"Mas..."
"Iya, sayang?"
"Aku takut."
"Kamu mau ke rumahku?"
"Kita nanti ke rumah lama orangtuamu?"
"Iya. Kamu gapapa 'kan? Setidaknya sambil menunggu kabar dari Bu Cindy."
Ayya mengangguk.
"Aku seneng."
"Hum?"
"Iya. Seneng."
"Kenapa? Kok?"
"Rasanya baru kemarin-kemarin aku banyak bermimpi tentang kembali ke sini. Ternyata, Allah kasih kenyataan seperti ini. Seperti rindu yang tertunaikan."
"Kamu itu ya. Aneh."
"Gapapa. Biarin. Weee."
"Huuu."
Aksa masih bertanya-tanya. Sebab apa ia memilih melakukan hal ini. Apakah ia yakin mampu menjalaninya?
"Ay... kamu tahu kan? Banyak petani di Brebes?"
"Ya. Lalu?"
"Menurutmu jadi petani enak ndak?"
"Bukannya sudah pernah kubilang?"
"Di dekat sini, kayaknya ada sawah. Kita mau kesana?"
"Boleh. Aku juga rindu."
"Mas... ini indah sekali. Aku rindu."
"Ini bukan sekadar rindu. Inilah tempat hidup di sini. Kamu bener tak masalah?"
"Mas... katamu, dalam situasi apapun harus tetap sama-sama 'kan?"
"Terima kasih, sayang."