Ayya terdiam. Matanya memandang tak tentu arah. Sebagian tubuhnya goyah.
"Sayang, kamu gapapa?" Aksa memapahnya.
"Ayo, masuk dulu. Duduk. Kamu perlu istirahat."
Ayya berusaha menguatkan dirinya.
"Ndausah, Mas. Kita sudah siap pergi. Aku akan ikut denganmu. Kita keluar kan?"
"Tapi... kamu gapapa?"
"Pikirkanlah, Nona Ayya. Aku mencintaimu." Ucap Kelana tersenyum. Seolah menantikan uluran tangan Ayya.
Bugg!!
Plaak!!
Tak henti-hentinya, Aksa langsung memukulnya. Wajahnya memerah marah. Mendidih segala amarah. Darah segar mengalir begitu saja dari wajah laki-laki itu. Seulas senyum berusaha ia tawarkan padanya. Meski susah.
"Hahaha." Hanya itu yang keluar dari Kelana.
Tak ada perlawanan. Sampai Ayya meminta Aksa berhenti memukulnya.
"Sudah, Mas. Sudah... percuma."
"Dia sudah keterlaluan! Harus dikasih pelajaran!"
"Sudah, Mas..."
"Ayo, kita pergi saja."
Ayya meraih tangan Aksa. Memintanya agar cepat pergi. Membiarkan laki-laki bertopi hitam itu sendiri.