Fairy cat dalam wujud lite sedang menjaganya.
Melihat fairy cat seukuran kucing normal, Gillian langsung paham bahwa kucing itu punya rune bumi bertulis shrinking. Rune shrinking memberi familiar kemampuan tuk berubah ke wujud yang lebih kecil. Efek rune ini, membuat familiar memiliki role scouting. Familiar berukuran kecil, lebih mudah tuk ditugaskan untuk menyelinap dan memata-matai lawan.
Dalam wujud lite, fairy cat tidak memiliki sayap.
"Selamat siang, rekanku," Julius menyapa.
"Julius! Aku dapat informasi yang penting saat mengintai di kerajaan Gallia," Sebastian berkata.
"Laporan nanti saja! Kamu istirahat saja dulu," balas Julius.
"Ya." Sebastian.
"Paman, kenapa Parvati tidak ada disini? Bukankah seharusnya dia datang menjenguk juga, ya?" Tanya Gillian.
"Aku tidak akan bilang kalau aku dirawat di klinik. Aku tidak ingin membuat cemas keluargaku. Aku akan pulih dalam dua hari," jawab Sebastian.
Julius nampak masih menguap kantuk, walaupun ia sempat tidur sebentar dirumah.
"Sebaiknya kamu ambil cuti," usul Sebastian.
"Tuh kan," Gillian menambahkan.
"Mau ku juga begitu." Julius pun tertawa garing.
Mereka menjenguk hanya sebentar. Parahnya, Gillian terlalu cepat ingin pulang ke rumah.
*****
Hari ini Gillian berkumpul dengan temannya. Semua berkumpul di rumah Gillian. Ada seorang yang introvert, namun aktif sekali di jejaring sosial. Teman baru dalam lingkaran Gillian yang berasa aktif dalam dunia maya. Gillian biasa berinteraksi dengannya di jejaring sosial dan game online.
Bisa disebut teman dunia maya, namun di sisi lain ia juga teman sekelas Gillian di kelas S.
Kamar Gillian cukup luas untuk ditempati teman-teman kelas yang berkunjung ke rumahnya. Kamar Gillian ada di lantai dua rumahnya. Mereka adalah Rendi, Acer, Charles, bahkan Grimmjow dalam wujud manusia ikut bermain gim. Juga terdapat balkon atau teras atas dikamarnya.
Masing-masing datang membawa laptop. Teknologi internet masih cukup jadul, mereka mencolokkan kabel telepon ke laptop. Ini persis internet era tahun 2000-an di bumi.
Charles dan laptopnya berada di balkon kamarnya. Duduk di kursi teras kamar lantai dua, hembusan angin terasa sejuk. Sementara yang lain berada di dalam ruangan.
"Teman dunia maya, tidak kamu undang?" Acer berkata.
"Teman dunia maya? Itukan teman kelas kita juga," sahut Gillian.
"Ya. Yang itu," Acer berkata.
"Namanya Armin, kan, kalau tidak salah?" Rendi bicara sambil fokus kepada layar laptop.
"Biar aku chat!" Gillian sedang mengetik. Beberapa saat pesannya langsung dibalas.
"Dia mengundang kita berkumpul dirumahnya," seru Gillian.
"Besok, katanya," tambah Gillian.
Karena ini masih masa liburan sekolah, kira-kira inilah rutinitas mereka. Dan ketika mereka ada di dalam game, chatting terjadi.
"Sebenarnya menjadi mage bukan keinginanku."
"Apa katamu?"
"Tadinya aku berniat belajar di sekolah formal. Namun ayahku memaksaku agar menjadi mage. Lagipula bakat ku, buruk."
"Ayolah dicoba dulu!"
Gillian menerima pesan chat ke avatar game nya. Gillian jadi ingin merubah pandangan temannya.
"Kalau ada obrolan, bisa chatting di pesan guild saja!" Acer menegur Gillian, karena melakukan obrolan tertutup.
"Oh, bukan apa-apa kok," sanggah Gillian.
Grimmjow mengangkat tangan, "Teman, aku AFK dulu! Aku ingin ke toilet, lalu mengambil minuman dingin di kulkas."
"Silahkan." Rendi yang sedang memainkan game, dengan latah menjawab.
