Chapter 6 - Taring VI

Seorang vampir bersetalan seragam petinggi Magicna Mudrost, terlihat lambang XVV di lengan kirinya.

Laki-laki setinggi dua meter berambut coklat bergelombang klimis mencapai telinganya itu sedang duduk menghadap jendela ruangannya.

Langit gelap dengan titik-titik berwarna putih mengisi hamparan kota Dietrich dan benua Ostrvo.

"Tampaknya anak itu terkena kendali pikiran. Kekuatan pengendali pikiran itu cukup kuat untuk ukuran penyihir kelas dua"

Leo memutar tubuhnya selagi menyubit dagunya.

"Cloenya menunjukkan bahwa dia adalah manusia! Bagaimana mungkin? Dietrich adalah salah satu kota yang ketat akan pengawasan serangan internal"

Tok! Tok!

"Masuk"

Beberapa vampir masuk kedalam ruangan Leo.

"Selamat malam wakil kepala sekolah"

Lima vampir datang menghadap di ruangannya.

Mereka semua mengenakan setelan yang sama seperti Leo, terlihat tanda "X" di lengan kiri mereka semua.

Mereka terdiri dari tiga pria dan dua wanita.

"Tidak perlu sok formal, Fiel. Aku tahu kau suka bercanda jadi jangan berbicara dengan nada serius selagi menyeringaiku"

Satu wanita yang baru saja memberi salam itu masih menyeringai Leo. Namanya adalah Fiel Wuex. Dia berdiri membelakangi empat vampir lainnya, memiliki paras yang cukup cantik dengan rambut merah muda dengan bando hitam yang menutupi kepala atasnya.

Tatapan kedua mata birunya terlihat mengejek dan senyum tidak manisnya itu sangat mengganggu Leo.

"Jadi, apa yang Anda tulis di surat itu benar?"

"Ini adalah masalah serius. Haruskah kita melapor kepada kepala sekolah?"

"Tidak perlu. Beliau adalah orang sibuk jadi aku tidak ingin menambah bebannya lagi. Kitalah yang akan membereskan masalah ini"

"Baik pak!"

"Inilah rencanaku…"

Pada malam itu juga…

Rotania sedang berjalan sendirian. Jalan yang disusurinya cukup gelap karena tidak banyak pencahayaan yang tersedia di sepanjang jalan.

Gadis itu membawa tas jinjing berisi bahan makanan dan buku.

"Hari ini Exxone sangat keren. Richard si peringkat satu itu pun tak berkutik di hadapannya. Meskipun pernah mendapat peringkat tiga dari belakang, dia sungguh menjadi sangat kuat!"

Dia berbicara sendirian sepanjang jalan.

"Tapi… aku masih tidak mengerti bagaimana dia bisa menghindari serangan X-Dragon. Seharusnya dia sudah tidak bisa menghindar lagi karena kecepatannya itu. Menggunakan ledakan sebagai daya pengubah arah diudara tidak akan mungkin sempat pada saat itu. Lalu aku tidak mendengar rapalan sihir sesudah dia bangkit dari pingsannya"

Rotania menatap ke langit gelap selagi berfikir.

"Dia sempat menyebut sesuatu sesaat dia hampir terkena serang. Itu pasti sihir yang kuat sehingga dia bisa membalikkan keadaan. Aku harus menanyakan itu besok!"

"!!"

Sebuah cahaya putih menembaki matanya tiba-tiba.

Rotania langsung menatap arah datangnya cahaya itu.

"TOLONG! SIAPAPUN!"

"Suara anak kecil?"

Dengan cepat dia mendekati asal suara itu.

Suara itu menuntunnya kearah pohon yang lebat dan penuh semak.

"TOLONG!!"

Rotania mempercepat langkahnya untuk mendekati sumber suara itu.

"Kau tidak apa-apa? Aku disini!"

"Tolong kakak!!"

Rotania menaruh bawaannya dan memasuki semak-semak itu.

Setelah beberapa langkah mengikuti suara anak kecil yang semakin membesar, akhirnya dia menemukannya.

"Tolong kakak!"

Vampir kecil sedang berlutut di tanah sambil menangis.

"Orangtuamu pasti cemas kalau kamu belum pulang! Ayo kakak kantar kamu ke rumah!"

Rotania mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan anak kecil itu.

TAK!

Anak itu menangkap tangan anak itu lebih dulu sebelum Rotania memegangnya.

"Ayo"

Hanya saja, tangan yang dia kira milik seorang anak kecil itu terlihat besar dan tidak terlihat seperti ukuran tangan anak kecil.

"Kena kau, putri Slavia"

FWUSHH!!

"AHK!"

Anak kecil itu memancarkan cahaya putih yang menimpa Rotania.

Keesokan paginya.

TENG! TENG! TENG!

"Hei Exxone!"

