Keluarga Slavia, tahun 505.
Rotania Slavia, 5 tahun.
"Lihat kedua mata merahnya, ini pasti tanda dia adalah anak yang spesial!"
"Kedua matanya memancarkan energi Cloe. Ini memanglah sebuah tanda untuk keturunan kalian. Aku sebagai ayahmu bangga, Rion"
"Rotania, kamu akan menjadi anak ayah yang paling berbakat dan spesial diantara sepupu-sepupumu yang lain! Ingat itu kamu spesial!"
"Aku… spesial?"
"Betul! Ibu juga bangga padamu!"
Kediaman utama keluarga besar Slavia, tahun 510.
BUAK!! BAM!!
"Uwah!!"
"Uhhk!!"
"Membosankan. Pengawal keluarga bukan lagi lawan yang imbang untukku"
"Dalam lima tahun Rotania sudah memiliki kemampuan sehebat itu? Dia memanglah berbeda"
"Lihat saja kedua matanya, konon katanya pemilik mata merah sepertinya memanglah jenius"
"Adakah diantara anak-anak kalian yang ingin coba bertanding dengan anakku?"
Rion Lu Slavia menatap saudara-saudara sekandungnya remeh.
"Ti-tidak usah"
"Hmm! Melihat anakmu sudah sehebat itu kau kira kita mau menyerahkan anak kita dipukuli olehnya?"
"Jangan tegang begitu, kakak ipar. Rion hanya bangga pada anaknya, sudah sepatutnya seorang ayah bangga akan anaknya yang cerdas"
"Terserah apa katamu, Corelle"
"Ayo Rotania! Ayah bangga memiliki anak yang spesial sepertimu!"
"Hehehe. Akulah yang terhebat dan spesial dari kalian semua! Ingatlah itu bocah-bocah!"
Lima vampir kecil yang berlutut dihadapannya hanya bisa menunduk mendengar perkataannya.
Rumah Rotania Slavia, tahun 515.
"Sudah saatnya untuk menunjukkan kemampuan keluarga Slavia keturunan yang ke dua belas! Pergilah dan beritahu dunia vampir siapa dirimu, Rotania!"
"Baik, ayah. Putrimu yang spesial ini akan menunjukkan kehebatannya disana"
"Jangan terlalu kasar ya, nak. Kamu memanglah spesial, namun kamu juga anak perempuan. Tetaplah terlihat anggun dan cantik"
"Baik, bu"
Sepuluh jam kemudian.
"UAHK!!!"
"Pohvala Poseban!"
Perempuan spesial itu mengunci lawan-lawan dihadapannya dengan akar-akar pohon yang ditarik memanjang dan mengurung siapapun yang didalamnya.
"Sihir apa ini?"
"Siapa anak itu?"
"Kemampuannya bukan level untuk anak baru!"
"Perkenalkan, Rotania Slavia. Penyihir yang akan menduduki peringkat satu penerimaan anak-anak penyihir baru Magicna Mudrost. Kuharap kalian semua bersedia menjadi batu pijakan untukku"
Perempuan berambut kuning keemasan itu menundukkan kepala dan merentangkan tangannya disamping tubuhnya bergestur seperti bangsawan yang mengenalkan dirinya.
Aku memanglah spesial dan hebat. Tidak ada yang mampu melebihiku.
Dua jam kemudian.
"Tidak lama lagi ujian tempur akan berakhir. Aku sudah merebut dua puluh kalung peserta lain"
Rotania berjalan santai selagi mengeluarkan banyak gantungan nama peserta lain ditangan kanannya.
"!!"
BLAR!!
Peluru sihir menembaknya dari belakang.
Peluru itu hampir menembus tubuhnya dari belakang jika dia tidak bereaksi untuk menghindari serangan dadakan barusan.
"Kekuatan Cloe ini! Dia mencoba membunuhku ya?"
Selagi bersembunyi dibalik pohon, dia langsung menghitung arah darimana datangnya serangan barusan.
"Dari sana ya!"
Rotania melompat keluar dari persembunyiannya dan mengarah kearah barat, perkiraannya itu menuntunnya kesana.
"Keluarlah kau pengecut! Pohvala Poseban!"
BRAK!!! DARR!!!
Rotania merentangkan kedua tangannya menjauh dan merobek pohon besar yang dia kira dimana musunya itu berada.
Terlihat sebuah lingakaran sihir biru dibalik pohon besar itu.
"Lingkaran sihir jarak jauh?! HIYAH!!"
Rotania langsung mengayunkan tangan kirinya dengan cepat dan menebas lingakaran sihir itu dari posisinya tanpa menyentuhnya.
KRANG!!! PASHH!!
"Memang pengecut!"
DAR!! DAR!!!
"!!"
JRAKSHH!!!
Satu peluru menembus perut bawahnya dari belakang.
Perempuan setinggi satu setengah meter itu langsung berlutut setelah menerima serangan dadakan itu.
"Uhhkk!!!"
Rotania mengangkat tangan kirinya yang bergetar hebat dan melihat cairan merah menempel diseluruh telapak tangannya.
