Chereads / Helkeginia / Chapter 3 - Bab 2

Chapter 3 - Bab 2

Tahun 1947, age of renaisans, jaman ke-tiga. Era revolusi 1.0, bahan bakar fosil dan mobil tidak tersedia. Tapi transportasi kereta sudah tersedia. Kereta digerakkan oleh magnet dan magnet adalah sihir bumi tingkat lanjutan. Mage spesialis sihir bumi, bekerja sebagai operator kereta magnet.

Tibalah Januari, salju di jalan-jalan sudah lama mencair. Libur sekolah masih berlanjut, tapi Gillian sudah merasa gabut. Saat merasa kurang kerjaan, Gillian pun berkeliling kota.

Kota ini bernama kota dinding Renville. Ada dua lapis dinding di dalam kota. Dinding yang kedua, melindungi distrik central. Distrik kota tua, adalah yang pertama ada. Distrik kota tua, sudah berdiri sejak dulu sekali. Distrik ini berdiri sejak masih berupa hamparan padang pasir. Dulu hanya ada sebuah kastil dan sebuah desa di sini. Reputasi akademi sihir yang naik, membuat pembangunan di kawasan ini jadi begitu pesat. Lama-lama jadilah sebuah kota. Kastil itu cikal bakal akademi sihir Tristan.

Kawasan yang pertama berdiri, disebut distrik kota tua. Distrik ini menjadi letak akademi sihir. Selain distrik kota tua dan distrik central, terdapat dua distrik biasa dan satu distrik terbaru.

Distrik kota tua berada di bagian kanan dari central. Selain akademi sihir, disana hanya ada kawasan resident. Di sini adalah kawasan paling padat yang dihuni penduduk. Di bagian utara, adalah distrik baru. Di distrik baru, ada markas ordo menara sihir. Distrik baru di desain sebagai kawasan metropolitan. Di sinilah pusat perekonomian berjalan. Distrik baru terletak di tanah yang ditinggikan. Ketinggian tanah di distrik baru, dua puluh meter lebih tinggi dari distrik lainnya.

Di selatan ada distrik Daun hijau, di barat ada distrik 46.

Gillian tiba di distrik baru untuk mencari street food yang belum pernah ia coba sebelumnya. Tentu, uang saku Gillian sangat banyak.

Selain itu, Gillian berjalan bersama seekor anjing. Anjing itu tidak lain adalah rekan familiar nya.

"Hei, Grimmjow," seru Gillian.

"Ya, rekan?" Grimmjow memberi sahutan.

"Bisa parkour tidak?" Tanya Gillian.

"Sebagai manusia, aku ini setara dengan atlet," jawab Grimmjow.

Yang dimaksud Grimmjow, saat berubah ke wujud manusia dengan skill shapeshifter, kemampuannya sebanding dengan atlet manusia.

"Ayo balapan!" Gillian memberi tantangan.

"Siapa takut!" Grimmjow meladeni tantangan ini.

"Aku share lokasi! Titik yang telah di tandai dalam GPS, adalah garis finis nya!" Gillian memberikan ponselnya pada Grimmjow.

"Bukan masalah!" Setelah melihat GPS, Grimmjow mengembalikan ponselnya kepada Gillian.

Tentu di jaman modern ini, ponsel sudah menjadi hal yang biasa.

"Mulai!"

Gillian lari sedetik lebih awal dari rekan familiar nya. Grimmjow pun berlari mengejar Gillian.

Gillian memiliki bakat atletik yang bagus untuk anak seumurannya. Ia memanjat gedung empat lantai dengan seni parkour. Gillian lalu melompat dari gedung ke gedung.

Grimmjow, secara mengejutkan mampu memperagakan parkour dengan wujud manusianya. Hanya dengan mencontoh Gillian saja, Grimmjow langsung menguasai parkour dengan tanpa diajari.

"Jurus parkour tanpa di ajarin dan langsung jago!"

Grimmjow dengan bangga dapat membuntuti tuannya dalam adu parkour.

"Boleh juga." Sambil berlari menuju tepian, Gillian menoleh kebelakang.

"Awas, bahaya!" Grimmjow sampai panik dengan tingkah Gillian.

Gillian berteriak bagaikan wanita ketika melihat Gillian tidak juga melompat. Gillian tampak seperti terjatuh ke bawah.

"Awas bos!" Grimmjow panik.