"Kau sudah kerjakan tugas Profesor Aurel?"

"Memangnya profesor Aurel memberi tugas?"

Ohm dan Klea menatap Den heran.

"Kau ini lebih bodoh dari yang terlihat ya?"

"HAH?! APA MAKSUDMU ITU?!"

Exxone menatap kursi sebelah kirinya tempat Rotania biasa duduk.

"…"

"Rotania tidak masuk hari ini?"

"Ayo semuanya duduk!"

Pengajar kelas pagi telah memasuki ruangan.

"Mari kita mulai kelas pagi ini"

"Eh? Rotania? Tumben sekali dia terlambat"

Jill salah satu teman Rotania yang duduk di deretan kursi barisan depan bagian kiri melihat Rotania memasuki ruangan lewat pintu depan.

Gadis itu terlihat lesu dan tidak fokus.

"Rotania Slavia? Tumben sekali kamu terlambat. Apa alasanmu terlambat?"

"…"

Perempuan setinggi satu setengah meter itu hanya terdiam tak membalas pertanyaan pengajar itu.

"Halo? Rotania?"

"Mungkin karena kemarin pak! Saya meminta tolong dia membantu tugas sekolah hari ini, mungkin dia masih ngantuk"

Exxone bangkit dari kursinya mengatakan hal itu dengan lantang sekaligus menarik semua perhatian vampir lain.

"Oh begitu?"

"Hee?"

"Tugas sekolah? Masih ngantuk? Heee apa ini??"

"Hee??"

Beberapa murid lain mulai menyeringai Exxone karena dia dengan terbuka mengatakan hal itu.

Rotania melangkah menuju kursinya dengan lesu dan akhirnya dia duduk disana.

"Hei! Apa-apaan mukamu itu? Harusnya akulah yang memiliki ekspresi seperti itu!"

"Hm? EH!"

Kedua mata kosongnya hidup kembali, seolah-olah dia baru sadar.

"Kenapa kau ini?"

"Aku… rasanya aku masih berada dirumah setelah salam dengan ibuku…"

"Jam istirahat nanti sebaiknya kau tidur saja. Kau terlihat melindur"

Memasuki jam kedua, hari ini diadakan kelas adu tempur untuk kelas satu penyihir.

Semua vampir berganti pakaian mengenakan kaus putih dengan logo MV di dada kanannya dengan bawahan pendek berwarna hitam.

"Seperti bulan lalu, seluruh murid akan beradu kekuatan sihir satu lawan satu dan pada putaran kedua tiga anak melawan tiga"

Pelatih sihir mengeluarkan sebuah batu bercahaya biru dan membantingnya ke tanah.

Muncul sebuah lapisan dinding berwarana biru cerah mengelilingi mereka semua hingga sampai ke ujung lapangan tempur. Batu itu adalah alat sihir pembatas ruang yang digunakan untuk menutup keberadaan segala hal yang berada didalamnya.

Kali ini digunakan sebagai pelindung juga penghalang suara akibat latihan mereka.

Setengah jam berlalu…

"Exxone! Apa-apaan itu?!"

"HEI! Apa ini benar kau?!"

"Bulan lalu kau tidak sekuat ini? Apa ini benar kau?"

Ketiga teman yang selalu menempel dengan Exxone sudah terkapar di tanah.

"Tidak seperti kalian, aku selalu berlatih setiap malam. Itu saja"

Exxone menatap mereka tidak terima karena dia merasa seperti dituduh akan sesuatu. Laki-laki bermata kuning gelap itu memegang leher bagian kanannya tepat di samping lingkar baju bagian lehernya.

"Itu Exxone Valiant ya? Aku jarang melihatnya meskipun kita sekelas"

"Aku tidak ingat dia sehebat itu?"

"Dia yang menyelamatkan gerombolan banyak murid dari ledakan minggu lalu kan?"

"Entahlah. Aku tidak ada disana waktu itu"

Beberapa murid lain memperhatikan Exxone dari jauh selagi berbisik-bisik.

Mereka heran akan kemajuannya yang mampu membuatnya mengalahkan tiga kawan-kawannya tanpa harus mengeluarkan keringat.

"Kau sudah menjadi sekuat ini kah Exxone?"

"Kami tidak akan kalah!"

"Uoo!!!"

Mereka memaksakan diri untuk bangkit dari tanah.

BLARR!!!

"!!"

"!!"

Sebuah ledakan besar muncul dan menghentikan semua aktivitas mereka dengan paksa.

"Ro…rotania… kamu kenapa?"

"Uhh…"

Beberapa murid perempuan teman Rotania bergelimpangan di tanah.

"Ada apa ini?!"

"Rotania!!"

"…"

Perempuan yang terus-menerus dipanggil oleh banyak temannya hanya terdiam dan menatap mereka tak bergerak.

Tatapannya terlihat kosong dan tampangnya terlihat pucat.