Kini sudah tiba waktunya Bela untuk lembur. Jujur dia sudah merasa capek sekali. Mungkin karena dirinya baru sembuh jadi kaget ketika harus langsung bekerja apalagi sampai lembur. Seharusnya dia sudah pulang untuk istirahat. Apalagi tubuhnya masih membutuhkan istirahat.
Itulah perjuangan yang harus dilakukannya. Rasa capek, sakit dan kesal berusaha dia tepis untuk mendapatkan bebrapa cuan untuk membantu bibinya dalam mencukupi kebutuhan rumah. Padahal diumur seusianya itu belum bisa bekerja dan harus fokus belajar.
"Aku pasti kuat. Aku yakin aku bisa lewati hari ini dengan lancar."Bela menyemangati dirinya sambil melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.
Niatnya hari ini Bela ingin mengundurkan diri malah harus menunggu waktu yang tepat dan pas untuk membicarakannya langsung dengan Bu Mery. Dia kira bisa mengutarakan semua niatannya itu kepada Anton ternyata malah tidak.
Dan sekarang Bela harus bekerja lembur. Dia tidak lupa memberitahu bibinya di rumah akan pekerjaannya yang hari ini harus lembur itu. Takutnya nanti dirinya ditunggu dan dikhawatirkan oleh bibinya.
"Bentar lagi akan selesai. Aku harus semangat."Bela merapikan pakaiannya sebelum keluar dari toilet.
Disaat Bela baru keluar dari toilet tiba-tiba dia melihat ada seorang laki-laki kearahnya. Laki-laki itu berjalan sendirian kearah toilet laki-laki. Meski baru melihat sekilas Bela langsung melototkan matanya karena kaget dengan apa yang ada dihadapannya itu.
Ternyata laki-laki itu adalah Raka. Melihat Raa dihadapannya langsung membuat otaknya berputar mengingat kejadian memalukan kemarin. Seketika rasa benci dan amarah langsung muncul dalam hatinya. Dan sampai kapanpun dia tidak akan memberi maaf dan selamanya akan membencinya. Dia berusaha menjaga kehormatannya tapi Raka dengan lancanganya melecehkannya.
Semarah apapun Bela sekarang tetap saja dia harus sadar dimana dia berada. Tidak mungkin dia melabark dan meluapakan rasa kecewa dan marahnya pada Raka saat dirinya masih bekerja. Pasti akan dilihat banyak orang.
"Awas saja kau. Tenang Bela."batin Bela berusaha meredam emosinya dan berpura-pura tidak melihat Raka sedang berpas-pasan dengannya.
Bela berusaha bersikap tenang dan tidak peduli dengan keberadaan Raka. Meskipun dia sadar, sebelumnya mereka sempat beradu pandang sebentar. Sebelum Bela mengalihkan pandangannya kearah yang lain.
"Ehhh."Bela kaget tahu-tahu tangannya ditarik dari belakang.
Bela kini beradu pandang dengan Raka. Ternyata Raka yang menarik tangannya sehingga dia harus berbalik badan dengan terpaksa.
"Kamu."seketika Raka dan Bela beradu pandang dengan jarak sangat dekat sekali.
Bela terdiam dan fokus menatap ke mata Raka. Begitupula dengan Raka juga sama. Ingin sekali Bela lepas dari terkaman tangan Raka itu tapi tidak bisa dilakukannya. Itu karena dia melihat tatapan mata Raka yang begitu tajam namun indah dengan mata belok dan hitam itu.
Bela baru tahu kalau menatap Raka dari dekat begitu membuatnya kaget. Dia baru menyadari kalau Raka memanglah tampan. Dengan hidung mancung dan mata beloknya itu menambah ketajaman paras tampan laki-laki itu. Pantas saja teman-teman satu sekolahnya banyak anak perempuan yang menaruh hati pada Raka. Termasuk Raisa itu.
"Kamu kemarin yang aku bantu ketika kehujanan itu?"Raka menatap Bela dengan lamat-lamat dari jarak dekat.
"Lepasin."Bela tersadar dan menepis tangan Raka yang sedang menggenggamnya.
"Ternyata selain dia cantik dia juga bisa marah."batin Raka yang terkejut melihat Bela menepis tangannya.
"Kenapa kamu marah. Bukankah selama ini aku sering membantumu."kata Raka yang tidak mau kalah ketika habis dimarahi Bela. Raka masih ingat kalau dirinya sering membantu Bela.
Seketika Bela langsung memutar matanya. Dia akui memang Raka selama ini sering membantunya. Tapi setelah ada kejadian kemarin entah kenapa semua kebaikan Raka padanya seolah luntur begitu saja. Yang awalnya dia merasa kagum dan terpesona dengan kebaikan Raka dan bahkan merasa berhutang budi serasa hilang begitu saja dalam sekejap. Itu semua karena dia kecewa dengan apa yang sudah diperbuat Raka padanya kemarin.