Grimmjow melihat ke tepi, lalu bernapas lega saat melihat Gillian baik-baik saja. Ternyata Gillian melakukan prank. Ada lantai semu nampak di bawah kakinya.

Salah satu keahlian yang Gillian kuasai adalah gradation air. Seni magecraft yang memproyeksikan suatu objek dengan energi sihir.

"Kena tipu ya!" Gillian dengan usil meledek Grimmjow.

Dengan skill gradation air Gillian membuat anak tangga menuju ke bagian atas gedung. Gillian berdiri di sebelah Grimmjow.

"Jarak antar gedung terlalu tinggi. Hanya ada kabel listrik itu sebagai pijakan. Apa kita akan lanjut, bos?" Tanya Grimmjow.

"Akan aku buatkan jalan!" Gillian tentu dapat membuat jalan dengan seni magecraft. Memakai gradation air, untuk membuat pijakan semu.

"Wah, keren.... Tidak ada halang rintang yang bisa menghalangi langkah seorang mage," Grimmjow berkata.

Ini adalah jalan raya dengan ruas jalan yang sangat lebar. Karena itu, gedung disini tidak bisa dilompati dengan teknik parkour lagi.

Setelah aksi lompat, menuruni gedung dan memanjat lagi, Gillian makin tidak terkejar.

"Kalau bos ku jadi rampok atau maling, polisi bakal angkat tangan. Sekarang, siapa yang bisa ngejar bocah dengan kegesitan seperti bos ku ini?" Grimmjow pun mengangkat bahu, terpana, lalu berkomentar.

Singkat cerita, Gillian tiba di titik yang sudah ditentukan oleh GPS. Sementara itu Grimmjow tertinggal jauh di belakang. Gillian menyalakan sebuah flare hijau di atas gedung, penanda bahwa ia tiba lebih dulu.

Saat menatap ke arah jalan, Gillian tanpa ia sengaja melihat tindak perundungan. Salah satu anak dari kelompok itu, dengan semena-mena menendang korban dari belakang.

Gillian melompati beberapa gedung untuk menuju posisi mereka. Gillian kini berada di atap gedung berlantai empat. Gillian memakai jaket dan sebuah tas selempang yang sangat kecil. Selain menaruh benda, Gillian biasa membawa alat jahil dari toko sulap. Gillian melihat aksi mereka.

Nampaknya mereka memeras uang saku korban bully.

"Tidak bisa ku biarkan!"

Gillian melempar petasan banting yang membuat mereka sangat kaget. Alat jahil sederhana ini, memberi sensasi senam jantung.

"SIAPA ITU!" Pimpinan kelompok, menatap ke atas.

"Ini aku, Gillian, Noble scion!"

Gillian dengan bangga menunjuk dirinya dengan jempol. Memberi senyuman lebar yang akan membuat mereka tambah kesal.

Gillian melompat dan mendarat di seutas tali jemuran. Gillian bahkan menunjukkan keseimbangan yang profesional. Gillian berdiri di atas seutas tali jemuran yang agak tebal, layaknya anggota sirkus. Tali ini berada di ketinggian lantai tiga.

Gillian melompat ke bawah dan melakukan teknik role yang akan mengurangi beban mendarat pada kakinya. Prestasi seni parkour yang seperti ini, hanya bisa dilakukan orang dewasa. Gillian melakukan prestasi seperti ini, tanpa campur tangan sihir sama sekali.

Gillian sekarang berada di jalanan gang sempit.

"Kamu yang menjahili kami!"

Tak menghiraukan mereka, Gillian kembali melempar petasan banting yang membuat mereka kaget.

"Kalian bukan dari akademi sihir, bukan?"

"Kami dari sekolah biasa, memang kenapa?"

"Sudah kuduga, kalian hanya anak berandalan!"

Gillian memakai skill gradation air untuk memproyeksikan pemukul rotan. Gillian maju dan berkelahi dengan mereka. Alhasil mereka pun dikalahkan oleh Gillian. Tapi tidak berakhir disini. Tujuh temannya berdatangan.

"Apa yang terjadi?"

Gillian merebut dompet milik si korban bully. Mengembalikannya, kemudian mengajaknya kabur.

"Cepat lari!"

Di sini ada dua jalan. Jika berbelok akan tiba di jalan raya, jika lurus mengarah ke jalan buntu. Gillian mendorong sekutunya menuju jalan berbelok. Gillian pun memakai skill gradation air untuk membuat satu tembok semu. Dinding semu semi transparan, berwarna biru mana.

