Malam semakin larut saja. Tapi Bela juga belum pulang. Bagaimana dia bisa pulang kalau pekerjaannya saja belum selesai. Rasa lelahnya begitu membumbung tinggi sekarang. Rasanya dia ingin rebahan sambil melepaskan segala rasa penat yang dia pikul hari ini. Boro-boro rebahan, seharian mencari pinjaman saja belum ada waktu istirahat. Sekarang giliran langsung bekerja.
Tapi dia sadar, hari ini dia harus berjuang mati-matian demi mendapatkan uang yang banyak. Tidak ada waktu untuk berleha-leha apalagi untuk istirahat sekarang. Untungnya besok adalah hari minggu. Jadi dia bisa istirahat sekolah.
Dret dret
Bela berdiri di toilet sambil mengaca. Sehabis bertengkar dengan Raka tadi, dia berusaha menenangkan pikirannya. Dengan sekuat tenaga dia melupakan emosinya pada Raka. Dia sadar sekarang tengah bekerja jadi harus bersikap tenang. Terlebih Raka adalah tamu di café tempat dia bekerja. Jadi dia tidak mau membuat masalah dengan Raka sekalipun Raka sendiri yang membuat masalah dulu dengannya.
"Tenang Bela. Kamu nggak boleh emosi terus kayak tadi."Bela menarik nafasnya agar teratur kembali.
"Aku harus sabar. Demi gaji yang lumayan besar disini. Semalam saja bisa dibayar 3 jutaan. Belum lagi kalau ada komisi bisa lebih deh dari segitu. Lumayan nyicil buat biaya rumah sakit bibi."Bela memainkan bibirnya sambil membayangkan uang.
Dret dret
"Siapa lagi ini?"Bela kaget melihat handponenya berbunyi karena Rian meneleponnya saat sedang bekerja.
Rian tidak tahu kalau dirinya sedang bekerja malam-malam di café.
"Aku harus gimana ini? Nggak mungkin kalau aku tolak. Tapi nggak mungkin juga aku angkat dan ngasih tahu kalau aku kerja kayak begini ke Rian."batin Bela yang tengah kebingungan hendak mengangkatnya atau tidak. Dia juga melihat penampiannya yang seperti wanita seksi yang tidak mencerminkan dirinya biasanya.
"Ya halo dek?"Bela akhirnya mengangkat telepon adiknya itu.
"Halo kak, kakak sekarang dimana?"terdengar suara Rian panik dan tidak tenang.
"Kakaak.."
"Kak, bibi kak. Bibi kritis sekarang. Untungnya dokter langsung menanganinya. Tadi katanya dokter, bibi keadaannya semakin memburuk. Dan secepatnya harus ditangani. Dan…"Rian terdengar sedih sekali saat menjelaskan itu.
"Apa dek, bibi kritis sekali sekarang?"
"Ya kak. Kakak sekarang dimana? Kenapa kakak nggak pulang-pulang juga. Ini sudah malam. Gimana tadi pinjamannya?"
"Ini kakak masih cari pinjamannya dek. Kamu tunggu ya disana? Kakak janji nanti pasti akan dapat uang."
"Tapi masalahnya kak, katanya dokter Sely besok secepatnya harus dilakukan operasi pada bibi, mengingat keadaan bibi yang kritis."imbuh Rian dengan suara khawatir.
"Besok dek?"Bela benar-benar bingung sekarag.
Bela tambah bingung sekarang. Dia sudah tidak punya banyak waktu lagi. Bibinya sekarang sangat membutuhkan uluran tangannya.
"Aku harus kemana sekarang? Oh ya Bu mery? Tapi nggak mungkin juga aku minjam ke dia. Dia sudah sering banyak bantu aku kemarin. Lagian ini juga sudah malam sekali dan aku juga nggak tahu dimana rumahnya."Bela menggingit bibirnya karena bingung sekali.