"Sekalian bawa minuman untuk semua orang!" Acer meminta.
Terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Sepuluh menit berlalu, Grimmjow kembali dengan rasa cemas.
"Bos, ada sesuatu yang mau aku tunjukkan!" Grimmjow memanggil Gillian.
"Ada apa?" Gillian menoleh.
"Cepat ikut aku! Saluran TV! Ini sangat penting. Beritanya sangat meresahkan." Grimmjow kembali memanggil.
"Apa sih?" Gillian dengan engan bangkit, lalu berjalan ke bawah.
Di lantai satu, televisi menyala. Ada berita penting yang mau Grimmjow tunjukkan. Karena rasa penasaran, Gillian duduk manis dan menonton beritanya.
Seorang mage yang tugasnya jadi penjaga gerbang kota bagian timur sedang diwawancarai.
"Tadi malam. Tengah malam kami melihat mahluk buas menerobos masuk ke gerbang kota! Semua yang berjaga berusaha mengusir mahluk buas, tapi kami dikalahkan begitu saja. Aku tergeletak di tanah dan hanya bisa melihat mahluk buas berjalan memasuki lubang hitam." Penjaga gerbang memberikan nada gelisah.
"Paling-paling hanya acara hoax." Gillian tidak menghiraukan acara beritanya.
"Tunggu! Aku punya feeling buruk tentang ini," sanggah Grimmjow.
"Seperti apa wujud binatang buas semalam?" Tanya reporter.
"Binatang buas berkepala dua! Satu kepala singa, satu kepala kambing. Binatang buas memiliki ekor berupa ular piton. Ada aura berwarna gelap menyelimuti tubuh binatang buas." Penjaga gerbang, menjadi lebih histeris.
"Tunggu apa?"
"Tunggu apa?"
Gillian dan Grimmjow kaget disaat yang bersamaan.
"Feeling ku benar! Kimera saat ini berada di dalam kota!" Grimmjow mendramatisir situasi.
"Oh tidak." Gillian telah termakan oleh sikap was-was Grimmjow.
Mereka tidak bisa melanjutkan permainan game online, dan lebih memilih duduk di lantai dasar.
"Apa artinya ini?" Grimmjow.
"Kalau tujuannya masuk ke kota, tidak mungkin pergi lagi. Apakah lubang hitam itu sihir spasial? Itu adalah sihir langka, dimana kita dapat pergi ke suatu tempat yang sudah kita kunjungi sebelumnya. Kimera itu hanya melakukan save lokasi, tadi malam!" Raut wajah Gillian jadi cemas, setelah menebak.
"Apa artinya ini?" Ekspresi wajah Grimmjow menjadi suram.
"Dengan kata lain, kimera dapat muncul di kota kapan saja. Kimera bisa muncul dan menghilang kapan saja, kau tahu!" Gillian cemas.
Kendati belum pernah bertarung secara langsung, wujud kimera saja cukup menyeramkan.
Dua hari kemudian, Julius ambil mengambil cuti. Courier pengantar makanan, datang membawa banyak makanan. Gillian membawa banyak sekali bungkusan makanan. Di sana Charles dan Grimmjow juga ikut membantu.
"Seperti acara makan besar saja. Memangnya hari ini perayaan apa sih?" Gillian mulai memindahkan makanan di dalam bungkusan ke piring besar.
"Yah, nanti akan ada tamu." Julius duduk di kursi. Wajahnya terlihat seperti kurang tidur.
"Bukankah ayah seharian tertidur? Ada apa dengan wajah kelelahan itu!" Gillian sedikit mengomel.
"Jangan ganggu ayahmu," bisik Sena Marcia.
Singkat cerita, meja makan sudah tertata rapih. Banyak sekali menu makanan tersedia diatasnya. Ruang makan juga, sudah dirapihkan dari debu, lantainya mengkilap. Di ruang makan ini, ada televisi. Desainnya mengingat pada rumah makan tradisional dimana para pelanggan dapat makan sambil nonton TV.
Semua anggota keluarga berada di meja makan yang sangat panjang ini. Tak lama berselang, suara bel pun berbunyi.
"Ah, itu pasti mereka." Sena pergi menuju pintu depan.