Chereads / Helkeginia / Chapter 10 - Bab 9

Chapter 10 - Bab 9

Gillian tersenyum licik. Seolah ia ingin membuat calon guru terkesan dengan cara mengalahkannya.

Gillian melangkah mundur.

Langkah kaki yang pendek ketika mundur. Melihat gerak-gerik yang mencurigakan, Sebastian segera mengenakan sarung tangan hitam. Rune di punggung tangan mulai bereaksi setelah Sebastian pakai sarung tangan hitam.

Gillian segera berlari ke depan, kemudian melakukan tinju ke arah perut Sebastian. Sebastian akan menangkis. Gillian melakukan hal yang cukup keren. Gillian membuat pedang proyeksi hanya dalam satu detik. Sebastian dengan refleksnya, menangkap bilah pedang Gillian.

Gillian awalnya tersenyum bangga.

"Apa?" Gillian pun heran setelah melihat lengan Sebastian yang tak terluka sedikitpun. Harusnya ada darah, karena lengannya dipakai untuk menangkap bilah pedang.

"Sarung tangan anti senjata tajam! Gloves, ini membuat ahli beladiri dapat berduel dengan ahli pedang." Sebastian merebut paksa pedang, dengan menggenggam bilah nya, menariknya kasar. Beberapa saat kemudian, pedang itu menguap menjadi mana.

Sebastian memasang kuda-kuda beladiri tangan kosong.

Gillian memproyeksikan pedang diudara. Sembilan pedang biru terbang menuju Sebastian. Sebastian bisa mengelak dengan skill body flicker.

Sebastian berlari, dalam sekejap berada di depan mata Gillian. Sebastian berencana mencengkeram leher Gillian. Namun Gillian melompat ke arah belakang sambil melakukan gerakan back hand. Gerakan yang mirip dengan salto.

"Licin sekali," keluh Sebastian.

Gillian melakukan proses spell casting. lingkaran sihir muncul. Sebastian berniat menghentikan prosesnya. Gillian memasang kuda-kuda. Sebastian melakukan pukulan ringan. Tinjunya ditepis Gillian. Gillian sukses menepisnya beberapa kali.

Gillian memunculkan pedang proyeksi di udara. Ujung bilah nya mengarah ke bawah. Pedang segera terbang ke bawah, mengarah ke pundak dan punggung Sebastian.

Sebastian melakukan body flicker. Gillian menoleh ke segala arah tuk mencari posisi Sebastian. Gillian menemukan posisi Sebastian saat sebuah tinjuan mengarah ke wajahnya. Tetapi ada penghalang transparan, Gillian mendapatkan resist sehingga tidak terlalu sakit.

"Mana skin?" Sebastian bertanya.

"Bukan," Gillian memunculkan sebuah magic barrier. Mula-mula berbentuk lingkaran transparan. Lingkaran menyusut, lalu menyatu dengan lengan Gillian. Ini terlihat seperti lengan Gillian dilapisi oleh kulit kristal berwarna putih kaca. Gillian menjelaskan, "Skill magic barrier tingkat lanjutan! Aku bisa melakukan kompresi pada magic barrier untuk menciptakan kulit kedua. Teknik ini, punya tingkat defense yang lebih kuat dari teknik mana skin atau magic barrier!"

"Apakah proses spell casting mu, selambat ini?" Sebastian merasa janggal.

"Ini rahasia." Gillian tersenyum karena merasa menang.

Sampai sekarang, lingkaran sihir belum tuntas.

Pedang proyeksi terbang menuju Sebastian. Sebastian berlari ke arah samping untuk menghindarinya.

Belasan pedang proyeksi melesat ke arahnya, dari beberapa arah.

Sebastian harus kembali memakai body flicker. Sesaat setelah pindah posisi, bola petir kuning melesat ke arah kakinya. Sebastian melompat untuk menghindari bola petir, cara itu berhasil. Sesaat sebelum kaki mendarat, ada satu pedang lainnya yang terbang ke arah kaki Sebastian.

Sebastian memakai body flicker untuk berpindah posisi ke atas. Di saat Sebastian berada di udara, bola petir kuning melesat ke arahnya.

Sebastian kembali melakukan skill body flicker. Gillian segera berlari ke arah Sebastian, mengayunkan bilah pedang ke arahnya. Sembilan puluh persen, seharusnya kena! Namun Sebastian kembali menghindarinya dengan skill body flicker.

Sebastian berpindah posisi ke belakang Gillian, lalu menendang punggungnya. Gillian terjatuh ke tanah.

"Kamu dapat melakukan double casting? Kamu anak yang penuh bakat," komentar Sebastian.

Gillian bangkit dan memegang pedang proyeksi.

