Yudistira berdecak, berkali-kali melirik Vacheron Constantin Tour de I'Ile yang melingkar di tangannya dengan kesal. Laki-laki itu sudah merelakan jam istirahatnya untuk menunggu seseorang yang hingga saat ini tidak juga bisa ia lihat batang hidungnya.
"Dya!" seru laki-laki itu sembari melangkah cepat menghampiri seorang perempuan yang jelas-jelas berusaha melarikan diri darinya.
"Dya! Astaga, aku nunggu kamu dari tadi."
"Ck, enggak usah sok ber 'aku-kamu'!"
"Haah, oke. Gue udah nunggu lo dari tadi." Yudistira mengalah.
"Gue enggak mau di tunggu."
"Oh ayolah, kita ngobrol sebentar." Yudistira berusaha menghentikan langkah Dya.
"Gue sibuk."
"Sebentar, cuma seben-"
"Dya?" langkah Yudis lansung terhenti ketika seorang laki-laki menyela.
"Ada apa?"
"Dia-"
"Saya rasa ini bukan urusan anda." Sela Yudis dengan tidak sopan, sebelum kembali memusatkan perhatian kepada Dya yang masih belum mau menatapnya.
"Gue cuma pengen ngobrol sebentar, kalau sekarang enggak bisa nanti malem gimana?"
"Enggak bisa." Yudis memejamkan mata, menatap kesal kepada laki-laki asing yang menyala percakapannya dengan Dya.
"Jangan ganggu kami, oke?"
"Enggak bisa."
"Jangan buat saya marah." Desis Yudistira kesal.
"Terserah, tapi yang pasti saya enggak akan pernah membiarkan adik kembar saya berbicara dengan laki-laki kasar seperti anda." Kening Yudistira langsung berkerut.
"Adik?"
"Perkenalkan, Bhadrika Adhikari Aksara. Putra sulung keluarga Aksara sekaligus kaka dari perempuan yang barusan lengannya kamu cengkram kasar." Ucap Adri sembari menarik Dya kedalam pelukannya.
"Kamu enggak apa-apa?"
"Enggak." Jawab Dya dengan rengutan.
"Anda bisa pergi sekarang, karena sepertinya apapun urusan yang membuat anda datang ke tower Aksara sudah selesai."
"Saya.."
"Ah satu lagi, sebelum melakukan pendekatan ada baiknya anda mencari tau lebih dulu asal usul pererempuan yang anda dekati. Karena kalau anda tau, seharusnya anda bisa sadar diri untuk enggak berani mendekati Dya." Yudistira mengepalkan tangan mendengar penghinaan terang-terangan tersebut.
"Ah, atau anda memang bukan orang yang tau diri?" ucap Adri sebelum menyeret Dya memasuki lift khusus direksi yang terbuka.
Dya langsung menghela napas lega begitu pintu tertutup, beberapa hari ini Yudistira memang sering mengunjungi tower Aksara untuk menemuinya. Perempuan itu tidak mengetahui kenapa saudara tiri Arjuna yang sebelumnya sama sekali tidak kelihatan tertarik kepadanya itu tiba-tiba saja menjadi terobsesi kepadanya.
"Kamu pacarana sama dia?"
"Eh, enggak lah!" sentak Dya tidak terima.
"Bagus, awas aja kalau kamu sampe bertindak bodoh terus pacarana sama berandalan itu."
"Ahahahaha enggak lah, enggak akan."
"Pokoknya kalau kamu liat dia lagi di sekitar sini, langsung minta satpam untuk usir aja. Enggak usah di ladenin."
"Hmm, oke."Adri melirik saudara kembarnya yang benar-benar tidak mengerti situasi darurat yang sedang menimpanya, laki-laki itu menghela napas karena Dya yang polos sepertinya tidak menyadari perang kekuasaan antara para laki-laki di keluarga Wardana yang melibatkan dirinya.
Yudistira melangkahkan kaki dengan cepat, wajahnya merah padam menahan malu dan juga amarah karena penghinaan yang terang-terangan di berikan oleh Adri, saudara kembar Dya barusan. Yudis bahkan bisa mendengar bisik-bisik karyawan yang kebetulan ada di lobi, mereka menertawakannya.
"Sialan!"Maki Yudistira sembari membanting pintu mobilnya dengan kasar, laki-laki itu menghempaskan tubuhnya kebelakang dengan frustasi.
"Gue akan inget semua penghinaan hari ini Dya, kalian kira nama keluarga yang kalian sandang itu segalanya?" desis laki-laki itu penuh emosi.
"Gua akan buat kalian merangkak di bawah kaki gue, liat aja nanti." Yudistira kemudian menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan Aksara tower.
Begitu kembali ke kantornya, Yudistira tidak sengaja berpapasan dengan Arjuna. Anak kesayangan Wardana itu sepertinya baru saja hendak kembali ke keruangannya, karena sekarang mereka terjebak di dalam lift yang sama.
"Gue udah denger beritanya dari papa, selamat ya." ucap Yudis basa basi.