Bela kembali bekerja. Dengan perasaan penuh campur aduk sekarang, dia berusaha untuk bekerja dengan baik. Hati dan pikirannya tidak bisa fokus bekerja dengan baik sekarang. Seolah-olah yang ada dipikirannya sekarang hanyalah keadaan bibinya yang kritis itu.
"Cantik, kamu pelayan baru disini?"tanya seseorang laki-laki yang tengah duduk dan minum sambil ditemani wanita-wanita penghibur disana.
"Eh ya pak. Eh ya om, maaf."Bela tergagap menjawabnya.
"Dasar laki-laki hidung belang. Sepertinya kamu kayak sudah berkeluarga tapi malah ada disini. Jahat sekali kamu meninggalkan keluargamu itu."batin Bela sambil menilai laki-laki itu yang sepertinya sudah berkeluarga. Bela tidak suka pemandangan menjijikkan itu dan memutuskan untuk pergi.
"Dia itu baru lah sayang."kata wanita penghibur yang duduk di sebelah laki-laki itu.
"Cantik dan seksi lah."kata laki-laki itu sambil memandangi penampilan Bela dari atas sampai bawah.
"Saya permisi dulu."
Bela ingin sekali marah dengan keadaannya sekarang. Dia benar-benar tidak menyangka akan berada di tempat begitu. Tapi dia memang tidak ada pilihan lagi untuk menghindarinya. Memang sekarang, uanglah yang mengubah segalanya.
Hatinya seolah-olah ingin menangis dengan keras-kerasnya. Tapi dia sadar sekarang dia tengah bekerja untuk mendapatkan banyak cuan dalam waktu dekat.
"Bela kenapa kamu disitu sendirian. Layani yang lain. Nanti Pak Bondan marah kalau tahu. Eh maksutku bodyguardnya."Rena menghampiri Bela yang tengah bersedih di pojokan sana.
Bela langsung menatap Rena dengan sendu dan sedih sekali. Dengan cepat dia menyeka matanya yang tidak menangis tadi.
"Kamu kenapa, bicaralah ada apa?"Rena langsung memegang lengan Bela karena khawatir dengan keadaan Bela yang terlihat sedih itu.
"Mbak,,,hikssss."Bela tidak bisa menahan kesedihannya lagi dan pada akhirnya langsung meneteskan air matanya.
"Kamu kenapa?"Rena merasa kasihan dan langsung memeluk Bela.
"Hiksss."Bela menangis kedalam pelukan Rena.
Usia Rena memang tidak jauh dari Bela sehingga tahu gimana perasaan Bela saat ini. Terlebih Rena dan Bela sama-sama berjuang demi keluarganya disana dengan bekerja seperti itu.
Sekarang ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menumpahkan segala kesedihannya. Ditengah perasaan bingungnya itu dia tidak punya siapa-siapa lagi.
"Bicaralah sama aku. Kamu kenapa? Apa semua ini ada hubungannya sama bibimu?"Rena mengelus punggung Bela. Tinggi Bela sepantaran dengan Rena.
"Ya mbak. Bibiku sekarang kritis. Dan aku belum punya banyak uang untuk biaya operasi sedangkan operasinya harus dilakukan besok secepatnya."ucap Bela dengan penuh linangan air mata.
"Aduh, aku juga uangnya hanya 10 juta di tabungan. Totalnya berapa?"tanya Rena
"30 juta mbak. Mbak kalau aku semisal pinjam Pak Bondan dulu gimana ya? Nanti pasti akan aku bayar."Bela punya ide. Dia berbicara sambil mata penuh air mata dan menatap Rena.
"Aduh, Pak Bondan tadi sudah pergi sama kliennya. Tapi dia itu orangnya pelit."kata Rena.
"Kemarin aku ada uang segitu cuma, udah aku kirimkan ke kampung. Soalnya mereka tengah butuh buat renovasi rumah."kata Rena ditengah Bela yang masih menangis itu.
"Ya nggak papa mbak."
