Arjuna memasang wajah masam ketika menghampiri Dya yang dengan riang melambaikan tangan ke arahnya, Perempuan itu tidak sendiri. Di sampingnya ada Adri, yang hanya bisa terkekeh melihat antusiasme adiknya dalam menyambut Juna.
"Gue udah denger ceritanya." Ucap Adri yang kali ini tidak bisa lagi menahan tawanya.
"Adek lo ini, bikin perkara aja." Arjuna melambaikan tangan, memanggil pelayan dan mulai menyebutkan pesanannya.
"Hahahaha abang harusnya liat muka Juna kemaren, lucu banget." Dya tertawa sembari memegangi perut.
"Jangan begitu lagi Dy." Tegur Juna dengan serius.
"Abis gue sebel, tante Bri terang-terangan banget mau jodohin gue sama anaknya. Kalau bukan karena Jum'at kemaren dia dateng terus ngasih hadiah tas tangan, enggak akan gue ke rumah lo minggu kemaren buat ngasih hadiah balesan." Juna menggelengkan kepala mendengar keluhan Dya.
"Gue enggak peduli, pokoknya lo enggak boleh ngomong macem-macem di depan papa. Apa lagi kalau ada Medda, dia bisa nanya aneh-aneh."
"Medda ini pelayan perempuan yang kemaren berdiri di samping lo terus?"
"Hem."
"Cantik Dy?" Pertanyaan Adri di hadiahi tatapan tajam Juna, bukannya merasa takut sulung keluarga Sore itu justru semangat untuk menggoda temannya itu.
"Nanya doang gue, penasaran. Apa gue coba main ya Jun ke rumah lo, pengen liat gimana bentukannya si Medda ini."
"Cantik bang, mungil gitu kayak boneka. Gue yakin dia enggak dandan, tapi kok pipinya bisa kemerahan gitu sih Jun? belum lagi bibirnya, duh bener-bener iri gue."
"Gue jadi beneran penasaran."
"Bersik." Si kembar keluarga Sore terbahak karena misi mereka untuk membuat Arjuna kesal berhasil.
Dewanata berdehem sebentar untuk menarik perhatian keluarganya yang sedang makan malam, senyum laki-laki itu terkulum sembari menatap Arjuna yang sedang menunggu Medda mengambilkan sup di mangkuknya yang baru.
"Jadi, gimana kemajuan hubungan kamu sama Dya?" ruang makan seketika hening setelah Dewanata mengajukan pertanyaan tersebut.
"Papa liat tadi siang kalian makan siang bareng." Laki-laki itu mengabaikan lirikan Briani dan terus berbicara kepada Juna.
"Seru banget keliatannya, sampai papa segan untuk gabung."
"Harusnya papa gabung aja, ada Adri juga di sana." Balas Juna sembari melirik Medda yang nampak tenang meletakan mangkuk sup di dekat alat makannya.
"Kalau kamu memang udah seakrab itu sama Dya dan keluarganya, papa bisa langsung urus sisanya sama Sadam."
"Mas!" Briani begitu saja mengajukan protes, perempuan itu berdegem pelan untuk menormalkan suaranya.
"Jangan terburu-buru begitu."
"Loh kenapa, kalau udah sama-sama cocok kenapa enggak?"
"Siapa tau Dya akan lebih ngerasa cocok sama Yudis kan, toh dari awal memang kita mau menjodohkan Dya sama Yudis."
"Tapi Yudis sepertinya sama sekali enggak berminat, justru Juna kan yang akhirnya maju lebih dulu."
"Itu karena Dya sama Yudis belum terlalu kenal, beda sama Juna." Ucap Briani dengan gemas.
"Juna udah kenyang, kalian terusin aja perdebatannya. Oh maksudnya makan malamnya." Ucap laki-laki itu sembari meletakan serbet di atas meja.
"Medda, kamu ikut saya. Malam ini saya mau berendam."
"Besok papa ada jadwal makan siang sama Sadam, ayahnya Dya. Papa mau kamu ikut."
"Biar Yudis yang wakilin Juna." Ucap laki-laki itu sama sekali tidak bisa di bantah.
***
Mata Arjuna terpejam, laki-laki itu nampak sangat menikmati pijatan Medda di kepalanya. Tubuhnya bersandar dengan nyaman di bathup ketika jari-jari lentik Medda mulai turun ke tengkuknya dan memberi tenakan yang merilekskan seluruh syarafnya.
"Tuan Juna mau menikah?" Tanya Medda tiba-tiba.
"Kata siapa?"