"Hik..hik…"
Tatapan mata merahnya mulai pudar diimbangi air mata yang mulai keluar tumpah dari muaranya.
"Itu hanya tipuan? Seharusnya aku bisa membaca tipuan ini"
SING! SING!
Muncul banyak lingkaran sihir lainnya dengan bentuk yang sama persis di atas kepalanya.
"Apakah aku akan mati?"
DAR!! DAR!! DAR!!!
"BELUM!"
Rotania langsung melompat kesamping, gerakannya benar-benar mengabaikan fakta bahwa dia terluka sangat parah.
"Akan kubuat dia membayar ini! Dia tidak tahu siapa yang dia hadapi!"
Pupil merahnya menerang, dia kembali berdiri kokoh seperti sedia kala.
Kedua matanya melihat segala yang ada didalam pandangannya.
Semua padangannya mampu menembus semua objek yang menghalangi penghliatannya, akhirnya dia menemukan aura Cloe lawannya.
"Disitu rupanya kau pengecut!"
BUM!!
Rotania melompat dan menerjang segala yang ada dihadapannya.
"Kemari kau bajingan!!"
Kedua tangannya terus-menerus menebas segala yang menghalanginya tanpa menyentuhnya. Semakin dia mendekati lawannya, dia tidak menggerakkan lagi kedua tangannya lagi namun segala penghalang jalannya tetap hancur terbelah dua seperti memberikan jalan untuknya.
"Cepat sekali!"
"KEMARI KAU!"
Rotania membelah pohon besar yang menghalangi dia dan lawannya.
"!!"
"MATILAH!"
"A….yah?"
Tatapan penuh emosi yang meluap-luap Rotania langsung padam seketika setelah melihat ayahnya.
Rion Lu Slavia sudah mengeluarkan lingkaran sihir biru dengan ukuran dua kali lipat lebih besar dari tubuhnya.
"Bangkitlah Tomelone!!!"
BAMM!!!!!
...…
Salah satu mata Rotania terbuka untuk mengintip apa yang terjadi, kali ini pupilnya sudah berubah warna hijau muda terang.
Seorang laki-laki sedang memegangi tubuhnya di udara dengan tangan kirinya, kepalanya membelakangi pandangannya.
Satu tangannya lagi sudah mencekik leher Rion Lu Slavia.
Terlihat tanda lingkaran hitam yang tebal di leher kanannya.
"Uhhkk!! To..me…lone… ha..ru..s…bang….kit…"
"Hoo… Dewa sombong itu ya? Aku yakin perempuan ini juga adalah anak yang sombong"
Kepala yang awalnya membelakangi tatapan Rotania itu berpaling menatapnya.
Kedua mata kuning gelap dengan kornea hitam menatap dua pupil berwarna hijau muda yang terang.
"Angkatan ini sudah tidak membutuhkanmu, dewa murahan. Kembalilah tidur jika kau tidak ingin kubunuh untuk kedua kalinya"
Kedua mata kuning gelap itu semakin melebar dan semakin mendekati mata Rotania.
Warna hijau yang mewarnai mata perempuan itu kembali pudar dan kembali menjadi mata merah seperti sedia kala. Perempuan itu langsung kehilangan kesadarannya.
Kembali laki-laki itu melemparkan tatapannya kepada ayah perempuan itu.
"Diriku ini sudah berhasil berenkarnasi untuk sekali lagi memberikan teror kepada manusia. Sebaiknya kau jangan lakukan hal yang tidak-tidak. Sekalipun kau adalah turunan darah dan dagingku, aku tak akan segan-segan memakanmu"
Kedua mata kuning gelap itu menatap tajam mata Rion.
Detik berikutnya, Rion kehilangan kesadarannya.
KLANG!!!
Tubuh Rion pecah seperti kaca dan lenyap seketika.
"Heh! Akan kuingat ini, Pilar Kejayaan Manusia"
...…
"Ha!!"
Rotania bangun dan langsung duduk diatas tanah. Dia langsung meraba-raba perutnya.
"Tidak mungkin! Apa yang terjadi?"
Lukanya sudah hilang.
Kedua mata merahnya langsung melihat sekitarannya, dan dia melihat laki-laki yang membuka matanya.
"Kau! Kau yang tadi menolongku kan?!"
"Hmmm… siapa kau?"
"Terimakasih! Aku berhutang nyawa padamu!"
"Apa yang kau bicarakan?"
"…"
"Oi?"
"Ayah! Hik….hikk…"
Rotania langsung berlari menjauh dari Exxone selagi menangis.
"…"
Semenjak hari itu, Rotania tidak pernah kembali ke rumah dan mendaftar tinggal di asrama Magicna Mudrost sampai sekarang.
Banyak surat dari kediaman Slavia yang memenuhi kotak suratnya namun dia tidak pernah membalas satupun dari antaranya.
Jika pihak keluarga datang ke sekolah, dia pasti langsung menghilang entah kemana.
Namun keluarga Slavia tidak pernah lelah untuk mencari kabar Rotania, hanya Leo yang ada sebagai juru bicara diantara mereka.
Rotania tidak pernah mau membahas hal ini kepada siapapun terkecuali Leo.