"Mudah banget ya kamu bilang begitu, setelah apa yang sudah kamu perbuat kepadaku kemarin."jawab Bela sambil menatap Raka dengan tajam.
Raka terlihat diam. Diam karena sedang mencerna arah maksud Bela. Otak Raka seketika flashback dengan kejadian terakhir dengan Bela. Raka masih belum sadar kalau wanita yang ada dihadapannya itu adalah Bela. Karena dandanan Bela sekarang jauh lebih berbeda ketika bersekolah. Apalagi ada beberapa polesan make up di wajah wanita itu sehingga membuat banyak orang tidak mengenalinya termasuk Raka.
"Apa kamu nggak bersalah sekarang?"
"Kenapa? Kamu yang basah kuyup itu?"Raka memastikannya.
"Ya. Kamu itu nggak menghargaiku. Lancangnya kamu mengganti pakaianku seperti kemarin."kata Bela dengan mata berkaca-kaca.
Bela tentu merasa sakit sekali kala mengingat kejadian kemarin. Meskipun dia belum tahu kebenarannya. Dimana bukan Raka yang mengganti pakaiannya.
"Apa? Itu bukan aku lah. Mana mungkin aku melakukan itu."protes Raka dengan cepat.
"Hahhhh."Bela menghela nafasnya untuk tidak membuat keributan diantara mereka.
Bela masih berpikir panjang, dia sadar kalau sekarang masih bekerja. Tidak pantas kalau dia membuat keributan di tempat kerjanya sendiri. Nanti malah dia bisa mengecewakan bosnya.
Ketika Bela sudah berusaha memendam emosinya dengan pergi meninggalkan Raka, tiba-tiba Raka menyeretnya dengan paksa. Bahkan mulutnya dibekap dengan satu tangan sedangkan kedua tngannya dikunci dibelakang.
Bela berusaha berteriak untuk meminta tolong. Tapi ternyata usahanya sia-sia. Alhasil dia harus pasrah dan mengikuti kemana orang itu mau. Yang tidak lain adalah Raka yang melakukannya.
"Diam."Raka menyeret Bela dengan paksa lalu mendempetkannya ke pintu toilet.
Mata Bela langsung membelalak menatap Raka. Dia tidak menyangka kalau Raka akan melakukannya. Kini di dalam toilet itu hanya ada dirinya dan Raka seorang saja. Dia yang tidak bisa apa-apa hanya bisa diam saja dan melihat wajah Raka tepat didepan mukanya.
"Kamu pikir aku melakukan apa yang kamu tuduhkan itu?"tanya Raka yag masih membekap mulut Bela.
"Ya memang. Kalau bukan kamu lantas siapa?"teriak Bela dalam hati dengan mata tambah melotot.
"Kamu dengerin baik-baik. Bukankah selama ini aku sering bantu kamu."kata Raka.
"Lagian kalau aku mau tentu nggak sama kamu. Seleraku bukan kayak kamu."Raka berbicara sambil menatap Bela dengan jarak dekat sekali.
Bela merasa emosi dengan perkataan raka barusan dan saluran pernafasannya juga terganggu. Sedari tadi hidungnya tersumbat dengan bekapan tangan Raka yang kuat itu. Dia mulai terengah-engah bernafasnya.
Raka tentu melihat apa yang sedang terjadi sama Bela. Dengan cepat dia langsung menjauhkan tangannya dari mulut Bela agar Bela bisa bernafas dengan lancar.
"Ak…."Bela berteriak sambil mendorong tubuh Raka.
Tapi sayang teriakannya itu langsung membuat Raka murka. Seketika tangan Raka membekap lagi mulutnya. Raka tidak mau ada orang lain mendengar suara teriakan Bela tadi. Alhasil Bela tidak bisa berbicara lagi sekarang.
"Dia mau apa lagi."batin Bela mulai sedikit takut dengan tatapan Raka yang tidak biasa alias tajam sekali kearahnya daripada sebelumnya.
"Diam."Bentak Raka tepat di depan muka Bela hingga membuat mata Bela terpejam.
"Camkan baik-baik. Aku nggak seperti kamu tuduhkan itu. Aku tahu batasanku. Lagian kamu hanyalah pelayan."Raka melepaskan tangannya dari mulutku dan menepis tubuh Bela minggir dari pintu. Kemudian pergi sambil melempar seragam kearah Bela yang masih bersandar di pintu toilet.
"Hahhh."Bela bisa bernafas lega sekarang.
Bela kaget dengan perlakuan dan perkataan kasar Raka barusan. Matanya kini tertuju pada benda yang sempat dilemparkan kearahnya tadi. Dia mendekati barang itu yang sedang tergelatak di lantai.
"Seragamku."Bela melihat seragamnya yang sudah bersih dan kering setelah sempat basah kuyup kemarin.
"Dia."Bela langsung menoleh kearah Raka yang sudah pergi.
"Aku benci sama kamu. Dasar otak mesum."batin Bela yang masih tidak percaya dengan penjelasan Raka tadi.