Gillian bahkan sempat diam seolah ingin membiarkan para pengejar untuk menyusul. Saat jarak sudah cukup dekat, Gillian akan berlari menuju jalan buntu. Mereka berada sangat tipis dibelakang Gillian.

Gillian tidak melambat sama sekali saat hampir menabrak dinding!

Gillian melakukan teknik parkour, berlari di dinding, lalu melompat sambil berputar diudara. Gillian seketika berada dibelakang mereka. Gillian berlari dari kumpulan anak berandal itu.

"Dia menipu kita!"

Mereka mengejar. Awalnya terlihat mereka seperti mengejar Gillian.

Gillian berhenti ketika ada anjing bulldog tiba di dekatnya. Gillian memproyeksikan dinding semu, sehingga menutup akses keluar.

"Serang mereka, Grimmjow!"

"Wah, sial, dia menipu kita, lagi!"

Bentuk basic dan ukuran normal Grimmjow, sudah cukup untuk menciutkan nyali mereka. Mereka hanis digigit oleh anjing. Grimmjow sengaja memperlemah tenaga otot rahangnya, untuk tidak membuat mereka mengalami luka kritis.

Scene diakhiri dengan Gillian yang berjalan keluar gang dalam kondisi terbahak-bahak. Anak yang dibela Gillian, berdiri di sana. Nampaknya anak itu sengaja menunggu Gillian, untuk sekadar berterimakasih.

"Anu, terimakasih banyak."

"Tidak, itu bukan apa-apa kok."

"Perkenalkan namaku Aster."

"Aku Gillian."

Aster adalah anak dengan sedikit kelainan fisik yang unik. Itu tidak memperburuk penampilannya, itu justru membuatnya unik. Aster memiliki wujud heterochromia di rambut dan matanya.

Rambut kanannya berwarna hitam, sementara yang kiri berwarna perak. Mata kanan aster berwarna biru, sementara yang kiri berwarna hijau.

Aster mentraktir Gillian sebagai ucapan terimakasih. Gillian sepakat menerima traktiran, karena ingin menghargai pemberian orang lain.

Ujung-ujungnya mereka makan di restoran cepat saji. Gillian makan burger besar dengan keju meleleh kesukaannya. Aster memilih menu yang sama.

"Apakah kamu pelajar di akademi sihir?" Aster bertanya.

"Iya, tebakan mu benar," Gillian menjawab.

"Aku juga, sangat ingin menjadi seorang mage. Tapi takdir berkata lain," keluh Aster.

"Hei, apa maksudmu? Jika orang tuamu buka seorang mage, kamu hanya perlu melakukan aktivasi energi sihir, kan?" Tanya Gillian.

"Kedua orang tuaku adalah mage, namun aku dikutuk oleh takdir." Aster menampakkan wajah suram.

"Kamu ini bicara apa sih?" Gillian mengangkat bahu.

"Maksudku, seri kutukan!" Aster memperjelas. Gillian merenung karena jawaban Aster.

Gillian mengerti konsep tentang series kutukan.

"Seri kutukan adalah pemberian lahiriah. Seri kutukan, bisa jadi kekuatan jika kita mengerti cara memanfaatkannya," Gillian berkata.

Pemilik seri kutukan, tahu kutukan miliknya tanpa diberitahu.

"Katanya aku memiliki resistensi terhadap sihir. Tapi semua percuma kalau aku tidak bisa memakai sihir, bukan?" Aster terlihat kecewa atas seri kutukan miliknya.

"Aku ingin memahami kekuatan seri kutukan. Sayangnya aku memiliki blessing, sebagai berkah lahir," Gillian berkata.

"Wah, apa blessing mu?" Aster lebih tertarik dengan berkah lahir berupa talent daripada seri kutukan. Jelas terlihat dari ekspresinya setelah mendengar kata talent.

"Namanya magic talent! Waktu yang diperlukan untuk belajar sihir, akan berkurang setengahnya," jawabnya.

"Wah keren," seru Aster.

"Apa seri kutukan mu?" Gillian balik bertanya.

"Null magic. Potensi terkuat sihirku adalah nol. Dengan kata lain, aku takkan bisa mempelajari sihir. Dan yang menjadi kelebihan dari seri kutukan ini, adalah resistensi sihir."

Gillian melihat potensi dari series kutukan tersebut. Bisa dilihat dari senyum yang terpancar di wajahnya.