"Aaa!" Medda menjerit karena tubuhnya begitu saja di dorong seseorang untuk merapat ke dinding, perempuan itu nyaris melayangkan satu pukulan jika tidak segera menyadari bahwa Arjunalah pelakunya.
"Sttt, jangan berisik. Pelayan bisa curiga yang enggak-enggak."
"Tuan yang bikin saya kaget." Arjuna tidak menanggapi, fokusnya jatuh pada bibir Jenna yang berwarna segar. Perempuan itu memang belum menghapus lipstick yang ia coba dari toko kosmetik yang mereka kunjungi sebelum ke restoran.
"Suka sama lipstiknya?" tanya laki-laki itu tiba-tiba.
"Ha?"
"Saya tanya, kamu suka lipstick barunya?" Medda mengangguk.
"Warnanya bagus, non Dya pinter milihinnya." Arjuna menganggukan kepala.
"Memang, tapi saya cuma mau kamu pake lipstick ini kalau lagi sama saya aja."
"Ha? Maksud tu-" Arjuna tidak mengizinkan Medda menyelesaikan kata-katanya karena laki-laki itu sudah lebih dulu menunduk dan mulai melumat bibir perempuan tersebut. Arjuna bahkan memiringkan kepala begitu lidahnya menyelinap masuk di celah bibir Medda.
"Tu.. tuan.."
"Stt.. lipstiknya masih ada." Arjuna semakin merapatkan diri, tangannya juga tidak tinggal diam. Di belainya pinggul Medda naik dan turun sebelum akhirnya Arjuna meraih pinggang Medda untuk merapatkan tubuh mereka.
Bunyi cecapan memenuhi lorong, lidah Arjuna terus saja menjelajah sembari sesekali membelit lidah Medda. Sedangkan si pelayan sibuk mendesahkan tuannya yang sekarang beralih mengecupi leher jenjangnya.
"Tuan.. geli.. eng.."
"Jangan pake lipstick itu kalau enggak lagi sama saya."
"Ah!" Kepala Medda mendongkak, tubuhnya terasa panas karena Arjuna menyentuh titik-titik sensitifnya.
"Ingat Medda, cuma saya yang bisa liat kamu pake lipstick itu. ngerti?" Medda mengangguk, kemudian kembali bersiap menerima ciuman dari majikannya. Arjuna baru saja mengecup ketika lagi-lagi perut Medda berbunyi, kali ini suaranya bahkan jauh lebih kencang di bandingkan saat mereka sedang mengurus pembayaran di toko kosmetik.
"Rapiin baju kamu sana, abis itu kita makan." Medda menurut.
"Pake ini lipstiknya." Ucap Arjuna sembari mengulurkan lipstick sewarna bibir yang di ributkan tadi.
"Tuan beli lipstick ini juga? ish, boros banget."
"Lipstik ini buat di pake kalau kamu keluar-keluar, kalau yang tadi itu cuma boleh kamu pake kalau lagi sama saya."
"Haah, terserahlah." Ucap Medda lelah dan memilih kembali memasuki toilet untuk merapikan diri.
Arjuna memasuki ruang vvip yang mereka pilih, laki-laki itu dengan santai menarik kursi untuk Medda sebelum akhirnya duduk dan membantu perempuan itu mengambil makanannya.
"Seriously?!" sentak Medda langsung begitu melihat Arjuna sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah membiarkannya menunggu makanan sendirian.
"Tiga puluh menit dan sekarang kalian sama-sama muncul dari ujung pintu?! bener-bener ya kalian, keterlaluan."
"Enggak usah drama!"
"Sekali liat aja gue tau ya apa yang lo lakuin ke Medda!"
"Yaudah kalau tau diem, enggak usah banyak bacot."
"Medda!"
"I.. iya non?"
"Kamu jangan mau sembarangan di pegang-pegang sama Juna! Sesekali, ini anak harus di kurangin jatahnya." Kali ini nada suara Dya jauh lebih halus.
"Heh, mulut!" Arjuna langsung menyumpalkan sushi kedalam mulut Dya yang justru asik tertawa.
"Serius Medda, coba deh sesekali bilang enggak waktu Juna mau pegang-pegang. Aku mau liat, gimana uring-uringannya manusia satu ini kalau enggak dapet jatah." Medda hanya mampu meringis ketika lagi-lagi Juna memasukan shusi kedalam mulut Dya yang bahkan belum bisa menelan seluruh sisa makanan di mulutnya.
***
"Kamu kenapa mas? Bahagia banget kayaknya dari tadi."
"Oh, keliatan ya? hahahaha"
"Ada apa?" tanya Briani tidak sabaran.