"Selamat?"
"He'em, lo mau nikah kan? Papa udah heboh banget, make sure Samudra Hotel siap di kosongin di tanggal berapapun yang beliau mau."
"Lo ngomong apa bangsat!"
"Rencana pernikahan lo sama Dya kan, apa lagi." Arjuna benar-benar harus menahan diri untuk tidak kembali membuat wajah laki-laki yang harus di akuinya sebagai saudara itu kembali babak belur.
"Satu-satunya rencana pernikahan yang akan gue bahas adalah rencana pernikahan gue sama Medda, nanti." Yudistira terseyum miring, laki-laki itu memutuskan untuk memutar tubuhnya agar bisa berhdapan dengan Arjuna.
"Putra mahkota kayak lo ini harus menikah sama purti mahkota juga." ucap Yudistira lamat-lamat.
"Kalian para pemilik nama keluarga, harus menikah sama orang yang sederajat dengan kalian juga kan? Jadi lupain mimpi lo untuk menikahi Medda, Juna. Karena percuma, enggak akan pernah bisa." Denting pintu lift yang terbuka mengalihkan perhatian Yudis, laki-laki itu melangkah ke luar karena ternayat lift yang di tumpanginya sudah berhenti di lantai tempat divisinya berada.
"Gue udah bilangkan, kalau gue akan terima Medda apa adanya. Jadi, lepasin Medda buat gue ya?"
"Brengsek!" Yudis tertawa, puas karena melihat Juna tidak bisa menyalurkan amarahnya. Pintu lift sudah tertutup begitu putra mahkota Wardnana itu berniat melayangkan satu pukulan untuknya.
***
"Jadi Dya akan di jodohkan dengan Arjuna?" Briani menyesap tehnya demi mengusir gugup, hari ini ia kembali menemui Dewi dan menanyakan kebenaran tentang kedekatan Arjuna dan juga Dya.
"Kami sepakat untuk enggak pernah maksa anak-anak Bri, aku dan mas Sadam sih membebaskan Adri dan Dya memilih pasangan mereka masing-masing." Ucap Dewi sembari berterimakasih kepada pelayan yang baru saja mengantarkan cemilan.
"Kalau memang Dya nyaman sama Arjuna, ya aku akan dukung. Apalagi mas Sadam, dia pasti dukung banget karena Arjuna memang laki-laki yang baik."lanjutnya.
"Kamu udah pastiin ke Dya langsung?"
"Belum, anak itu belakangan sering sibuk sendiri. Tapi pengawalnya bilang, Dya memang sering pergi sama Arjuna dan satu perempuan lagi. Eng, katanya pelayan pribadi Arjuna. kalau enggak salah namanya.."
"Medda?"
"Iya, namanya Medda. Mereka lagi sering banget keluar bertiga belakangan ini." jawab Dewi sembari mengulum senyum, perempuan itu tidak bisa berbohong kalau kabar kedekatan putrinya dengan putra dari keluarga Wardana membuat perasaannya bahagia.
"Kamu tau kalau Arjuna dan Meda, ekhm punya.. hubungan yang unik?"
"Ya?" Briani mengulum senyum, perempuan itu merasa menemukan celah untuk menghalangi pernikahan Arjuna dan Dya.
"Dari dulu, Arjuna itu semacem.. terobsesi sama Medda. Pelayan perempuan itu jadi pelayan special di keluarga Wardana karena Arjuna, anak itu bisa marah besar kalau ada yang macem-macem sama pelayan pribadinya itu."
"Oh, iya?"
"He'em, sebenernya hal itu bikin mas Dewanata khawatir. Mas Nata sempet takut kalau Juna akhirnya mutusin untuk menikahi Medda yang dia anggep sama sekali enggak sederajat dengan kami. Lagipula, aku juga enggak bisa bayangin rasanya punya menantu dari kalangan pelayan." Cerita Briani sembari mendengus.
"Well, walau mereka memang udah terlalu jauh. Selama Medda enggak mengandung keturunan Wardana, mas Dewanata pasti akan melakukan segala cara untuk memisahkan Arjuna dan Medda. Karena itu, kami senang sekali waktu denger kabar soal kedekatan Juna dan Dya."
"Oh.." Briani tersenyum menatap wajah Dewi yang sedikit salah tingkah.
"Kalaupun suatu hari nanti Arjuna tetap ngotot ingin menikahi Medda, seenggaknya Dya akan tetap jadi istri pertama dan juga nyonya rumah Wardana kan Wi." Senyum Briani semakin lebar karena wajah temannya yang tiba-tiba saja menjadi pucat.
"Oh tapi tenang aja, sebisa mungkin aku dan mas Dewanata akan mencegah hal terseebut. Aku tau enggak akan ada orang tua yang senang membayangkan anaknya di madu, tapi kalau pada akhirnya Arjuna tetap keras kepala aku minta maaf ya Wi. Kamu tau kan, mas Nata sendiri enggak pernah bisa bener-bener bilang enggak ke anaknya itu."