Chereads / BERAKHIR CINTA / Chapter 59 - Bab 59 Mencari Pinjaman

Chapter 59 - Bab 59 Mencari Pinjaman

Bela dan Rian kini hanya bisa melihat keadaan bibi Devi dari balik kaca jendela bening yang ada di kamar bibinya itu. Jelas terpantul jelas keadaan bibi Devi memperihatinkan sekali dengan wajah penuh selang dimana-mana.

Yang biasanya bibi Devi selalu ceria dan sekaligus pemarah, seketika sirna begitu saja. Kini bibi Devi malah terlihat tidak berdaya di hadapan mata mereka berdua. Mereka jelas sedih melihatnya. Rasanya ada sesuatu yang penting di hidup mereka pergi.

Mata Bela langsung meneteskan air matanya dengan deras. Dia tidak bisa lagi membendung kesedihannya itu. Bibirnya yang tak kuasa melihat keadaan bibinya sekarat seperti itu jelas membuatnya sampai bergetar.

Bela jelas merasakan hatinya bak tersayat. Meskipun bibi Devi tidak ibu kandungnya tapi perjuangan bibinya selama ini mampu menghadirkan dan menggantikan sosok ibu kandung di hidupnya selama ini. Sehingga dia merasa tidak kehilangan sosok ibu di hidupnya. Terbukti sampai sekarang dia bisa melupakan ibu kandungnya yang sudah meninggalkannya beserta adiknya ketika masih kecil. Tidak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih kepada bibinya itu.

"Kak, bibi Devi pasti kesakitan disana."ucap Rian yang ikut merasakan kesedihan seperti Bela saat melihat keadaan bibi Devi dari balik kaca jendela yang bening itu.

"Ya dek. Sekarang gimana cara kita mendapatkan uang sebanyak itu biar bibi bisa segera ditangani."ucap Bela dengan refleks dan mata terus menjatuhkan buliran air mata.

"Aku juga nggak tahu kak. Padahal bibi harus segera di operasi."Rian langsung menatap Bela.

"Apa kita cari pinjaman kak?"Rian punya ide.

Mendengar masukan Rian itu, Bela langsung menoleh dan menatap adiknya. Melihat raut muka Rian yang terlihat sedih itu langsung menyadarkannya kalau Rian sekarang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dimana Rian sekarang menderita penyakit ginjal. Dan Rian tidak boleh kecapekan. Tapi masukan Rian barusan memang itu jalan satu-satunya saat ini.

Mau tidak mau, Bela haru berjuang sendiri dalam mendapatkan uang sebanyak itu dengan cara meminjam entah kemana itu. Tidak mungkin dia melibatkan adiknya yang sedang sakit itu ikut mencari pinjaman. Takutnya nanti malah adiknya kecapekan dan membuat penyakitnya kambuh.

"Aku nggak boleh buat adikku susah. Biar aku aja yang berjuang mencari uang sebanyak itu."batin Bela sambil menatap Rian yang masih menatapnya.

"Bibi apa aku bisa mendapatkan pinjaman uang sebanyak itu hari ini juga?"Bela langsung menoleh dan menatap bibinya lagi lewat pantulan kaca.

Bela terlihat terdiam sejenak sambil menatap bibi Devi didalam kamar itu. Dalam hatinya dia ragu bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Tapi dia tidak ada jalan lagi selain mencoba dulu. Apapun dan bagaimanpun caranya dia akan berusaha mencari uang demi bibinya.

"Dek, kakak titip bibi ya. Kamu jaga bibi disini. Kakak mau pergi sebentar."Bela langsung memegang tangan Rian sebentar hendak pamit.

"Kemana kak?"tanya Rian yang tangannya sudah dilepaskan Bela.

"Udah kamu jagain bibi aja disini."ucap Bela menatap Rian sambil berlari.

"Kakak mau kemana ? Semoga dia baik-baik saja diluaran sana."batin Rian yang hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kakaknya.

Jujur Bela tidak tahu hendak mau kemana. Hanya itu yang bisa dia lakukannya sekarang daripada hanya berdiri saja disana tanpa melakukan apa-apa. Dia yang merasa sehat dan lebih dewasa ketimbang Rian, harus berani maju dan berkorban.