"Trik apa lagi yang kamu punya! Ku gunakan Derflinger, sebagai bukti bahwa aku mengakui kemampuan mu." Sebastian menarik pedang pusaka yang ada dipinggangnya. Pedang ada dibelakang pinggang, terletak secara horizontal.

Sebastian berlari menuju Gillian, kemudian melakukan tebasan yang mematahkan pedang proyeksi milik Gillian. Gillian melempar dart.

Sebastian melakukan body flicker. Gillian yang mulai terbiasa dengan movesets ini, berlari ke arah depan sebagai antisipasi. Sebastian terus membayangi, mengejar dari arah belakang. Sambil berlari, Gillian memproyeksikan satu pedang lagi.

Gillian memutar badan sambil berniat menebas.

Sebelum menebas ke belakang, gagang pedang menghantam ke perutnya. Gillian batuk-batuk, lalu tersungkur di tanah.

"Maaf, aku kira kamu pakai magic barrier lagi?" Sebastian membantu Gillian berdiri.

Bahkan beberapa saat setelah ia duduk, Gillian masih batuk-batuk. Sebastian membawa minum yang dibeli dari vending machine.

"Maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana," ucap Sebastian.

"Tidak apa. Aku merasa senang karena mendapat pengalaman bertarung seperti tadi. Bagaimana kalau paman, mengajari ku seni berpedang." Gillian mengajukan sebuah permintaan.

"Boleh saja, asal aku sedang ada di dalam kota. Kamu tahu tugasku ada dalam unit spy. Putriku cerita kalau kamu di skors. Aku bisa melatih mu untuk mengisi waktu luang mu di masa skors." Sebastian menyetujui permintaan Gillian.

"Parvati menceritakan kejelekan ku waktu berada akademik." Gillian menampakkan ekspresi depresi.

"Aku ada sedikit kerjaan di menara sihir. Besok datang lagi kesini untuk latihan!" Sebastian segera pamit. Sebastian meminta agar Gillian datang lagi, besok, ke tempat yang sama.

*****

Di hari kedua masa skors, Gillian menghabiskan waktu luangnya di taman hijau kota. Taman kecil di distrik kota tua. Tidak banyak orang berkunjung ke sini, karena agak terpencil.

Gillian menepis pedang kayu yang diayunkan Sebastian. Gillian balas mengayunkan pedang. Dilihat dari gerakan, Gillian sudah kelelahan. Mereka telah menghabiskan waktu yang agak lama. Selain kecakapan teknik pedang, fisik mereka kian terpelihara.

Tibalah waktu istirahat. Gillian lalu duduk di kursi taman. Minum air dingin, mengatur napas, bersandar pada kursi.

Lima menit masa pendinginan berlangsung.

"Jadi, bagaimana kimera itu?" Sebastian memberi topik pembicaraan.

"Apakah kimera termasuk magical beast? Ekornya dapat menyerap energi sihir, lalu memiliki kekuatan yang mirip sihir ruang dan waktu. Dengan lubang dimensi, kimera bisa keluar masuk kota dengan leluasa." Gillian memberi pengamatannya.

"Semua bermula saat aku sedang memata-matai kerajaan Gallia. Aku bertemu dengan mahluk yang tidak manusiawi bentuknya. Di banding mereka, kimera bukan apa-apa--"

"Apa paman bilang? Mereka siapa. Masih ada yang lebih mengerikan dari kimera?"

Gillian sampai memotong cerita Sebastian.

"Ada tiga penguasa yang disebut binatang buas. Kita belum tahu asal-usulnya. Aku melawan salah satunya, dan memilih kabur dari pertarungan itu. Kimera hanyalah bawahan yang mereka perintahkan untuk mengejar ku. Tak kusangka, aku sampai dikejar hingga ke dalam kota ini.

"Raja Gallia hanya raja palsu yang berperan sebagai raja simbolis saja. Pemimpin sesungguhnya ialah tiga binatang buas."

Sebastian hanya bercerita tentang detail kecilnya.

"Intinya kita harus menangkap kimera, agar mendapat informasi penting. Aku penasaran dengan asal-usul mereka dan tujuannya."

"Dengan ini, aku pamit dulu!"

Sebastian pamit pulang setelah bercerita.

Gillian sudah tidak bertemu lagi dengan kimera, sejak konflik yang terakhir di distrik 46. Saat tidak latihan dengan Sebastian, Gillian akan keluyuran mencari kimera. Inilah hal yang dilakukan Gillian saat menjalani masa skorsingnya.

Rune Gandalf, membuat sword skill Sebastian, berada di level puncak pendekar pedang.

Rune familiar void, mewariskan pengalaman pemilik sebelumnya. Sebastian merasakan pengalaman bertempur dari pemilik rune, di banyak generasi sebelumnya.

"Sulit mencari monster itu." Gillian tiba di distrik Green Leaft. Ia sama sekali tidak mampu mencari kimera.

