"Mas... ?" Ayya bertanya agak memiringkan wajahnya. Melihat wajah Aksa dengan seksama.
"Mas, kamu kenapa diam?"
"Gapapa, Sayang. Yuk, kita lanjut jalan. Sebentar lagi sampe, kok."
"Kamu yakin, Mas?"
"Iya. Tenang aja. Selagi ada kamu Mas yakin."
"Gombal!!"
"Haha biarin."
"Diih, malah ketawa."
"Mas...."
"Ya?"
"Kalau Kelana terus mengintai kita gimana? Apa bener dengan perkataannya tadi? Aku takut, Mas."
"Udah... gapapa. Tenang saja. Ada Mas."
"Memang kenapa kalau ada Mas?"
"Yeee... lupa yah? Mas kan superman!!" Ledek Aksa seraya tangannya menirukan gaya superman akan terbang.
"Yuk ah, jalan lagi."
"Iya, Mas."
Ibarat laki-laki dengan erusahaan yang bangkrut dan bagaimana menentukan langkah menjadi hal yang harus dipikirkannya. Aksa terus duduk di samping Ayya. Seolah baik-baik saja. Hari itu juga setelah Kelana pergi, mereka tak berapa lama sampai.
"Oh ya, tak jauh dari sini. Ada rumah lamaku. Tapi ada Bibi si. Kita mau istirahat di sana?"
Ayya menganggukkan kepala.