"Belakangan orang-orang sibuk ngomongin itu terus, katanya tuan Juna mau menikah sama perempuan yang minggu kemaren makan siang bareng di rumah ini. Non Dya ya namanya kalau enggak salah."
"Enggak usah di dengerin, mereka cuma suka bikin gosip enggak jelas."
"Padahal cantik loh tuan non Dya itu."
"Enggak tertarik."
"Ck, tuan ini seleranya yang gimana sebenernya. Waktu tuan ikut saya belanja ke supermarket dulu juga ada perempuan cantik yang nyamperin terus ngajak kenalan tapi tuan juga bilangnya enggak tertarik." Arjuna bisa membayangkan ekspresi Medda saat ini.
"Jangan terlalu jual mahal loh tuan, nanti jadi jomblo seumur hidup baru tau rasa." Di rumah itu hanya Medda yang bisa berbicara sesantai itu kepada Juna.
"Kan ada kamu."
"Ih, masa saya ikut nemenin tuan Juna ngejomblo. Enggak mau." Gerutu Medda dengan sebal.
"Saya mau pacaran, mau menikah juga terus nanti punya anak." Ucap perempuan itu sembari mengulum senyum, sayangnya ucapan itu di artikan lain oleh Juna.
"kamu punya pacar?"
"Eh.."
"saya nanya, kamu punya pacar?"
"Haah, tuan Yudis juga pernah nanya ini nih. Kalian itu bukan saudara kadung, tapi kadang mirip loh."
"Jawab Medda, kamu punya pacar?"
"Haah enggak." Jawab Medda dengan setengah-setengah.
"Mana sempet, tuan Juna aja udah nyita hampir seluruh waktu saya kalau lagi seharian di rumah."
"Inget ya Medda, kalau saya belum punya pacar. Kamu juga enggak boleh punya pacar."
"Kalau tuan Juna enggak menikah?"
"Kamu juga enggak bisa menikah."
"Kok gitu!" protes Medda tidak terima.
"Selama kamu masih mau kerja di rumah ini, kamu harus ikutin aturannya. Paham?" Medda tidak memiliki pilihan lain selain menganggukan kepala karena ibu dan adik-adiknya di kampung masih membutuhkan biaya.
"Tapi jangan lama-lama ya tuan jomblonya, ibu saya bilang pamali kalau perempuan lama nikahnya." Juna tidak menjawab, laki-laki itu justru meminta Medda memijat tubuh bagian depannya.
"Eng, saya enggak bawa baju ganti tuan. Kalau saya keluar basah-basahan takut malah ngotorin lantai nanti." Jawab perempuan itu ketika Juna memintanya ikut masuk kedalam bathup.
"Kamu bisa pakai baju saya nanti." Dya sedikit ragu ketika mulai mengangkat kakinya untuk memasuki bathup yang sama dengan Arjuna, perempuan itu nyaris terpeleset jika saja Juna tidak menangkapnya.
"Duh kaget."
"Ceroboh." Tegur Arjuna sembari menoyor kepala Medda pelan, sedangkan yang di tegur hanya bisa mengerucutkan bibir sebal. Medda kemudian menyamankan posisinya di atas paha Arjuna yang duduk berselonjor, Medda sangat berhati-hati agar handuk yang melilit pinggang majikannya itu tidak terlepas.
"Rambut kamu udah mulai panjang ternyata." Ucap Juna sembari menyelipkan anak rambut Medda ketelinga, Medda menahan napas ketika tiba-tiba saja majikannya itu medekatkan wajah.
"Tu.. tuan?"
"Sttt, saya cuma mau nyepol rambut kamu aja." ucap Juna setengah berbisik, laki-laki itu kemudian mengumpulkan rambut-rambut ikal Medda menjadi satu ikatan di atas kepala perempuan itu.
"Kamu wangi." Medda lagi-lagi menahan napas begitu Arjuna mengecupi area belakang telinganya.
"Wangi banget."
"Tu..tuan, sebentar." Medda langsung mendorong tubuh Juna sedikit, kening perempuan itu berkerut begitu merasakan sesuatu di sela-sela pahanya.
"Ini.. eng, duh kok tiba-tiba ada yang ngeganjel ya tuan?" Medda bergerak tidak nyaman, sedangkan Juna langsung mendesis ngilu.
"Medda.."
"Sebentar, ini ganggu banget."
"Medda!" Kali ini Arjuna sedikit membentak, Mata Medda membulat begitu menyadari benda apa yang menganggunya.
"Mesum!" jerit perempuan itu sembari melompat keluar dari bathup, gerakan spontan itu membuat Medda terpeleset dan jatuh terjerembam di lantai kamar mandi Arjuna yang keras.