Bela menuntaskan pekerjaannya hari ini. Ditengah ketidakikhlasannya bekerja di café itu tapi dia berusaha untuk berdamai dengan hatinya. Karena semua yang dilakukannya hari ini hanya demi bibinya tidak lebih dan tidak kurang.
Hingga tidak terasa waktu semakin berlalu. Dan jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Bela sedikit mengantuk saat bekerja. Maklum saja ini kali pertamanya buat dia bekerja malam-malam.
"Aku yakin nanti pasti ada rezeki. Bibi aku mohon sabar dulu ya bi. Bela usahain secepatnya Bela akan mendapatkan uang segitu. Biar bibi bisa segera di operasi."Bela tengah melayani setiap tamu disana.
"Cantik. Kasih aku minum."tiba-tiba Bela dicolek seseorang.
"Ih apaasin sih."Bela dalam hati marah sekali dengan perlakuan tidak senonoh dari laki-laki itu. Dimana lengan tangannya dicolek. Tetap saja dia merasah risih.
"Ini tuan."Bela ingin marah tapi dia sadar kalau bekerja disana harus terbiasa seperti itu.
"Makasih cantik."kata laki-laki tersebut kepada Bela.
"Tuan, maaf sudah mengganggu. Saya ada perlu sama Bela sebentar."tiba-tiba Rena menghampiri Bela.
"Jadi wanita cantik ini Bela namanya. Namanya cantik secantik orangnya."kata laki-laki itu sambil menatap Bela dengan mesum.
Bela diajak Rena pergi kebelakang meninggalkan kerumunan disana. Bela bingung dengan maksud Rena itu.
"Bel, tadi ada laki-laki yang ingin kamu temani malam ini. Dia akan membayar kamu 150 juta buat kamu kalau kamu mau."kata Rena dengan senangnya.
"Apa mbak?"Bela kaget sambil melotot.
"150 juta, banyak sekali."Bela tidak percaya.
"Tapi masak aku harus bekerja seperti itu."Bela menggelengkan kepalanya.
Jujur Bela merasa kaget bercampur kecewa. Bagaimana bisa harga dirinya harus dibayar dengan nominal uang. meskipun itu sangatlah banyak bagi dia, tetap saja dia tidak ikhlas. Jelas dia tidak mau menerima tawaran tersebut.
Tapi satu sisi dia juga memikirkan keadaan bibinya yang sedang butuh uang banyak sekarang. Kalau dia bisa menerima tawaran tersebut pasti akan lebih-lebih. Dan pastinya dia bisa mengoperasikan bibinya secepatnya.
"Masak aku harus seperti itu demi mendapatkan uang 30 juta?"batin Bela dnegan bingung dan sedih.
"Bela gimana?"
"Siapa yang menawarkan itu mbak?"tanya Bela yang penasaran dengan laki-laki itu.
"Aku juga nggak tahu orangnya. Tahu-tahu aku tadi dihampiri sama laki-laki yang ngaku bodyguard dari orang yang ingin kamu layani itu. Kalau dia akan membayar sebanyak apa yang kamu minta kalau kamu mau, bisa lebih dari 150 juta."kata Rena yang tidak tahu siapa orangnya itu.
"Kok bisa tahu saya gimana mbak? Apa orangnya itu kenal aku sebeleumnya?"tanya Bela dengan bingung.
"Aku juga nggak tahu. Tapi tahu-tahu dia langsung meminta kamu yang melayaninya."kata Rena.
"Semua ada di tangan kamu. Aku hanya menyampaikannya saja sama kamu."kata Rena ditengah Bela yang bingung itu.
Bela terlihat mempertimbangkan apa yang sudah dibicarakan oleh Rena padanya. Memang sekarang dia sangat butuh uang. Tapi dia juga tidak mau mengorbankan harga dirinya hanya demi uang. Seberapapun uang tidak akan cukup membeli harga dirinya itu.
Tapi dia juga tidak bisa membiarkan bibinya sekarat di rumah sakit. Dia benar-benar bingung sekarang.