Selama ini bibinya yang selalu berjuang untuknya dan adiknya. Giliran sekarang dia yang harus berjuang demi bibinya. Bibinya yang sudah terbaring lemah disana dan membutuhkan pertolongan jelas membuatnya tidak bisa diam saja.

Yang hanya dikepala Bela hanyalah uang dan uang. Bagaimanapun juga hari ini dia harus mendapatkan uang banyak agar bisa melaksanakan operasi pada bibinya.

"Sudah gelap."batin Bela sambil melihat kearah handponenya yang sudah menunjukkan pukul 7 malam.

"Aku nggak peduli mau ini udah malam atau tidak. Aku harus dapatin uang 30 juta."batin Bela yang berhenti sejenak di depan rumah sakit.

"Bibi tunggu aku. Jangan khawatir, aku akan bawa uangnya hari ini juga."batin Bela sambil membalikkan badannya menatap bagian depan rumah sakit tempat bibinya dirawat.

Bela sudah berjalan kesana kemari untuk mencari pinjaman tapi apalah dayanya, belum membuahkan hasil juga. Keadaannya diperburuk dengan sebagian besar tetangganya tidak suka dengan keluarganya. Membuat mereka tidak bisa membantu Bela. Mau alasan inilah itulah. Tapi Bela berusaha memakluminya.

Bela tetap berpikiran positif, mungkin sebagian besar tetangganya tidak memiliki uang sebanyak yang dia butuhkan. Dia yang tidak memiliki saudara di Jakarta jadi tidak bisa dimintai tolong.

"Aku harus kemana lagi cari uangnya?"batin Bela yang sudah letih mencari kesana kemari tapi belum dapat juga. Kakinya sudah mulai lelah karena sudah berkeliling di kampung tadi untuk mencari pinjaman.

"Mungkin aku harus cari di tempat lain. Kayaknya aku nggak bisa pinjam disini."batin Bela yang sudah pasrah mencari bantuan di sekitaran rumahnya. Bela sadar kalau keluarganya termasuk dirinya sangat tidak disukai warga sekitarnya. Jadi tidak ada harapan untuknya bisa mendapatkan bantuan disana.

Bela pantang menyerah. Meski hawa dingin sudah mulai merasuki badannya, itu tidak membuatnya gentar. Langkah kakinya terus berjalan menyusuri jalan demi jalan. Meski peluang untuk mendapatkan pinjaman itu tidak terlalu banyak tapi dia terus berusaha.

"Masak aku minta tolong sama Bu Mery?"batin Bela yang tiba-tiba teringat dengan kebaikan Bu Mery padanya selama ini.

Tidak terasa sudah hampir 1 jam dia berjalan kesana kemari. Tapi masih saja dia belum mendapatkan pinjaman. Sudah banyak orang dia tanyai, mau itu yang dikenalinya atau tidak, semuanya sama-sama tidak ada yang mau membantunya.

"Aku nggak tahu harus gimana?"Bela memutuskan untuk duduk di pinggir jalan sambil bertekuk lutut. Didepannya terdapat kendaraan yang lewat tapi tidak ramai banget.

Dret dret

"Kakak dimana sekarang? Sudah malam nggak pulang?"Rian mengirimkan pesan kepada Bela.

"Hiksss. Hiksss. Maafin kakak dek, belum dapat uangnya. Jadi kakak nggak bisa balik."tangis Bela seketika pecah setelah membaca pesan dari adiknya.

"Tunggu ya dek. Kakak sedang cari pinjaman. Kamu tunggu sana aja."balas Bela sambil menyeka air matanya yang melaju dengan derasnya jatuhnya.

Ditengah jalan yang ramai itu, bela menangis dengan tersedu-sedunya. Dia tidak kuat dan tidak bisa membiarkan bibinya begitu saja. Ini adalah waktunya buat dia membalas dan membantu bibinya. Tapi ternyata tidak semulus apa yang dia pikirkan, mencari pinjaman sana kesini tidak didapatkannya juga.