"Kayaknya sebentar lagi kita akan merayakan pesta besar."
"Pesta besar?" tanya Yudistira dengan kening berkerut.
"He'em, pesta pernikahan."
"Per.. pernikahan siapa?" Dewanata menatap istrinya dengan senyum terkulum.
"Arjuna."
"Uhuk!" Untuk pertama kalinya Briani mengabaikan Yudistira yang tersedak, perempuan itu menggenggam sendok makannya dengan kencang sembari menatap suaminya dengan tajam.
"Mima belum ada cerita sama aku tuh kalau Arjuna mau melanjutkan perjodohan kemaren."
"Memang bukan sama Mima, aku juga enggak setuju kalau Arjuna menikah sama perempuan bodoh itu."
"Papa mau jodohin Arjuna sama rekan bisnis papa?" Yudistira ikut bertanya.
"Bisa di bilang begitu."
"Siapa?" Dewanata tidak langsung menjawab.
"Siapa mas? Kalau memang acaranya sebentar lagi, aku juga harus siap-siap kan?"
"Dya."
"Ya?" ucap Yudistira dan Briani secara bersamaan.
"Arjuna akan menikah dengan Dya."
'tring'
"Oh maaf, Yudis enggak sengaja." Yudistira mengangguk pada Jo yang langsung sigap mengulurkan alat makan baru karena laki-laki itu baru saja menjatuhkan alat makannya.
"Dya.. Arjuna akan menikah dengan Dya?" tanya Briani tidak percaya.
"He'em."
"Me.. memang Arjuna mau pa? maksud Yudis, kita semua tau gimana terikatnya dia sama Medda. Iya kan?" ucap Yudistira sembari melirik ibunya demi meminta dukungan.
"Iya, Arjuna udah bilang kalau dia enggak keberatan mas?"
"Belum sih, tapi aku yakin anak itu sebentar lagi pasti akan setuju untuk menikah sama Dya."
"Kamu kok bisa yakin gitu?"
"Hari ini aku liat mereka jalan di mall."
"Mereka?"
"Iya, Dya sama Juna. Aku liat mereka di toko kosmetik, lagi debat soal barang gitu. Kayaknya Dya minta temenin Juna belanja." Dewanata sama sekali tidak bisa menutupi raut bahagianya.
"Enggak mungkin." Desis Briani, genggamannya pada gagang sendok semakin kencang.
"Memang, aku aja enggak nyangka Juna mau ngelakuin itu. Makanya itu bisa di bilang kemajuan kan? Anak cuek itu nemenin Dya belanja hahahaha. Aku bahkan liat dia serius banget dengerin penjelasan penjaga toko soal produk-produk yang di tawarin." Ucap Dewanata sembari menggelengkan kepala.
Yudistira memperhatikan wajah ibunya yang keruh sebelum akhirnya menarik napas dalam untuk menenangkan diri, kabar yang baru saja di bawa oleh Dewanata benar-benar mengejutkan. Karena artinya, Yudistira harus bergerak cepat jika ingin merebut kekuasaan Wardana.
"Ekhm, kalau gitu selamat pa. Yudis ikut seneng dengernya."
"Iya kan? Kamu senengkan? Hahaha."Yudis mengangguk sembari mengelusi punggung tangan ibunya.
"Yah papa tau sih, tadinya mama kamu mau menjodohkan Dya sama kamu. Tapi kalau hati udah milih, kita bisa apa. Iya kan?"
"Iya pa." Dewanata lagi-lagi tertawa puas.
"Yudis siap bantu kalau nanti papa atau Juna butuh sesuatu."
"Oh, tentu hahaha tentu aja papa akan butuh bantuan kamu di acara pernikahan Juna nanti. jangan khawatir, kamu kan adiknya Juna pasti nanti terlibat di setiap prosesnya."
"Oke pa."
"Kamu juga akan bantu kan Bri? Aku perlu bantuan kamu untuk milih beberapa gaun, perhiasan dan barang-barang untuk seserahan nanti. aku enggak mau yang sembarangan, dan selera kamu cukup bagus untuk itu." Dewanata melirik Briani yang masih diam.
"Biar gimanapun juga ini akan jadi pesta pernikahan pertama di keluarga ini, jadi aku mau acaranya di buat semeriah mungkin. Kamu mau kan bantu Juna? Bantu pesta pernikahan anak kamu." Ucap Dewanana sembari memberikan penekanan pada kata 'anak'.
"Pasti pa. mama pasti mau bantu." Yudistira menyenggol pundak ibunya.
"Iya kan ma?"
"Iya." Jawab Briani setelah terdiam cukup lama.
"Aku akan bantu."