Mencari kimera adalah hal sulit. Kimera mampu berpindah lokasi sesuai keinginan, dengan kekuatan ruang dan waktu. Siapapun yang memiliki skill spasial, adalah spy tersulit untuk dideteksi.

Dua minggu telah berlalu, masa skorsing pun berakhir. Gillian pun pergi ke akademi. Gillian melihat banyak pelajar memakai seragam sekolah. Mereka memakai celana panjang berwarna hitam, kemeja putih panjang berkerah.

Di dekat gerbang sekolah, Gillian berpapasan dengan Aster.

"Apa kabar, Aster," sapa Gillian.

"Baik," jawabnya.

Tepat sebelum memasuki gerbang sekolah, Gillian berpapasan dengan seseorang. Orang itu adalah Parvati.

"Selamat pagi." Gillian mencoba bersikap ramah.

"Maaf, tidak kenal!" Parvati lewat begitu saja, dengan gestur jutek.

"Kejadian dua minggu lalu, masih bikin dia marah kayaknya." Gillian menggaruk belakang kepalanya sambil terkekeh.

Di loby gedung kelas S, beberapa teman menyambut. Rendi bersama dua murid yang tidak dikenal. Satu siswa berambut hitam, tubuhnya lebih pendek dari Gillian. Siswa berambut cokelat, posturnya lebih jangkung daripada Gillian.

"Sudah dua minggu aku tak melihat mu, Gill." Rendi memberi tegur sapa pada teman akrabnya.

Gillian terhenti sejenak. Gillian memandang loby lantai dasar dan memancarkan aura optimisme.

"Baiklah, ini adalah panggung ku untuk bersinar!" Gillian meluapkan energi positifnya.

"Kamu melawak ya! Kamu baru diskorsing selama dua minggu tau. Kamu langsung terkenal, karena image negatif nya," sanggah Rendi.

Gillian tak memperdulikan ucapan Rendi. Gillian tidak menjawab dan tidak menoleh.

"Ke-dua orang yang belum kamu kenali, adalah ketua kelas dan juga Armin." Rendi mengenalkan dua murid lainnya.

"Armin? Nama itu seperti tak asing yah," gumam Gillian.

"Hai, hai, namaku Noah. Aku ketua kelas loh." Siswa jangkung dengan rambut cokelat memperkenalkan dirinya.

"Kamu jangkung sekali. Aku ragu, apakah kita seumuran? Aku tafsir kamu seperti anak remaja berusia delapan belas tahun," ucap Gillian.

"Memangnya aku tidak naik kelas empat kali, apa? Hahaha melawak? Mungkin masa pertumbuhan ku terlalu pesat," sahut ketua kelas.

Gillian kemudian menyapa teman lainnya.

"Namaku Armin."

"Aku Gillian."

Melihat reaksi Gillian, Armin agak sedikit heran.

"Hei petir kuning, kamu gak kenal aku?" Armin bertanya.

"Hei, darimana kamu tahu nama nickname avatar gim ku?" Tanya Gillian. Rendi terkekeh melihat raut wajah bingung Gillian.

"Di masa liburan kemarin, kita kan main gim online di rumahmu. Ini Armin loh."

"Armin siapa?"

Rendi mencoba memberikan clue, namun Gillian masih tidak ingat.

"Aku Mr_wan."

"Oh, kamu Mr_wan."

Rendi menepuk jidat, sementara ketua kelas terkekeh.

"Kalian itu bagaimana. Kalian tidak kenal nama asli, tapi saling kenal dengan nick name avatar gim online. Kalian melawak ya?" Ketua kelas terkekeh.

Singkat cerita, mereka memasuki kelas. Saat Gillian memasuki kelas, kelas hampir penuh. Semua murid ada di kursi masing-masing. Ruang kelas, tempat duduk pelajar melingkari papan tulis. Ini seperti lingkaran satu perlima. Kursinya panjang, tiap kursi akan diduduki oleh tiga pelajar. Semakin belakang posisi duduk, semakin menanjak.

"Hei, dimana aku akan duduk?" Gillian berhenti di satu meja yang terdepan.

"Kamu boleh duduk, dimana saja kamu mau," ketua kelas berkata.

"Kamu bisa duduk di depan sini, bersamaku," tukas Armin. Tanpa menjawab, Gillian mengambil kursi yang sama dengan Armin.

"Duduk di depan, boleh juga." Rendi melengkapi jumlah orang yang duduk di kursi tersebut.

"Tidak duduk di barisan tengah lagi, Rendi?" Tanya ketua kelas.

"Tidak, duduk di depan akan lebih menangkap materi belajar dari gurunya," jawab Rendi.

Kelas sudah sangat ramai karena pelajaran akan segera dimulai. Guru sedang berada di ruang guru dan mempersiapkan materi belajar.