Tidak terasa suasana malam yang semakin gelap saja ditambah suasana jalan yang mulai sepi membuat Bela hanya bisa menatap kosong sekitarnya. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi mencari uangnya. Ini sudah malam buatnya.

"Bela?"ditengah Bela yang terdiam itu tiba-tiba ada seorang perempuan cantik dan seksi menghampiri Bela.

"Siapa?"batin Bela sambil mendongak kearah wanita itu.

"Gimana bibi kamu? Devi?"tanya wanita yang tidak peduli kalau Bela terlihat bingung.

"Dia kok kenal bibi?"Bela menatap wanita itu dari atas sampai bawah. Bagaimana bisa malam-malam begini wanita itu memakai pakaian yang sedikit terbuka.

"Aku Rena, teman kerja bibimu di café dulu."kata wanita itu sambil memeperkenalkan diri.

"Oh. Bibi sekarang sedang dirawat di rumah sakit."jawab Bela sambil mendunduk.

"Apa? Dia sakit?"wanita itu kaget.

"Ya mbak. Bibi tadi kecelakaan dan sekarang harus di operasi. Tapi saya nggak ada uang. Makanya sekarang saya sedang cari pinjaman ke orang buat biaya operasi bibi di rumah sakit."kata Bela yang benar-benar terlihat bingung.

"Berapa biayanya ?"

"30 juta mbak."jawab Bela berharap wanita itu bisa membantunya dengan minjaminya.

"Wahduh kalau segitu aku nggak ada."wanita itu terlihat ikut merasa sedih.

"Ya nggak papa kok mbak."Bela paham.

"Ya sudah kalau gitu mbak, saya mau pulang dulu."Bela pamit dengan sedih. Sudah malam begini tidak baik kalau dia masih keluyuran.

Bela benar-benar buntu sekarang. Rasanya hari ini dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk bibinya. Langkah Bela kini terasa berat sekali hendak pulang. Baru saja melangkah, tiba-tiba dia dipanggil.

"Bela?"teriak wanita itu sambil menyusul kearah Bela.

"Ya mbak ada apa?"tanya Bela dengan penuh kesedihan.

"Aku sebenarnya ada pekerjaan buat kamu, kalau kamu memang butuh uang sebanyak itu malam ini juga. Tapii…"tiba-tiba wanita itu terhenti.

"Apa itu mbak? Apapun itu aku mau mbak, yang penting kesehatan bibi."ucap Bela dengan mata berkaca-kaca.

Bela terlihat antusias sekali mendengarnya. Yang ada dipikirannya hanyalah uang dan uang. Apapun pekerjaannya dia rela melakukannya nanti.

"Apa mbak?"Bela menggoyangkan lengan tangan wanita itu yang tengah diam.

"Pekerjaannya itu dengan menjadi wanita penghibur di café tempat kerja bibimu dulu. Itu aja kalau ada yang mau sama kamu dan kamu juga mau bekerja seperti itu. Gimana?"kata wanita itu kepada Bela.

Bela langsung terdiam sambil melotot. Dia tidak bisa membayangkan kalau dirinya harus bekerja seperti itu. Bagaimana dia bisa melakukan perbuatan sehina itu lagian juga gimana dengan nasib sekolahnya nanti bila dia harus bekerja seperti itu. Namun disatu sisi dia juga membutuhkan uang secepatnya untuk biaya operasi bibinya.

"Gimana? Kalau kamu nggak mau juga nggak papa."kata wanita itu yang sudah tahu dibalik diamnya Bela.

"Apa aku harus melayani laki-laki hidung belang disana mbak?"tanya Bela dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau kamu nggak mau, kamu hanya bekerja jadi palayan saja disana juga bisa. Lumayan nanti kamu bisa nabung dulu, soalnya disana setiap malamnya digaji 2-3 jutaan. Nanti kalau ada komisi dari pelanggan bisa buat tambahan kamu. Lumayan lah. Nanti pasti juga akan kekumpul uang 30 jutanya."kata wanita itu.

Bela ingin sekali menolak mentah-mentah masukan wanita itu tapi dia juga ingat dengan kondisi bibinya sekarang. Hanya dia yang bisa membantu bibinya saat ini.